Bagi mereka yang tinggal di daerah jawa bagian timur maupun tengah, tentu tidak akan asing dengan dangdut koplo. Dangdut koplo merupakan metamorphosis dari musik dangdut modern yang muncul pada tahun 2000an. Jenis musik dangdut ini dimainkan oleh grup musik yang biasanya lebih menonjolkan goyangan – goyangan maut serta kemolekan tubuh erotis penyanyi
Pementasan dangdut koplo seringkali melibatkan anak - anak dibawah umur yang dengan bebas bisa menonton goyangan – goyangan erotis biduannya. Hal ini tentu saja akan berdampak secara psikologis dan moralitas anak. Pada usia anak – anak, mereka akan dengan mudah menyerap segala macam informasi yang datang padanya. Goyangan serta lirik – lirik lagu yang tidak mendidik dapat mempengaruhi tumbuh kembang mereka.
Kebanyakan dari kita mungkin mengenal tentang lagu – lagu seperti “ngidam pentol”, “watu cilik” dan sebagainya. Dan selugu – lugunya kita, tentu akan tahu tentang “maksud lain” lagu – lagu tersebut. Lucunya, lagu lagu ini sering dinyanyikan oleh anak – anak sebagai bahan candaan dengan teman – teman sebayanya.
Disinilah peran orang tua dibutuhkan. Mereka adalah faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak selain faktor lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sejatinya, musik apapun itu dapat digunakan untuk hal – hal yang bermuatan positif seperti beberapa lagu dangdut era Rhoma Irama maupun lagu –lagu lain. Seperti halnya pisau, gergaji, palu, bahkan parang sekalipun. Mereka bukan benda – benda terlarang. Yang membuat mereka dilarang adalah ketika mereka tidak digunakan pada tempatnya.
Kebebasan berekspresi memalui bidang – bidang tertentu sah – sah saja. Yang menjadi masalah adalah dampak negatif dari kebebasan berekspresi yang tanpa mengenal batasannya. Sedikit mengutip dari tulisan Cak Nun, bahwa puncak kemerdekaan adalah pengetahuan tentang batasan - batasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H