Generasi muda saat ini, dengan segala dinamika dan kekuatannya, memegang peranan yang tak bisa dipandang sebelah mata dalam menentukan arah masa depan. Dengan lebih dari 24% penduduknya terdiri dari usia muda berdasarkan survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2022, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi motor perubahan. Mereka bukan sekadar pewaris, tetapi juga agen perubahan yang menentukan nasib planet ini.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, yang telah disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui 17 tujuan globalnya, mereka adalah ujung tombak dalam menghadapi berbagai persoalan besar yang tak lagi bisa diabaikan: kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan ancaman perubahan iklim. Generasi ini harus sadar bahwa tak ada lagi ruang untuk berleha-leha; mereka adalah aktor utama dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan lestari.
Menghadapi tantangan ke depan kebijakan publik dapat mengoptimalkan sinergi antara peran generasi muda, inovasi, dan keuangan dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Dengan kata lain, kita tengah membahas bagaimana "#UangKita untuk Masa Depan Indonesia", sebagai simbol perubahan, bisa menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong generasi muda menuju ekonomi hijau (green economy) yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan.
Arah Kebijakan dalam Transformasi Sektor Keuangan
Sektor keuangan dalam suatu negara merupakan tulang punggung ekonomi yang mempunyai peran vital dan signifikan dalam menentukan arah pembangunan suatu bangsa. Namun, untuk mencapai ekonomi berkelanjutan, keuangan inklusif dan berkelanjutan harus menjadi fondasi kebijakan publik.
Dalam konteks yang relevan, semangat #UangKita tak ubahnya sinyal dari keuangan digital yang mesti dioptimalkan. Kebijakan publik harus memastikan bahwa teknologi keuangan, serupa fintech dan blockchain, dipergunakan guna menyediakan akses yang lebih luas kepada generasi muda untuk berinvestasi dalam beragam sektor yang mensupport pembangunan berkelanjutan.
Generasi muda kini semakin cenderung berinvestasi di perusahaan dan instrumen keuangan yang mengedepankan prinsip keberlanjutan. Pilihan ini bukan hanya mencerminkan kepedulian mereka terhadap lingkungan dan masyarakat, tetapi juga sebagai langkah cerdas dalam strategi investasi jangka panjang.
Berdasarkan data dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor saham di pasar modal Indonesia telah mencapai 4 juta pada akhir semester I tahun 2022, dengan 99,79% di antaranya adalah investor individu lokal. Dari angka tersebut, 81,64% merupakan generasi muda, yaitu Gen Z dan milenial, dengan total nilai aset mencapai Rp144,07 triliun. Studi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun yang sama juga menunjukkan bahwa saham tetap menjadi salah satu instrumen investasi utama bagi generasi muda yang peduli dengan isu-isu keberlanjutan.
Pemerintah sebagai pengambil keputusan harus menciptakan regulasi yang mendukung pengembangan produk keuangan berbasis teknologi yang memudahkan generasi muda untuk berinvestasi secara langsung dalam ekonomi berkelanjutan dan kebijakan ini juga harus memastikan bahwa inovasi yang muncul tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga dapat diakses oleh publik luas, terutama bagi generasi muda yang ada di daerah-daerah terpencil.
Strategi Kebijakan Pendidikan dan Investasi Hijau
Strategi kebijakan pendidikan ini perlu diarahkan guna menciptakan lebih banyak program pelatihan dan inkubasi bisnis yang terkonsentrasi pada sektor ekonomi hijau. Mendesain pemahaman dan keterampilan keuangan berkelanjutan di kalangan generasi muda akan memproduksi jutaan wirausahawan baru yang mempunyai misi sosial yang berdampak positif bagi masa depan lingkungan dan masyarakat.
Selain sektor pendidikan, salah satu cara utama untuk mendorong ekonomi berkelanjutan adalah melalui strategi investasi hijau. Pemerintah harus mengaplikasikan kebijakan yang memfasilitasi lebih banyak investasi di berbagai sektor yang ramah lingkungan. Ini dapat berupa intensif pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan atau program pembiayaan bagi startup yang mengembangkan solusi berbasis keberlanjutan.
Dalam jurnal yang berjudul "Tantangan dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim dan Mendukung Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan: Sebuah Tinjauan", yang dirilis pada tahun 2022, kerusakan lingkungan, khususnya perubahan iklim dan pemanasan global, diidentifikasi sebagai isu global yang semakin mendesak.
Generasi muda, yang mempunyai kepekaan terhadap isu lingkungan, harus didorong secara maksimal agar dapat berinvestasi pada sektor ini, baik dari bagaimana mereka mendefinisikan isu ekonomi berkelanjutan, pembaharuan paradigma, kolaborasi antar generasi hingga pada tahap penyelesaian masalah melalui kerangka kebijakan publik yang berdampak luas.
Pemerintah dapat menyediakan sarana atau platform investasi hijau yang mudah diakses, dengan transparansi yang tinggi perihal dampak sosial dan lingkungan dari investasi tersebut. Misalnya, kebijakan dapat yang dapat diimplementasikan adalah dengan memperkenalkan konsep "green bonds" atau obligasi hijau yang tak hanya memberikan return finansial, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Generasi Muda dan Tantangan Ekonomi Hijau: Bagaimana Desain Kebijakan Relevan?
Menurut perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi pada periode 2030-2040. Ini berarti, selama periode tersebut, mayoritas masyarakat Indonesia akan didominasi oleh kelompok usia produktif (15-64 tahun) dibandingkan dengan usia non-produktif.
Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan bahwa sekitar 64% dari total penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 297 juta jiwa akan berada pada usia produktif, dan pemuda merupakan bagian penting dari kelompok ini, yang menjadi tulang punggung bangsa.
Menghadapi gelombang bonus demografi yang dihadapi Indonesia beberapa tahun mendatang di tengah semangat menerjemahkan ekonomi keberlanjutan, sebagian besar inovasi yang datang dari generasi muda tak jarang menghadapi hambatan besar dalam bentuk regulasi yang kerap tertinggal dari akselerasi zaman yang bergerak cepat. Oleh karena itu, kebijakan publik yang baik seyogyanya dapat mengidentifikasi dan meminimalisir hambatan tersebut.
Pasalnya, regulasi yang terlalu ketat dan tidak adaptif dengan perkembangan ekosistem ekonomi dapat menghambat lahirnya solusi baru yang dapat mendukung prinsip keberlanjutan. Oleh karena itu, pemerintah perlu membangun kerangka regulasi yang memungkinkan inovasi berkembang dengan cepat, namun tetap memastikan bahwa prinsip keberlanjutan tetap menjadi prioritas utama.
Sebagai negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam namun rentan terhadap krisis ekologi, Indonesia perlu segera mengadopsi model ekonomi yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (prosperity).
Seiring dengan perkembangan strategis tersebut, Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) telah melakukan studi mengenai integrasi pembangunan berkelanjutan melalui praktik ekonomi hijau. Para peneliti menemukan bahwa pembangunan nasional saat ini masih cenderung bersifat transaksional antara kepentingan ekologi dan kesejahteraan umum. Untuk memastikan pelaksanaan ekonomi hijau yang berintegritas, monograf ini memberikan rekomendasi terkait penguatan tiga faktor utama pengungkit kinerja ekonomi hijau, yakni regulasi, kelembagaan, dan pendanaan.
Inisiatif implementasi Ekonomi Hijau di Indonesia dimulai sejak 2013 melalui kerja sama antara Bappenas dan Global Green Growth Institute (GGGI) dalam program yang disebut Green Growth Program (GGP) Indonesia. Kebijakan ekonomi hijau di Indonesia tercermin dalam berbagai dokumen, salah satunya dalam RPJMN 2020-2024 yang memuat Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dengan strategi utama dalam pencapaian emisi net zero untuk pengurangan gas rumah kaca, stimulus hijau untuk pemulihan ekonomi, serta implementasi PRK untuk mencapai tujuan RPJMN 2020-2024.
Prinsip Ekonomi Hijau juga mencakup pemulihan hijau (green recovery), yang dapat diterapkan pada reformasi ekonomi sistemik jangka panjang, serta mendukung transisi menuju perekonomian global yang berkelanjutan.
Dengan menata ulang kembali kebijakan publik yang mendukung sinergi antara inovasi keuangan, pendidikan, sektor swasta dan investasi hijau, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Generasi muda khususnya Komunita merupakan kunci penting guna mewujudkan cita-cita ini, tetapi mereka juga memerlukan kebijakan yang akurat untuk memaksimalkan potensi mereka.
Dengan demikian, #UangKita dan peran Komunita adalah sarana alternatif yang dapat mengakomodasi semua perubahan ini, tetapi hanya jika kebijakan publik dapat memberikan konstruksi yang jelas, mendukung inovasi, dan mendesain intensif yang tepat. Menghadapi situasi ke depan, kebijakan yang relevan dan adaptif dapat memungkinkan generasi muda untuk tidak hanya terbatas menjadi penerima manfaat, tetapi juga sebagai komponen penggerak utama ekonomi yang berkelanjutan di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H