Mohon tunggu...
Nanda Karuniko
Nanda Karuniko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Pendidikan Paulo Freire dalam Memandang Pembelajaran Jarak Jauh Masa Pandemi Covid-19

19 Desember 2022   20:35 Diperbarui: 19 Desember 2022   20:52 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang masif pada saat ini memang membawa pengaruh yang luar biasa bagi berbagai sendi kehidupan manusia. Dengan bantuan teknologi, jarak bukan lagi menjadi sebuah halangan. Teknologi seakan sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kelangsungan hidup manusia, dimana manusia telah melekat dengan produk hasil teknologi dalam menyelesaikan urusan dan pekerjaan sehari-hari. 

Dewasa ini koneksi dan interaksi antar manusia menjadi tidak terbatas, semua orang dipenjuru dunia dapat bertukar informasi dan berkomunikasi satu sama lain. Dunia seakan berada dalam satu genggaman, tidak ada lagi batas-batas yang berarti. Tidak dapat dipungkiri memang digitalisasi membawa dampak yang sangat signifikan dalam segala aspek, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan.

Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia membuat berbagai tatanan yang sudah ada sebelumnya lumpuh, begitu pun dengan tatanan dalam dunia pendidikan. Dengan demikian pendidikan harus merubah sistem pembelajaran konvensional yang sudah mengakar sebelumnya dan harus berupaya untuk beradaptasi dengan teknologi digital. Perkembangan teknologi digital menghidupkan kembali dunia pendidikan dengan menawarkan sistem pembelajaran modern yakni sistem pembelajaran jarak jauh.

Krisis kesehatan karna Covid-19 telah mendesak pengujian pembelajaran jarak jauh yang hampir belum pernah dilakukan secara serempak sebelumnya (Sun, et al., 2020) bagi semua stakeholder pendidikan yakni peserta didik, pendidik, hingga orang tua. Dalam masa pandemi Covid-19, lokasi, waktu dan jarak menjadi hal yang menjadi rintangan besar (Kusuma & Hamidah, 2020). Sehingga pembelajaran jarak jauh menjadi solusi untuk mengatasi kesulitan untuk mengadakan pembelajaran tatap muka secara langsung. 

Dengan demikian, inovasi dan adaptasi terkait penggunaan teknologi digital sangat dibutuhkan dalam menunjang proses pembelajaran (Ahmed et al., 2020). Dalam praktiknya pembelajaran jarak jauh mengharuskan peserta didik dan pendidik untuk melakukan transfer pengetahuan secara online. Pembelajaran jarak jauh dapat menggunakan berbagai platform berupa aplikasi, website, jejaring sosial maupun learning management system (Gunawan et al., 2020).

Dalam pembelajaran jarak jauh peserta didik dapat mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh pendidik meskipun tidak berjumpa langsung dengan pendidik disekolah. Pendidik pun tetap mengajar seperti biasa, walaupun tidak menyampaikan materi secara tatap muka dengan peserta didik. Di satu sisi hal ini merupakan sesuatu yang dapat membawa dampak kemajuan dalam dunia pendidikan dengan bantuan teknologi digital. Namun di sisi lain, hal ini juga dapat menyebabkan kemunduran dari kemanusiaan. 

Tidak sedikit dalam praktik pendidikan jarak jauh, pendidik hanya memberikan materi-materi dalam bentuk makalah dan power point saja tanpa disertai dengan penjelasan yang mumpuni terkait materi tersebut, dan juga beban tugas yang porsinya tidak sesuai dengan apa yang sudah diajarkan. Dalam kasus ini, pembelajaran jarak jauh menjadikan peserta didik hanya sebagai objek yang dijejali dengan materi yang diberikan oleh pendidik, dan hal ini menurut Paulo Freire merupakan pendidikan yang menindas, seorang pendidik layaknya penindas yang memberikan tugas dengan tidak manusiawi kepada peserta didiknya. 

Terdapat berbagai macam indikasi yang mengacu pada dehumanisasi pendidikan, yakni tenaga pendidik tidak memperhatikan keluhan apa yang dialami peserya didiknya dan tidak mempertimbangkan dengan baik dalam memberikan tugas sehingga dalam praktiknya pembelajaran jarak jauh sangat jauh dari sifat kooperatif.

Isi

Paulo Freire lahir pada 19 September 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di Brasil bagian Timur Laut, wilayah kemiskinan dan keterbelakangan dan meninggal di Sao Paulo, Brazil. Freire merupakan seorang tokoh pendidikan dari Brazil yang berpengaruh di dunia. Tertinggal dua tahun dibandingkan teman-teman sekelasnya, pada umur lima belas tahun dia lulus dengan nilai pas-pasan untuk dapat masuk sekolah lanjutan. Kemudian Paulo Freire menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutannya dan masuk ke Universitas Recife dengan mengambil fakulta hukum setelah situasi keluarganya membaik. Paulo Freire juga belajar filsafat dan psikologi bahasa sambil menjadi guru penggal-waktu bahasa portugis.

Pendidikan yang digagas oleh Paulo Freire adalah sebuah pendidikan yang membebaskan yakni pendidikan yang bersifat humanis. Pendidikan yang humanis dalam artian pendidikan yang memanusiakan manusia dan menjadikan pendidikan sebagai proses pembebasan. Freire mengemukakan bahwa pendidikan harusnya berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, dimana pengenalan ini bukan hanya bersifat objektif atapun subjektif, melainkan sekaligus keduanya objektif dan subjektif. 

Kebutuhan objektif untuk merubah keadaan yang tidak manusiawi senantiasa juga memerlukan kemampuan subjektif. Subjektivitas dan objektivitas merupakan proses dialektif yang ajeg dalam diri manusia dan dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Dalam hubunganya dengan proses dialektika yang ajeg maka pendidikan haruslah memenuhi 3 unsur, yaitu: tenaga pendidik, siswa atau peserta didik dan realitas dunia. Dimana tenaga pendidik dan peserta didik merupakan subjek sadar, sedangkan realitas dunia adalah objek yang disadari (Wahid, 2011:103-104).

Pembelajaran jarak jauh memang memiliki keunggulan yakni proses pertukaran informasi antara pendidik dan peserta didik masih dapat berlangsung walaupun melalui perantara digital tanpa harus melakukan pertemuan tatap muka, namun pembelajaran jarak jauh masih sering dianggap tidak memberikan hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran, pembelajaran jarak jauh masih menyediakan banyak celah yang harus diperbaiki. Pembelajaran jarak jauh lebih sering tebatas pada alur komunikasi satu arah saja, yakni menjadikan peserta didik sebagai objek semata. 

Para pendidik kerap kali memberikan materi dalam bentuk word dan power point saja tanpa memberikan penjelasan yang berarti, disertai dengan pemberian tugas yang porsinya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan, sehingga proses pembelajaran terkesan diatur sepihak oleh para pendidik dan peserta didik dituntut untuk patuh dan harus menguasai materi pembelajaran. Pendidikan yang seperti ini menurut Paulo Freire merupakan pendidikan yang mengarah pada dehumanisasi pendidikan.

Paulo Freire mengkritik tajam pendidikan yang seperti ini yang beliau katakan sebagai pendidikan gaya bank, dimana proses pembelajaran hanya seperti proses menabung. Pendidikan gaya bank memposisikan pendidik seperti nasabah, dan peserta didik dijadikan sebagai brankas tempat menyimpan uang nasabah. Materi yang diberikan oleh pendidik dikesankan sebagai uang yang disimpan dalam brankas. Proses penyampaian materi yang seharusnya dapat memancing daya kritis peserta didik, justru malah menjadi beban bagi peserta didik. Peserta didik hanya diharuskan untuk menghapal materi yang diberikan tanpa diberikan ruang untuk dapat mengolah dan memberikan pemahaman menurut sudut pandangnya.

Dalam pendidikan gaya bank juga memandang bahwa pendidik tahu segalanya dan peserta didik tidak tahu apa-apa, yang semakin memperjelas bahwa seorang peserta didik tidak boleh untuk melanggar perintah pendidik dan harus patuh dan menyesuaikan dengan apa yang disampaikan oleh pendidik. Jika keadaan ini berlangsung secara terus menerus maka akan mematasi dan membekukan nalar kritis peserta didik, meniadakan nalar kreatif dan menghilangkan karakter peserta didik.

Menurut freire untuk dapat lepas dari belenggu pendidikan gaya bank dibutuhkan pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang humanis dimana terjadi pertukaran informasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik. Dengan mengutamakan dialog dan interaksi antara pendidik dengan peserta didik maka akan tercipta sebuah interaksi yang dialektis, dari sinilah pendidikan akan menumbuhkan kesadaran dan daya kritis, bukan hanya menumbuhkan budaya bisu peserta didik. Dengan pendidikan yang dialogis pembelajaran bukan hanya tranfer ilmu pengetahuan semata tetapi dapat menghasilkan pendidikan yang berkarakter sehingga menjadikan manusia sebagai manusia yang seutuhnya.

Kesimpulan

Merebaknya pandemi Covid-19 ke seluruh penjuru dunia memang merubah berbagai tatanan yang sudah ada sebelumnya, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Pendidikan seakan dipaksa untuk bisa beradaptasi dengan teknologi digital untuk tetap bisa melangsungkan proses pembelajaran. Pembelajaran konvensional secara tatap muka tidak bisa lagi dilakukan dengan alasan kesehatan, dengan demikian pembelajaran jarak jauh pun mau tidak mau harus diberlakukan walaupun dengan berbagai celah dan ketidaksiapannya. 

Di satu sisi hal ini merupakan kemajuan dari dunia pendidikan, namun di sisi lain pembelajaran jarak jauh ini juga membuat manusia menjadi terasing. Dari pemaparan diatas mengenai konsep pendidikan humanis yang dikemukakan oleh Paulo Freire dalam memandang pembelajaran jarak jauh, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran jarak jauh yang saat ini dilaksanakan masih jauh dari kesan humanis karena tidak sedikit dijumpai proses pembelajaran yang komunikasinya satu arah saja dan peserta didik tidak memiliki ruang untuk dapat mengembangkan nalar berpikirnya. 

Pembelajaran jarak jauh masih menyisakan berbagai persoalan, masih terjadi bentuk-bentuk penindasan, peserta didik hanya dijejali materi dengan tidak diberikan penjelasan yang memadai dan beban tugas yang porsinya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan. Untuk dapat lepas dari belenggu dehumanisasi pendidikan ini dibutuhkan pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang humanis dimana terjadi pertukaran informasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik. Dengan mengutamakan dialog dan interaksi antara pendidik dengan peserta didik maka akan tercipta sebuah interaksi yang dialektis. 

Dengan pendidikan yang dialogis pembelajaran bukan hanya tranfer ilmu pengetahuan semata tetapi dapat menghasilkan pendidikan yang berkarakter sehingga menjadikan manusia sebagai manusia yang seutuhnya.

Daftar Pustaka 

Arta, I. G. A. J. (2021, May). Digitalisasi Pendidikan: Dilematisasi Dan Dehumanisasi Dalam Pembelajaran Daring Perspektif Filsafat Paulo Friere. In Prosiding Seminar Nasional IAHN-TP Palangka Raya (No. 3, pp. 96-107).

Rosyidah, I., & Ridlwan, M. (2022). Konsep Pendidikan Humanistik Perspektif Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire dalam Kritik Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19. Al Hikmah: Jurnal Studi Keislaman, 12(01), 79-88.

Herliandry, L. D., Nurhasanah, N., Suban, M. E., & Kuswanto, H. (2020). Pembelajaran pada masa pandemi covid-19. JTP-Jurnal Teknologi Pendidikan, 22(1), 65-70.

Collins, Denis. Paulo Freire, Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, Yogyakarta: Komunitas APIRU Yogyakarta, 2011.

Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. Terjemahan. Tim Redaksi. Jakarta: LP3ES, 2008

Freire, Paulo. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan. Terjemahan:  AloisA. Nugroho. Jakarta: PT Gramedia,  1984.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun