Berawal dari video yang beredar di masyarakat mengenai ucapan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu sedang melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu lantas mengutip surat Al-Maidah dan dianggap sebagai penistaan agama. Mengakibatkan suatu masalah yang menyebabkan amarah pada masyarakat islam di Indonesia. Menggerakkan hampir lebih dari satu juta jiwa untuk melakukan aksi damai dan menuntut pemerintahan Indonesia agar bersikap tegas terhadap permasalahan ini 4 November kemarin.
Dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok ini sendiri menimbulkan berbagai pendapat dari berbagai kalangan pula. Ada yang menyetujui kalau Ahok bersalah dalam hal ini, adapula yang merasa bahwa tak seharusnya masyarakat melakukan aksi damai besar-besaran namun berujung dengan ricuh.
Aksi kemarin menimbulkan berbagai macam pemikiran lagi. Seperti, sebenarnya kasus penistaan agama tak hanya terjadi saat ini. Banyak kalangan, misal remaja pada saat ini mudah sekali mempermainkan agama. Hanya karena Ahok adalah salah satu petinggi negara dan berbicara di depan khalayak maka dengan mudah ia ditunjuk dan disalahkan.
Walaupun statement misalnya “dibohongi oleh surat Al-Maidah” seperti itu akan menyakiti hati orang lain, namun umat islam juga tetap harus arif dan bijakasana dalam menghadapi masalah seperti ini. Untuk tidak menjadikan ayat suci Al-Qur’an sebagai alat untuk kepentingan politik dan partai. Dan juga agar tidak mudah terprovokasi.
Setelah aksi besar-besaran yang dilakukan masyarakat Indonesia kemarin, Polri yang segera mengambil tindakan untuk memproses pun menyatakan Ahok sebagai tersangka dari kasus dugaan penistaan agama ini. Setelah penetapan ini diharapkan tidak adanya lagi aksi turun kejalan. Seperti yang di ungkap oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin pada Rabu kemarin, “Karena prosesnya sudah berjalan, tuntutan penegakan hukum sudah berjalan dan transparan, menurut kami tidak perlu lagi ada demo menuntut-menuntut apa”.
Namun dengan dijadikannya Ahok sebagai tersangka ini jangan dinilai hanya karena untuk meredam unjuk rasa lanjutan yang rencananya dilakukan pada 25 November mendatang. Karena Polri pun sudah melakukan gelar perkara terbuka. Lalu perlukah unjuk rasa yang dikabarkan akan melibatkan lebih banyak massa ini dilakukan kembali? Jawabannya kembali pada para pembaca setia kompasiana yang saya rasa mampu berfikir secara bijakasana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H