tubuh yang dapat meningkatkan potensi risiko terkena berbagai penyakit yang bersifat tidak menular. Sindrom metabolik dapat diidentifikasi melalui lima indikator utama, seperti tingkat glukosa dalam darah, kelebihan berat badan terutama di bagian tengah tubuh, kadar trigliserida yang meningkat, tingkat High Density Lipoprotein (HDL), dan tekanan darah yang tidak stabil. Prevalensi sindrom metabolik terus melonjak dari tahun ke tahun, hal ini sesuai dengan data hasil survey NHANES 2011-2012 (National Health and Nutrition Examination Survey) di Amerika Serikat sebesar 46,6%, dan kemudian meningkat menjadi 50,4% pada tahun 2015-2016 (Hirode & Wong, 2020). Prevalensi sindrom metabolik di Indonesia tidak kalah tinggi, yaitu sebesar 21,6% (Lv & Zhang, 2019).
Memasuki abad ke-21 penyakit sindrom metabolik sangat menjamur di masyarakat. Sindrom metabolik merupakan suatu gangguan pada sistem metabolismePola makan menjadi salah satu faktor penting yang berperan dalam melonjaknya kasus sindrom metabolik. Pola makan mencakup beragam informasi yang menggambarkan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh seseorang. Sementara itu, konsumsi makanan adalah total jumlah makanan yang dikonsumsi. Pola makan yang tidak baik mendorong terjadinya berbagai macam penyakit metabolik. Beberapa contoh penyakit metabolik yang paling sering dialami oleh masyarakat Indonesia yaitu gangguan kardiovaskular, serangan stroke, dan diabetes mellitus tipe 2. berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim et.,al (2019) menyatakan bahwa seseorang yang sering mengonsumsi fast food dan junk food berisiko 1,1 kali lebih besar dibanding dengan mereka yang mengonsumsi makanan sehat.
Tubuh manusia ibarat mesin yang selalu bekerja tanpa henti. Setiap mesin yang beroperasi memerlukan bahan bakar, begitupula dengan tubuh manusia. Tubuh manusia memerlukan bahan bakar berupa nutrisi yang berasal dari makanan. Makanan yang kita konsumsi diproses sedemikian rupa oleh tubuh melalui proses yang panjang, pada akhir proses ini akan menghasilkan energi yang kita gunakan untuk beraktifitas. Agar nutrisi bagi tubuh tercukupi, kita tidak boleh mengonsumsi makanan secara asal-asalan. Dengan demikian kita perlu lebih selektif dalam mengonsumsi makanan. Demi mendapatkan bahan bakar optimal bagi tubuh, usahakan selalu mengonsumsi makanan yang berkualitas dengan cara mengonsumsi makan-makanan sehat yang kaya akan zat gizi.
Makanan sehat merupakan makanan yang berasal dari tingkat terendah rantai makanan atau makanan tanpa melalui proses pengolahan yang berulang. Dengan kata lain, makanan sehat merupakan makanan alami yang masih tinggi akan kandungan nutrisinya. Selain itu kebersihan serta cara pengolahan makanan juga berperan penting dalam menentukan apakah makanan tersebut sehat atau tidak. Menurut Volpp et.,al (2023) contoh makanan sehat yaitu buah dan sayur, biji-bijian, minyak nabati cair, sumber protein sehat (ikan, seafood, tanaman, produk susu tanpa lemak, dan daging tanpa lemak).
Seorang filus Yunani kuno sekaligus bapak kedokteran dunia yaitu Hippocrates pernah memberikan petuah populer yang berbunyi "Let your food be your medicine not your medicine be your food” atau “jadikan makananmu sebagai obat bukan obat sebagai makananmu”. Sejak ribuan tahun silam Hippocrates telah menyakini bahwa makanan dapat difungsikan sebagai obat. Makanan dengan fungsi seperti obat yang dimaksud oleh Hippocrates adalah makanan sehat yang kaya akan nutrisi. Bukan tanpa alasan, hal ini juga diungkapkan oleh Suwasono dalam bukunya yang berjudul Makanan dan Kesehatan bahwa makanan sehat mampu menunjang kesehatan tubuh.
Tidak berlebihan apabila Hippocrates mengatakan bahwa makanan dapat dijadikan sebagai obat, pasalnya makanan sehat adalah senjata utama kita untuk melawan penyakit kronis modern. Dengan menerapkan pola makan yang baik, asupan antioksidan untuk tubuh akan terpenuhi. Ketersediaan antioksidan berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh dan melawan dampak stres oksidatif. Pada akhirnya mengonsumsi makanan sehat meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit infeksi. Bagi sebagian besar penyakit sindrom metabolik, pola makan merupakan faktor risiko utama, sehingga perbaikan pola makan yang sederhana sekalipun dapat memberikan dampak yang signifikan bagi kesembuhan pasien.
Berdasarkan penelitian kohort yang dilakukan oleh Volpp et.,al (2023) mengonsumsi makanan sehat jauh lebih efektif dalam hal menyembuhkan penyakit dibandingkan obat. Hal ini terjadi karena kebiasaan dan pola hidup sangat mempengaruhi kesehatan tubuh. Makanan sehat secara alamiah mengandung berbagai komponen yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan recovery dari penyakit. Makanan sehat mampu mengatur kinerja jaringan tubuh yang saling berkaitan. Fokus utama dari nutrisi yang terkandung dalam makanan sehat adalah memperbaiki keseimbangan yang menjadi pemicu penyakit sekaligus memulihkan kesehatan tubuh dengan pendekatan intervensi pola makan, gaya hidup, dan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh
Dengan demikian, telah kita ketahui bersama bahwa makanan sangat mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Makanan yang sehat mengandung kaya akan nutrisi bagi tubuh. Nutrisi merupakan sumber kekuatan tubuh untuk melawan berbagai macam penyakit. Seseorang dengan ketahanan tubuh yang baik akan senantiasa sehat dan bugar. Lain halnya dengan makanan yang tidak sehat, makanan yang tidak mengandung nutrisi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan tubuh, terlebih lagi makanan tidak sehat yang tinggi lemak, tinggi kolesterol, dan tinggi natrium. Jenis makanan ini akan memperberat kinerja tubuh dan menjadikan tubuh rentan terhadap berbagai penyakit.
Oleh sebab itu, ditengah gempuran maraknya penyakit kronis di zaman modern ini, mulai dari saat ini penting bagi kita untuk mengubah kebiasaan konsumsi makan yang tidak sehat menjadi mengonsumsi makanan yang lebih sehat. Karena sejatinya makanan sehat bukanlah makanan yang mahal, namun makanan alami yang belum diolah berlebihan. Jadikan makananmu sebagai obat, sebelum obat menjadi makananmu. Karena makanan sehat adalah sebaik-baiknya obat.
Sumber
Hirode, G., & Wong, R. J. 2020. Trends in the prevalence of metabolic syndrome in the United States, 2011-2016. Jama, 323(24), 2526–2528.