Pendidikan bukanlah pintu untuk mencari uang, tapi yakinlah orang yang berilmu pasti akan dicari uang - Emang Haji
Itulah kata-kata yang terpampang besar pada dinding fasilitas agribisnis milik Pondok Pesantren Al-Ittifaq, yang memproduksi hingga 3 ton produk organik setiap harinya.
Pondok Pesantren yang terletak di Bandung ini sudah berdiri sejak 1934. Berada di Ciwidey, Rancabali, berbukit-bukit sawah dan pegunungan mengitari seluruh penjuru Pondok Pesantren.
Keindahan ini tersembunyi di tempat yang jauh; bagi anak-anak kota seperti saya, tak pernah terbayangkan akan indahnya alam Indonesia yang begitu dekat. Terlebih, begitu indahnya keberagaman bangsa ini.Â
Saat itu, pagi hari tiba. Dengan peci hitam dan tas berkemah yang besar, saya datang ke sekolah. Hari ini bukan hari biasa: hari ini adalah awal dari sebuah perjalanan.
Di saat-saat berkumpul bersama, dua orang guru menemani perjalanan kami. Satu per satu, gawai kami diambil, lalu dengan hati terbuka dan pikiran yang penuh penasaran, kami masuk dalam bus. Sebuah perasaan dalam diri bergejolak, sebuah rasa penasaran disertai kekhawatiran.
Inilah pengalaman saya menjalani Ekskursi, sebuah program imersif dari Kolese Kanisius yang rutin dilakukan setiap tahun. Mulai dari kunjungan ke Vihara, kedatangan ke kelenteng, bagi siswa kelas 12; dikala kesibukan sebagai pelajar, kisah di Pondok Pesantren Al-Ittifaq mengajarkan makna penting.
Our Journey
Kedatangan kami amat singkat, hanya 3 hari dan 2 malam; setengah dari hari pertama pun merupakan perjalanan. Tetapi, cuplikan tentang kehidupan para santri dan santriwati meyakinkan saya bahwa keberagaman bangsa ini tak ternilai.
Kadangkala, saya sebagai orang kota memiliki sebuah persepsi yang tidak sesuai terhadap pondok pesantren. Mungkin saja, sering diasosiasikan sebagai "kumuh" atau tidak berkembang. Tapi, itu jauh dari kenyataan sesungguhnya.
Kedatangan kami disambut dengan begitu hangat oleh Om Dandan, Kepala Pondok Pesantren.
Sebuah intisari bermakna saya peroleh dari beliau bahwa sesungguhnya, tidak ada alasan untuk selalu melibatkan perbedaan dalam segalanya. Kita semua berbeda. Bahkan seseorang yang terlahir kembar pun berbeda; maka, mengapa kita harus mempermasalahkan itu?
Sebuah pertanyaan tajam yang menyadarkan saya bahwa sesungguhnya, keberagaman itu bukan masalah; Justru, sebuah anugerah.
Bersama para santri santriwati, kami berkeliling wilayah Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang sedemikian luas; tak heran, bila banyak produk mereka pun sampai dijual di supermarket Lotte di seluruh Indonesia.
Benar bahwa Al-Ittifaq bukanlah pondok pesantren biasa; selain pendidikan keagamaan yang tentunya baik, para santri santriwati dibekali keterampilan yang sangat beragam.Â
Keindahan pendidikan di Al-Ittifaq menyadarkan saya betapa indahnya perbedaan.
Keberagaman di Indonesia, mulai dari sistem pendidikan, hingga keagamaan bukan sebuah alasan untuk menjauhkan diri satu sama lain. Justru karena berbeda itu, kita bisa belajar dari orang lain.
Selama bersama, saya diajak untuk membuat mochi, memanen kol, memberi makan sapi, hingga mencuci bahan-bahan makanan. Pendekatan praktik ini sebuah sisi indah tentang pengalaman nyata yang tak banyak orang dapatkan.
Menghidupi Pengalaman
Menjalani hidup sebagai sebagai santri ternyata tak mudah. Ketekunan para santri dan santriwati adalah sebuah hal yang saya kagumi ketika merasakan proses mengaji.
Jauh sebelum matahari terbit, para santri dan santriwati sudah menjalankan ibadat dan berdoa. Bukan satu dua hari, tetapi setiap hari mereka melakukannya.
Perjumpaan saya bersama mereka dalam studi membawa rasa senang. Meski kita berbeda, ternyata kita sama-sama kesulitan akan pelajaran yang sama. Entah itu matematika yang rumit, atau sejarah yang sangat panjang. Meski beragam, kita semua adalah pelajar.
Perbincangan singkat bersama mereka menyadarkan saya bahwa terkadang, perasaan kita tak jauh berbeda: rasa bosan, malas, hingga kesal.
Di tempat ini, saya kagum. Saya kagum akan cara pandang di Pondok Pesantren Al-Ittifaq.
Dikala membuat mochi dan berbincang, saya teringat akan kata-kata Om Dandan, pengurus pondok pesantren generasi yang ke-4.
Para pendiri Al-Ittifaq menyadari bahwa keagamaan senantiasa menjadi pusat dari pendidikan pondok pesantren; akan tetapi, pentingnya membekali para santri santriwati di kehidupan nanti dengan keterampilan nyata mendorong Al-Ittifaq untuk tak hanya sukses mendidik para santri santriwati, tetapi memiliki keterkaitan para alumni yang begitu erat.Â
Tak terbayangkan di benak saya membuat mochi di sebuah pondok pesantren jauh dari rumah.
Sebuah pengalaman umum bagi para santri, yang menggunakan buah-buahan hasil mereka sendiri pula menghasilkan produk-produk manisan seperti ini.
Keindahan alam Ciwidey menyejukkan perjalanan kami mendaki perbukitan berisi sawah yang terbentang sejauh mata melihat. Perjalanan yang tak mudah bagi kami tampak seperti hari biasa bagi teman-teman santri.Â
"Lebih 5 menit lagi sampai!", ucap seorang santri yang memandu saya, hampir 5 kali.Â
Kebersamaan itu amat berkesan, bersama-sama kita tertawa-tawa dengan kebohongan kata-kata "5 menit lagi" yang berujung hampir 1 jam silam; pada akhirnya, air Curug Bentang Padjajaran yang sedemikian dingin membasuhi seluruh tubuh, mengakhiri perjalanan panjang.
Seusai kembali, saya merasakan hal-hal yang tak ada di perkotaan. Saya diajak untuk memanen kol, salah satu hasil produksi terbesar di Al-Ittifaq.
Selama ini, tak pernah ku sadari begitu sulitnya merawat tumbuhan. Satu per satu diambil, dengan penuh perhatian dan kepedulian
Sama halnya dengan membesarkan seekor sapi dan domba. Selain perlu mempersiapkan pangan mereka, tempat tinggalnya pun perlu untuk senantiasa dirawat.
Mengikuti para santri dan alumni, ternyata Al-Ittifaq tidak hanya menjadi ahli dalam agrikultur pada umumnya. Mereka membudidayakan jamur.
Melihat proses dan teknik melakukannya sangat menakjubkan; mulai dari bibit, hingga pertumbuhan di tahap awal, kemudian disimpan dalam ruang khusus, prosesnya begitu kompleks dan lengkap.Â
Sepanjang 3 hari, kami makan bersama, berjalan bersama, hingga bernyanyi bersama. Dibalik pesona tertutup dan pendiam para santri dan santriwati tampilkan, kita sama. Sama-sama senang bernyanyi lagu pop modern, bercanda dan berkumpul, bahkan membicarakan masa depan.
Walau dikatakan penuh keberagaman, ternyata kita lebih mirip daripada yang disangka.
Terlepas dari perbedaan ritual keagamaan, makanan sehari-hari, kebiasaan belajar, pengalaman ini tak hanya mengajarkan saya pada toleransi. Nyatanya, saya menemukan lebih banyak kesamaan daripada perbedaan.
Makna
Kebersamaan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq bersama para santri membuka mata saya pada indahnya keberagaman umat beragama di Indonesia.Â
Menyaksikan pengajian yang disertai semangat luar biasa, dan hormat pada para pendahulu menyadarkan saya bahwa walau berbeda keyakinan, fondasi dan nilai-nilai yang kita junjung tinggi bersama selalu sama. Kami diterima dengan tangan terbuka; kami pun mengakhiri pengalaman ini dengan hati yang penuh.
Kita memang berbeda. Namun justru karena itu, kita bisa belajar dari satu sama lain. Pengalaman imersif 3 hari ini telah mengubah cara pandang saya tentang dunia sekitar. Tak perlu membandingkan diri dengan orang negara lain; bahkan, mungkin dengan teman sebelah rumah pun tak kenal.
Terkadang, kita membayangkan hal-hal yang salah tentang Pondok Pesantren. Dalam realita, mereka tak berbeda jauh dengan kita yang bersekolah di SMA, SMK, atau pun lainnya. Mereka jauh lebih berpengalaman, bahkan, dalam berbagai aspek kehidupan yang tak kita miliki di perkotaan.
Mengutip kembali pesan yang terpampang pada gedung tempat kami tinggal, "Pendidikan bukanlah pintu untuk mencari uang, tapi yakinlah orang yang berilmu pasti akan dicari uang."
Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah tempat yang istimewa. Saya sungguh percaya bahwa bila cara pandang itu kita jalankan bersama, dunia ini akan semakin indah, dipenuhi orang-orang seperti para santri santriwati yang begitu murah hati di Al-Ittifaq
Keberagaman menjadi harta terpendam yang hanya menunggu tuk digali bangsa Indonesia. Ketika bangsa Indonesia sudah siap nantinya, bersama-sama kita akan menyadari, bahwa keberagaman hanyalah ketidaktahuan pada hal yang belum familiar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H