Konon lebih parah lagi pasien lansia enggan melakukan kontrol ulang, apabila petugas tidak memotivasi dengan baik. Nakes perlu kesabaran ekstra menjembatani diri, membangun hubungan kepercayaan menggunakan soft skill dalam berinteraksi dengan pasien penyakit kritis.
Tiada salah memberikan apresiasi kepada pasien demi kesembuhannya, hindari ucapan dan tindakan yang melukai perasaan. Jangan sampai tekanan emosional justru merenggut nyawa pasien, karena serangan jantung dapat  mendadak brutal.
Tolonglah sekali waktu petugas yang arogan berganti peran menjadi sosok renta yang tertatih-tatih mencari akses pengobatan dan berusaha tetap tegar. Bahkan ada juga lansia pasca rawat nginap menggunakan kursi roda harusnya diprioritaskan, setibanya di layanan merasa kecewa atas penerimaan sang petugas kesehatan. Tidak ada salahnya dengan budaya antri, tetapi pasien dengan risiko jatuh patut diperhatikan. Disini butuh tata kelola yang bijak dan utamakan servis kepuasan pasien sampai terwujudnya pelayanan bermutu.
Seandainya nakes terlalu capek, sibuk banyak tugas penting, lalu bertindak kasar sehingga mengabaikan komunikasi efektif. Jujur, pada kondisi ini pasien merasa alam bawah sadarnya terpuruk, rasa nyaman terganggu, rasa dihargai dan diterima oleh orang lain menjadi krisis kepercayaan diri, itu pernah kita alami. Sungguh, kesannya sangat bertolak belakang dengan tujuan pengobatan penyakit yang mencakup pemulihan menyeluruh baik secara fisik, mental dan spiritual serta sosial.
Kita juga memahami, nakes mempunyai banyak problema dan punya tanggungjawab besar. Nakes juga manusia biasa tak luput dari kekhilafan. Disini juga penulis menghimbau kepada pihak pemangku jabatan untuk memberikan penguatan kapasitas baik dari segi finansial, study perbandingan, cek-up kesehatan, in-house training, public speaking, dan sebagainya melalui seminar, TOT, pengembangan karya ilmiah sehingga nakes pun mempunyai wawasan luas penuh kredibilitas dan terupdate.
Pilihan kolaborasi dengan bidang lain, spesialisasi psikolog yang sanggup membangkitkan harapan dan semangat pasien untuk sembuh dan bertahan dari progresivitas penyakitnya itu. Kerja team untuk memotivasi dan men-support pasien sangat dibutuhkan, uraian tugas ini sepertinya perlu dikoordinasi dengan pihak manajemen untuk menetapkan psikolog dan rohaniawan agar berperan dalam memberikan dukungan perawatan dan pengobatan terutama pasien jantung dengan usia lanjut.
Komunikasi terapeutik dapat membantu membangun hubungan positif antara pasien, paramedis dan tenaga medis yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil perawatan dan quality of life pasien dengan penyakit kritis. Mari tunjukkan citra baik dan dedikasi tinggi sebagai profesi mulia.