Mohon tunggu...
Nancy S Manalu
Nancy S Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - I am K-lover

To understand yourself, write

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Kerinduan Si Orangtua

3 November 2021   13:54 Diperbarui: 3 November 2021   14:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua pasti berharap untuk berumur panjang. Tapi sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menghadapi masa tua nanti, secara materi dan mental, dengan kenyataan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. 

Kita yang awalnya dimulai dari janin, bayi, anak-anak, dewasa dan tua, adalah suatu kepastian yang akan terjadi. Dari beberapa kejadian yang aku lihat, ketika menjadi tua/renta sifat alamiah kita kembali kekanakan, ingin diperhatikan atau lebih sensitif (karena mungkin tidak memiliki kemampuan fisik yang bagus lagi).

Saat aku SMU, opung/kakekku adalah seorang pensiunan PNS dan telah berumur 70-an. Beliau adalah seorang duda yang baru ditinggal meninggal oleh nenek, pasti perasaannya saat itu sangat sedih dan stress, ditinggal duluan oleh pasangan hidupnya. 

Karena merasa khawatir jika dia ditinggal sendirian di rumah sebab semua anaknya sudah berumah tangga dan tinggal berjauhan darinya, maka anak-anaknya menawarkan untuk tinggal di rumah mereka secara bergantian sesuai dengan keinginan kakek dia hendak ikut siapa. Yang aku perhatikan adalah dia tetap merasa kesepian. 

Bagaimana tidak, anak dan menantunya adalah orang-orang yang sibuk bekerja pergi pagi pulang malam, cucunya pun sudah bersekolah dan kalaupun ada yang masih kecil, sesekali dia pergi mengajaknya keluar di sore hari atau di waktu akhir pekan dia diajak keluar oleh anak-anaknya. 

Kalau dilihat sepertinya nyaman-nyaman saja. Tetapi suatu sore, aku melihatnya termenung dan merokok sendirian di balkon, tentu saja aku khawatir akan kesehatannya, karena aku baru pertama kali melihatnya seperti itu dan bagaimana jika anak-anaknya tahu. Dia melakukannya diam-diam dan akhirnya ketahuan juga setelah beberapa hari kemudian.

Seorang anak perempuannya mengajaknya berbicara secara mendalam mewakili anak yang lain, mereka ingin tahu apa yang kakek inginkan, bagaimana perasaannya dan apa yang bisa membuatnya bahagia. Akhirnya, kakek mengatakan bahwa dia ingin kembali ke kampung halamannya, dia ingin bertemu dan bergaul di sana dengan orang-orang seusianya di sana, dia rindu suasana itu. 

Setelah mendengar pengakuan kakek, akhirnya anak-anaknya melepas dia untuk tinggal di kampung halaman sesuai keinginannya dan anak bungsunya mengalah dan memilih pindah untuk menemaninya karena tidak tega juga melihat dia sendirian yang sepenuhnya tidak lagi mungkin bisa merawat dirinya sendiri. Sampai akhir hayatnya, dia menghembuskan nafas di suasana seperti yang dikehendakinya.

Kakek memiliki anak-anak yang mapan. Sepengamatanku, semapan apapun, sebesar apapun rumah anaknya atau sebaik apapun kondisi yang ditawarkan anak-anaknya untuknya, dia tetap memilih bahagia tinggal di rumahnya sendiri dikelilingi suasana kampung dan orang-orang seusianya, mungkin sepermainannya juga di jamannya.

Melihat kejadian viral yang belakangan ramai dibahas di jagat maya, beberapa anak disebutkan menelantarkan orang tuanya, terjadi begitu banyak opini yang berlawanan. 

Agak bingung juga begaimana menanggapinya. Sebenarnya, intinya adalah komunikasi anak dengan orang tuanya dan si orang tua juga terbuka pada anaknya, sehingga tidak terjadi salah pengertian. Tetapi yang sifatnya menelantarkan dalam arti membuang dan tidak peduli adalah tidak dibenarkan sama sekali. Jangankan menelantarkan orang tua atau anak, menelantarkan hewan peliharaan saja sangat tidak mulia, bukan.

Puji Tuhan, jika kita mampu dengan tangan sendiri merawat orang tua, tetapi bagaimana jika kita tidak mampu karena kesibukan dan keperluan mengejar kehidupan kita masing-masing? Bagaimana dengan panti jompo?

 Disinilah banyak silang pendapat di masyarakat kita. Menurutku, ini adalah alternatif terakhir, pilihan 'mentok' dengan catatan jika orang tua pun menyetujuinya dan kita mampu secara materi untuk membiayai kehidupannya disana. 

Permasalahan lainnya adalah, apakah ada panti jompo yang layak di negeri ini? 'Layak' dalam arti memiliki fasilitas kesehatan yang diharapkan, fasilitas sehari-hari yang bersih dan layak pakai/huni atau karyawan yang menangani para lanjut usia apakah sesuai dengan kompetensinya. 

Di beberapa film Korea yang aku tonton, panti jomponya benar-benar keren dan bagus, akan tetapi, mindset 'people' di negara kita: 'meletakkan orang tua di panti jompo ibarat membuangnya'. 

Mindset ini sebenarnya tidak salah juga, mengingat panti jompo di negara kita mungkin belum ada yang selayak di negara Korsel sana, jadi kesan disini masih negatif. Aku pribadi juga belum pernah datang ke panti jompo dan bahkan tidak tahu di kota ini ada fasilitas itukah. Aku hanya pernah melihat panti jompo pada liputan di Televisi di suatu kota. 

Merawat orang tua adalah kewajiban anak, di semua agama pun menyetujui hal ini, bukan? Karena yang muda saat ini pun kelak akan menjadi tua. Bagaimana perlakuan kita saat ini, kemungkinan di masa nanti seperti itu jugalah yang akan kita tuai.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun