Tulisan ini mencoba menawarkan solusi bagaimana menciptakan lingkungan yang literat, sehingga guru dan siswa memiliki minat membaca dan menulis yang kuat.
Gerakan Literasi Sekolah, Starting Point
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan pemerintah yakni gerakan pembiasaan membaca 15 menit sebelum belajar, seyogyanya menjadi pintu masuk (strarting point)Â bagi guru untuk memiliki keinginan dan gairah membaca dan menulis.Â
Mengapa menjadi starting point, sebab dalam GLS, peserta didik didorong untuk terbiasa membaca, merangkum, mendeskripsikan, dan membuat jurnal dari apa yang mereka baca.Â
Persoalan yang muncul saat ini adalah bagimana peserta didik memiliki empat kemampuan tersebut, kalau sekolah dan guru pun tidak begitu paham terhadap apa dan bagimana GLS tersebut.Â
Fakta di lapangan menunjukkan, mayoritas guru dan sekolah/madrasah baru bisa menyediakan waktu 15 bagi anak untuk menuju perpustakaan sekolah, peserta didik membaca buku yang dia sukainya, selesai 15 menit, mereka masuk kelas memulai pelajaran sesuai jadwal, tanpa melalui tahapan GLS di atas (membaca, merangkum, mendeskripsikan, dan membuat jurnal).
Fenomena ini muncul disebabkan lemahnya pemahaman terhadap apa dan bagimana tahapan GLS tersebut. GLS dipahami hanya sekedar gerakan pembiasan membaca selama 15 sebelum belajar.Â
Selain pemahaman yang minim terhadap GLS,  juga  belum adanya dukungan yang maksimal dari pelbaagi pihak. GLS belum didukung adanya aturan yang jelas, baik petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun pentunjuk teknis (juknis), belum adanya pelatihan-pelaatihan tentang GLS secara terprogram, yang ada baru sekedar infrormasi dan anjuran dari pihak terkait dan belum ada dukungan buku yang lengkap terhadap perpustakaan sekolah/madsarah.
Model Ekologi Social Bronfenbrenner, Solusi Lahirkan Lerat
GLS sebagai bagian dari upaya melahirkan lingkungan yang literat, harus dilakukan melalui proses interaksi antara; Â guru yang paham akan literasi, komite yang paham literasi, siswa yang paham literasi, masyarakat yang paham literasi, dan pemerintah yang paham literasi. Â Kita bisa belajar dari model ekologi social Bronfenbrenner.Â