Mohon tunggu...
Nana Supriatna
Nana Supriatna Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemerhati Pendidikan, Literasi dan Sastra

Berkarya, Bergerak menumbuhkan literasi yang sangat kurang di dunia pendidikan Indonesia semoga terus menggali dan mencari pengetahuan di dunia Pendidikan, agar Pendidikan Indonesia maju dan Bergerak di era yang terus berkembang dan dinamis. " terus berkembang dan berbuat dalam kebaikan karena sesungguhnya kebaikan akan membuahkan kebaikan pula."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dia, Cerita dan Cita-cita

29 Agustus 2022   15:12 Diperbarui: 29 Agustus 2022   15:23 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia, Cerita dan Cita-cita

Tahun 1984 tepatnya Bulan Agustus, lahirlah seorang insan / anak cucu Adam, nama nya bukan Harum, Yana begitulah tetangga disekitar memanggilnya, menggelitik namun patut di ulik, karena dibalik kisah hidupnya penuh kiat yang membawa dia menjadi sosok yang punya kisah penuh dengan roman kehidupan yang mengharukan.

Tahapan demi tahapan kehidupan dia lalui secara tersamar seolah-olah tidak ada orientasi ke masa depan, tingkat demi tingkat pendidikan dia lalui dengan stop start bahkan jalan ditempat, namun dia pernah berucap cita-citaku adalah ingin menjadi seorang guru, dari mulutnya terucap dengan segala kepolosan pada masa itu.

Dia tidak pintar tapi lumayan dalam penilaian baik sikap, pengetahuan maupun keterampilan. SD, SLTP Lulus, namun ada satu kisah dibalik dia untuk menjejakkan sekolah ke tingkat SLTA, bergelut dengan mulut kedua orang tua yang telah membesarkannya bukan melahirkannya, namun dia sayangi dan dia banggakkan hingga saat ini, dengan alasan tidak mampu untuk membiayai, diapun kalah dan putus sekolah.

Kemudian dia bekerja di salah satu Toko grosir kelontong disebuah pasar dengan harapan bisa mengumpulkan uang untuk dapat melanjutkan sekolah. Namun tidak kurang dari delapan bulan dia pun keluar, karena bergaul dengan orang dipasar harus siap fisik dan mental, karena hampir saja dia kehilangan nyawa karena sebuah kesalahfahaman dengan manusia tak bermoral. 

Diapun kemudian berangkat ke kota metropolitan mengadu nasib dengan satu tujuan tetap dapat mengumpulkan uang untuk dapat melanjutkan sekolah. Bulan demi bulan berlalu Tahun berganti, pada tahun ajaran baru berikutnya, tepatnya pada bulan ke enam tahun itu, dia lupa pulang ke kampung halaman hingga telat untuk dapat masuk sekolah lagi. 

Karena tidak melanjutkan sekolah pada tahun itu, diapun pergi lagi ke kota Bandung tepatnya Padalarang, dia bekerja kembali sebagai kernet angkutan kota, penunggu bengkel hingga bekerja disalah satu perusahaan penyedia barang rumah tangga dan elektronik dengan sistem pembayaran angsuran.

Dua tahun berhenti sekolah tak menyurutkan dia untuk tidak melanjutkan sekolah, tepatnya tahun jaran berikutnyapun tiba, dan dia bergegas pulang ke kampung halaman dan melanjutkan lagi sekolah dengan uang yang dia kumpulkan hingga dia lulus dengan nilai yang memuaskan.

Singkat cerita setelah lulus diapun pergi lagi ke kota hujan, tepatnya kota Bogor, dan diapun mencari dan mencari sosok yang melahirkan dia yang selama 21 tahun tidak pernah tahu wajahnya seperti apa, umi begitu dia memanggilnya, beliau dengan beribu alasan mengutarakan kenapa dia diberikan kepada orang lain, semua demi kebaikan anaknya sendiri, pemikiran beliau mungkin kalau dia tumbuh besar dan berkembang dengan nya, mungkin dia tidak akan lulus sekolah tingkat SD pun seperti kakak perempuannya, tanpa beliau tahu bahwa sesungguhnya tinggal dengan orang lainpun tidak semudah dan seindah apa yang diinginkan dan diimpikannya.

Petualangan tidak berhenti disitu, dia bekerja dari tukang sapu jalan, rongsokkan, pedagang goreng ayam hingga dia melamar jadi sales marketing disebuah perusahaan retail di kota Bogor disalah satu Mall dekat Kebun Raya Bogor, yang pusat kantornya di Kalibata Mall Jakarta timur.

Dari trainer, junior marketing, senior hingga dia sampai supervisor dan koordinator perusahaan cabang di kota Pekalongan Jawa Tengah hingga akhirnya dia ditarik kembali kepusat Jakarta karena dia mengajukkan pindah.

Karier demi karier dia bangun agar apa yang menjadi keinginannya ( cita-citanya ) dapat terwujud, dia ingin mendapat gelar sarjana, tepatnya tahun 2008 dia daftar disalah satu perguruan tinggi di kota Cimahi. 

Pada tahun 2011 tepatnya bulan Pebruari, dia merasa bahwa sudah waktunya dia menata rasa meniti hati dan menjalin silatutrahmi antar insan dalam bentuk bingkai mahligai rumah tangga, diapun menambatkan hatinya pada seorang wanita dan menikahinya untuk memenuhi kesepurnaan sebagai makhluk Tuhan begitu menurut agama yang dianutnya.

Selang satu tahun menikah dia pun lulus menjadi Sarjana, di saat itulah air mata tak terbendung, hati berdetak seolah tak bergerak rasa syukur dengan apa yang dia peroleh atas usaha dan doá terucap begitu dahsyatnya, dia  menggapai gelar yang dia dambakan dan yang dicita-citakkan hingga  dia memiliki quote sendiri yang dia sematkan “ Tiada kisah yang tercipta tanpa rasa, tiada kesedihan bila tidak di iringi dengan duka, tiada kenangan tanpa kesan”, inilah perjuangan yang dia banggakan dan dia menggapainya. 

Setelah lulus diapun melanjutkan karier yang dia bangun sampai suatu titik dia berwirausaha sendiri, dengan beberapa karyawan yang dia bawa dari kampung halaman.

Dia berjuang dengan tidak mudah dan gampang, tidak seperti seperti orang kebanyakkan, dimana  yang ingin sekolah tinggal bilang papah, dan yang ingin jajan tinggal bilang mamah, dia beda dengan yang lain bahkan sangat-sangat beda. Itulah yang membuat dia bangga dengan segala pencapaiannya.

Syukur selalu terpanjatkan dalam setiap gerak jiwa dan gerak kaki dalam menjalani disetiap hari dan waktu. Titik temu pun menentukkan takdir bahwa perusahaan yang dia bangun mengalami kemunduran dan kebangkrutan yang signifikan disaat waktu kelahiran anak kedua, dia pun diam, Kacau dengan segala gelisah tidak bertuah, sampai sang istri berkata’ ini bukan akhir segalanya, kegagalan adalah tempat untuk kita beristirahat, agar kita bisa bangkit kemudian. 

Tuhan sayang kepada kita, karena tidak setiap yang kita inginkan Dia diberikan, karena Tuhan tahu apa yang kita butuhkan.

Inilah kisah yang membuat dia flashback kemasa kecil bahwa dia bercita-cita untuk menjadi seorang guru, Maka sejak saat itu dia melamar untuk mengajar disebuah sekolah swasta di bandung barat karena kebetulan dia ikut dengan alamat tempat tinggal sang istri. Berjalan satu semester mengajar di sekolah tersebut, pemerintah mengumumkan bahwa akan  ada penerimaan  calon pegawai negeri sipil pada tahun 2018, dan dia pun ikut dalam seleksi tersebut dengan perjuangan yang luar biasa dan berbeda dengan peserta lainnya, dikarenakan dia sadar diri bahwa dia menjadi guru saja baru seumur jagung, maka dia belajar apa itu pedagogik, TIU, TWK dan TKP. 

Namun ternyata takdir Tuhan bersamanya dia lolos dan berhasil melewati tahap demi tahap seleksi tersebut dengan doá dan jerih payah tentunya.

Tepat ditahun 2020, satu tahun sudah dia menjadi abdi Negara semoga dia menjadi pelayan publik yang berdedikasi, dan ber-ANEKA( akuntabilitas, nasionalisme, etika publik, komitmen mutu dan anti korupsi ), sesuai ketentuan yang berlaku untuk ASN di Negara tercinta kita ini, dan yang paling utama tertanam dalam pribadi itu sendiri bukan hanya menjadi catatan pedoman saja.

Inilah dia dengan segala cerita itu, dengan getir berani berujar bukan untuk menyombongkan atau menepak dada sendiri, tapi ini cerita semoga menjadi hikmah bagi diri pribadi penulis dan mudah-mudahan menjadi catatan bagi yang membaca, dengan kerendahan hati semoga ini menjadi ,motivasi diri bahwa pendidikkan tidak semata-mata dapat dikecap dengan mudah, ada dan bahkan banyak diluar sana yang menginginkan dan mengecap pendidikkan namun terkendala oleh suka dan duka kehidupan itu sendiri, yang mana untuk menggapai itu semua  butuh perjuangan, pengorbanan bahkan air mata yang harus dikeluarkan.

“maju dan jayalah pendidikkan Indonesia dan terus bergerak dengan  Transportasi digital menuju era society 5.0”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun