Mohon tunggu...
Nana Sujana
Nana Sujana Mohon Tunggu... Human Resources - Praktisi Pendidikan, Pembelajar Sosial, Litbang Sekolah Laz GCS, dan Penulis Buku.

Jadilah Manusia yang selalu bermanfaat buat orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendahulukan Kepentingan Orang Lain di Atas Diri Sendiri

1 November 2019   13:29 Diperbarui: 22 Juni 2021   21:17 3588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendahulukan Kepentingan Orang Lain di Atas Diri Sendiri (Sumber: kiva.org)

Altruisme berarti sikap mendahulukan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi atau golongan. Ini merupakan sikap yang amat mulia dalam pandangan Islam, bahkan dalam pandangan semua agama. 

Dalam istilah agama disebut itsar () adalah mendahulukan orang lain dari pada diri sendiri. Satu sifat yang mungkin sudah agak sulit kita temukan kini. Padahal itsar adalah salah satu akhlak yang paling utama. 

Bahkan dalam beberapa tulisan tentang tingkatan ukhuwah, itsar berada pada tingkatan tertinggi dalam implementasi ukhuwah islamiyah

Dalam salah satu hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) didunia dan di akhirat. 

Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya." (HR Muslim)

Seseorang yang gemar membantu orang lain, memudahkan banyak urusan orang lain, bahkan lebih mengutamakan kepentingan orang lain dibanding kepentingannya sendiri tentu akan memperoleh banyak simpati dari orang-orang di sekitarnya, terlebih lagi oleh mereka yang pernah dimudahkan urusannya dan dibantu penyelesaian masalahnya sehingga akan menimbulkan rasa simpati dan saling menyayangi satu sama lain.

Ada sebuah kisah yang sangat menyentuh dari banyak kisah sahabat yang pernah diriwayatkan. suatu ketika, keluarga Ali bin Abi Thalib bersama isterinya, Fatimah Az Zahra, pun berpuasa. 

Menjelang tiba waktu berbuka di hari pertama, hanya tersedia dua potong roti untuk makanan berbuka. Ketika waktu berbuka tiba, belum lagi keduanya menyantap roti tersebut, datang seorang fakir miskin yang mengetuk pintu mereka seraya meminta makanan lantaran perutnya belum terisi sejak beberapa hari. 

Baca juga : Kepentingan Diri di Era Modern

Urunglah Ali dan Fatimah melahap roti yang sudah digenggamnya, mereka pun meneruskan berpuasa hingga keesokan harinya.

Di hari kedua berpuasa, mereka pun hanya memiliki sepotong roti untuk dimakan berdua pada waktu berbuka nanti. Seperti halnya hari kemarin, tiba saatnya berbuka, pintu pun kembali terdengar diketuk seseorang. 

Rupanya seorang anak yatim yang meminta makanan karena kelaparan. Tak kuasa menahan iba, Ali pun memberikan sepotong roti itu kepada anak yatim itu. Keduanya kembali berpuasa.

Ujian memang selalu diberikan Allah kepada orang seperti Ali dan Fatimah. Bahkan di hari ketiga berpuasa pun, sepotong roti yang mereka punya pada saat menjelang berbuka ikhlas mereka berikan kepada seorang tawanan yang baru saja bebas namun tak mempunyai makanan. Ali, Fatimah, dan kedua anaknya, Hasan dan Husain mengerti bahwa semua ini hanyalah ujian kesabaran dari Allah.

Sebuah pelajaran yang teramat mengharukan dari keluarga Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang penyabar. Betapa Allah tengah menguji mereka, akankah mereka tetap beriman dan mau menyedekahkan rezeki milik mereka kepada orang lain, meskipun mereka teramat membutuhkan. Bahkan kisah yang teramat indah ini Allah lukiskan dalam Al-Quran Surat Al-Insaan (76): 8-10, agar menjadi pelajaran bagi kebanyakan manusia.

Memberi di saat berlebih adalah hal mudah, meski tidak semua orang melakukannya. Tetapi memberi di saat kita membutuhkan, hanyalah orang-orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah di surga kelak yang sanggup melakukannya. Butuh perjuangan, keikhlasan dan kesabaran untuk meniru apa yang dilakukan Ali bin Abi Thalib beserta keluarganya. Tentu saja kita bisa, jika kita mau.

Kisah lain, adalah kisah tiga orang sahabat Nabi di Perang Yarmuk yang dengan sempurna memberikan contoh kepada kita tentang apa itu mendahulukan orang lain dari diri sendiri. Kisah ini terjadi pada akhir Perang Yarmuk. Saat itu ada tiga orang mujahid yang terkapar dalam kondisi kritis. Mereka adalah Al-Harits bin Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi'ah, dan Ikrimah bin Abu Jahal.

Ketika itu Al-Harits meminta air minum. Ketika air didekatkan ke mulutnya, ia mengetahui kondisi Ikrimah juga dalam keadaan yang mengkhawatirkan seperti yang ia alami. Lalu ia pun berkata kepada si pembawa air, "Berikan dulu kepada Ikrimah,". Seketika itu pula si pembawa air menuju tempat Ikrimah tergeletak tak berdaya untuk memberikan air kepadanya. 

Baca juga : Dalam Proses Tampak Adanya Kepentingan

Ketika air didekatkan ke mulut Ikrimah, ia melihat Ayyasy menengok kepadanya. Ia juga melihat Ayyash sedang dalam kondis kritis seperti dirinya atau bahkan mungkin lebih parah lagi. Lalu dengan tegas Ikrimah berkata kepada si pembawa air, "Berikan dulu kepada Ayyasy!". Si pembawa air pun langsung menuju tempat Ayyash. 

Ketika air minum didekatkan ke mulut Ayyasy, ternyata didapatinya Ayyashs telah syahid. Orang yang memberikan air minum segera kembali ke hadapan Harits dan Ikrimah, namun ia juga mendapati bahwa keduanya telah menemui syahidnya.

Kesadaran inilah yang perlu kita tumbuhkan pada setiap diri kita masing-masing, khususnya sebagai orangtua dan juga pendidik. Kita harus memulai mentransfer nilai-nilai mulia ini kepada anak-anak kita sejak dini. 

Dari kisah diatas dapat mengambil pelajaran, bahwa kemuliaan hidup hanya dapat diraih dengan tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang lain, jujur dan selalu berbagi dengan orang lain.

Baca juga : Demi Kepentingan Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun