Karangtalun (01/08/2020) – Pandemi virus corona yang sedang terjadi di dunia ini tentunya mengubah segala hal, termasuk mengubah pikiran masyarakat Indonesia.Â
Di zaman sekarang, informasi sangatlah cepat didapat, bahkan dalam hitungan sekian detik sudah bisa mengakses informasi dari seluruh penjuru dunia. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu masyarakat Indonesia dalam menyikapi dan berpikir tentang pandemi virus corona.Â
Media pembawa informasi melalui internet sangatlah beragam, oleh karena itu penting untuk memilah dan memilih informasi mana yang valid. Banyak keresahan masyarakat timbul akibat dari menerima informasi yang salah (hoax) dari sumber yang tidak bisa dipercaya. Maka dari itu, edukasi tentang memilih dan mengkonfirmasi berita atau informasi yang benar harus ditekankan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan hasil survei, kebanyakan masyarakat hanya membaca satu sumber berita yang didapatkan melalui media sosial seperti Whatsapp, youtube, instagram, dan sebagainya. Padahal satu sumber berita saja sangat kurang untuk mengkonformasi kebenaran suatu berita tersebut.Â
Akibat kurangnya edukasi tentang membaca berita, masyarakat cenderung mudah tergiring dan terprofokasi oleh suatu media, apalagi media tersebut sudah besar dan mempunyai nama terkenal.Â
Akan tetapi, alangkah baiknya apabila  mencari beberapa sumber lain yang relevan dengan berita yang didapat, lalu mengkonfirmasi terlebih dahulu. Sumber yang dianggap valid bisa dari jurnal penelitian, artikel resmi, atau dari seorang yang mempunyai kapabilitas mengenai bidang yang bersangkutan dengan berita.
Salah satu keresahan masyarakat akibat dari kurangnya edukasi dan kurangnya sumber informasi adalah tentang prosedur dan pengertian rapid test atau tes cepat yang baru-baru ini digalakkan oleh pemerintah untuk menskirining masal ditempat-tempat tertentu seperti pasar. Banyak masyarakat yang takut untuk di test, dan memilih pulang.Â
Ketakutan mereka disebabkan karena stigma yang salah, menganggap orang yang terpapar corona adalah suatu aib yang harus ditutupi, menjadi perbincangan semua orang, dan harus melakukan isolasi mandiri. Hal ini menjadi suatu problematika yang menjadi latar belakang dari program KKN Undip Tim II dalam menyusun program kerja, yaitu mengedukasi masyarakat tentang bagaimana cara memperoleh informasi yang benar dan mengedukasi tentang prosedur rapid test yang benar.
Selain stigma negatif yang membuat masyarakat takut, pengertian hasil dari rapid test juga menjadi bahan perbicaraan di masyarakat, mereka menganggap bahwa hasil yang reaktif itu sama dengan positif corona. Maka dari itu, banyak masyarakat yang takut untuk di test. Mindset yang keliru ini menjadi tantangan tim KKN undip untuk mengubah mindset masyarakat yang salah.
Dengan keterbatasan yang ada, mahasiswa KKN Undip tim II mempunyai ide untuk membuat buku saku tentang desa tangguh melawan covid-19. Meminimalisir untuk tidak harus mengumpulkan masyarakat dalam satu tempat, media buku saku online ini dirangkum dengan bahasa yang sangat mudah dipahami masyarakat untuk mengedukasi tentang berbagai persepsi yang selama ini keliru.Â
Model buku saku online ini dibuat supaya masyarakat memanfaatkan smartphone untuk membaca 24 halaman buku saku, daripada membaca informasi yang kurang bisa dipercaya dan menimbulkan persepsi yang salah.
Akhirnya, modul buku saku desa tangguh covid-19 ini disebarkan via online melalui media sosial whatsapp oleh mahasiswa KKN Undip tim II, serta memberikan kesempatan kepada warga Dusun Salaman untuk berdiskusi bersama dengan cara tanya jawab atau menyampaikan opini tanpa harus bertatap muka secara langsung. Hal ini dinilai lebih efektif waktu, tempat dan memanfaatkan fasilitas yang ada, karena hampir seluruh warga Dusun Salaman dapat mengakses internet dan mempunyai smartphone.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H