Mohon tunggu...
Nanang Suryadi
Nanang Suryadi Mohon Tunggu... -

Nanang Suryadi, lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Aktif mengelola fordisastra.com. Buku-buku puisi yang menyimpan puisinya, antara lain: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu (Dewata Publishing, 2002) sebagai kumpulan puisi pribadi. Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995 ), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan (FPSM, 1994), Pelataran (FPSM, 1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa-KSI, 1997), Resonansi Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002 ), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, 2003), Dian Sastro for President #2 Reloaded (AKY, 2004), Dian Sastro for President End of Trilogy (Insist, 2005), Nubuat Labirin Luka Antologi Puisi untuk Munir (Sayap Baru – AWG, 2005), Jogja 5.9 Skala Richter (Bentang Pustaka - KSI, 2006), Tanah Pilih, Bunga Rampai Puisi Temu Sastrawan Indonesia I (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, 2008), Pesta Penyair Antologi Puisi Jawa Timur (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2009) Email: nanangsuryadi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku adalah Cahaya di Dalam Mimpimu

2 Agustus 2011   09:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:09 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kumasuki negeri-negeri asing, di mana entah, mungkin dalam kepala yang menyimpan dongeng,

kita adalah para pendongeng, yang menyimpan ingatan, sekecil apapun peristiwa,

terkalah dimana akan berakhir cerita, terkalah, hingga dipahami segala, mungkin mimpimu menjelma

aku ingin mendongeng untukmu, dongeng yang entah, dongeng yang tak pernah ada, hingga kau takjub

mungkin tentang engkau yang menelusur jalan ke cakrawala, membusurkan harap ke bintang-bintang yang jauh,

aku ingin dongeng yang selalu berbahagia, mungkin bunga-bunga mekar, atau cuaca yang selalu cerah ceria, katamu

mari, aku dongengkan tentang malam yang pekat, dan setitik bintang, terang yang nyata di kelam langit

sebutir bintang di langit yang hitam, cahayanya sampai di matamu, mungkin rindu yang diisyaratkan, dari balik waktu

dari balik waktu, dari bilik waktu, merambat cahaya secepat cahaya, ukurlah jarak rindu terjauh,

cahaya yang berbeda, cahaya yang hanya ada di dalam sebuah mata, penuh cinta

mari kita tafsirkan isyarat, kerdip cahaya, bintang di kejauhan: bunga-bunga yang mekar, wewangian murni, harum tubuhmu

jangan lekas tertidur, dongengku belum selesai, atau mungkin kau bosan? mendengar dongeng di dalam kepalamu sendiri

penunggang cahaya, pangeran yang merindu cahaya mata, mengisyaratkan rindu, dengan titik debu bintang, kerdip yang sampai

di matamu cahaya berenang-renang, kesenyapan yang menghisap segala kenang, dari balik waktu, dari bilik waktu, cahaya

dan aku adalah cahaya, di dalam mimpimu, yang mendongeng malam ini, untukmu

Malang, 5 Mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun