Mohon tunggu...
Nanang Sunarya
Nanang Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Mengaji dan Membumikan Diri

Peminat Sosial Budaya, Sekretaris Umum PGRI Provinsi Jambi, Pemandu Acara BERANDA BUDAYA TVRI JAMBI, Pengurus Dewan Pendidikan Provinsi Jambi, Jambi, Instruktur Contextual Teaching and Learning, Alumni Jhon Thompson Fellowship,Education International Consortium Project

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kelahiran, Kematian, dan Sapu Lidi dalam Pertunjukan Teater Smanda Jambi "Menunggu Guru"

11 Maret 2023   20:10 Diperbarui: 11 Maret 2023   20:13 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kelahiran atau Kematian?

..............................................

Kenapa kita tidak mempersiapkan untuk sesuatu yang pasti datang?

.............................................

Setidaknya dua kalimat itulah  yang melekat dalam ruang batin saya ketika sore ini (Sabtu, 11 Maret 2023) menyaksikan pementasan Teater Smanda (SMA Negeri 2) Jambi dengan tajuk "Menunggu Guru" di Teater Arena Taman Budaya Jambi. Pertunjukan teater ini merupakan karya kreatif E.M. Yogisawara yang langsung disutradarai oleh dirinya sendiri. 

Kelahiran atau kematian?

Kelahiran dan kematian bukanlah sebuah pilihan. Kelahiran dan kematian menjadi sebab bagi keduanya. Kelahiran sesungguhnya akan mempersiapkan jalan  kita menuju sebuah kematian. Kematian sesungguhnya akan mempersiapkan jalan kita menuju "kelahiran" yang abadi. 

Kelahiran kita di dunia disambut dengan segala bentuk syukur. Air mata dan senyuman menjelma menjadi doa. Doa yang mengharapkan perjalanan hidup, kehidupan, dan berkehidupan yang baik dan membawa kemaslahatan bagi diri sang jabang bayi, kedua orang tuanya, agamanya, dan tentunya bangsa dan negaranya. 

Doa-doa itu pun  dirangkum dalam kenduri "Walimatul Tasmiyah dengan Walimatul Aqiqah" (pemberian nama dan pemotongan kambing sebagai bentuk rasa syukur) yang berlandaskan pada hadits nabi Muhammad SAW:  "Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya."  (HR. Bukhari) dan "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama." (HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah, Ahmad). 

Kelahiran mengantarkan kita pada hidup, kehidupan, dan berkehidupan di dunia. Setiap kita menjalani "naskah kehidupan" yang telah disiapkan oleh Sang Maha Pencipta. Setiap kita memiliki naskah yang berbeda, baik itu dari alur, seting, durasi waktu, kedalaman cerita, dan ending. Yang sama dari naskah itu adalah endingnya. Setiap kita akan mengalami ending (akhir cerita: kematian) dengan caranya sendiri-sendiri. 

Dalam pertunjukan "Menunggu Guru",  Rahel, Brenda, Zahra, Muthia, Risky, Kayla, Andara, Saddam, Aldo, dan Teguh sangat menikmati permainan dari satu episode ke episode lainnya. Kelas sebagai "ruang kehidupan" para siswa menjadi menarik untuk diisi dengan berbagai aksi dan kreasi kekinian. 

Semuanya bisa diakukan oleh siswa manakala mencoba menghidupkan "ruang kelas" yang menemaninya selama  tiga tahun di SMA. Saat guru belum hadir di kelas, setiap siswa memiliki kemerdekaan untuk mengekspresikan dan mempublikasikan dirinya di hadapan kawan sejawatnya. 

Para siswa mencoba memainkan perannya masing-masing sesuai dengan potensi diri yang dimilikinya. Tak jarang, siswa secara bersama-sama larut dalam permainan yang menghebohkan ruang kelas sambil sesekali menghadirkan kekonyolan yang tak terpikirkan. 

Mendengar informasi kalau guru mau masuk, para siswa kembali dalam perannya sebagai siswa yang taat aturan dalam ketertiban belajar di kelas. Itulah kehidupan para siswa di ruang kelas saat menunggu guru. Inilah gambaran kehidupan manusia di alam dunia: "Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau" (Al An'am: 32).

Sapu Lidi?

Birahi pikir saya tertuju pada properti Sapu Lidi yang dimainkan oleh para tokoh dalam"Menunggu Guru". Sapu Lidi secara harfiah umum dimaknai sebagai alat untuk membersihkan sampah (kotoran). Sang Sutradara, Wak Edi---sapaan edukasinya---sangat menyadari makna simbolik yang dimiliki oleh Sapu Lidi. 

Sapu Lidi ini ada dalam ruang kelas. Keberadaan Sapu Lidi di kelas menjadi sesuatu yang menarik untuk "dimainkan" oleh para siswa saat menunggu guru di kelas. Sapu Lidi bisa jadi alat permainan yang menarik bagi siswa: diputar, dikembangkan, diseret, dan bahkan dijadikan alat untuk "memecut". Setelah asik dimainkan, Sapu Lidi digantung dan menjadi saksi bisu kehebohan para siswa dengan tingkah polahnya yang penuh aneka warna senda gurau.

Para siswa adalah kita, manusia yang diciptakan Sang Pencipta untuk menghidupi dunia: yang tata kelolanya sudah didesain secara kaffah dalam catatan ayat suci, sunnah, ijma, dan kias. Di dunia, kita amat gegap gempita dengan segala bentuk pernak-pernik kehidupan duniawi. 

Di dunia, kita terjebak permainan yang mengantarkan kita lupa pada jalan pulang. Kita mabuk dalam senda gurau yang tidak ada habisnya. Tapi, Sang Maha Pencipta sangat tahu kelemahan kita, yang terjebak pada dosa-dosa. Diciptakannyalah "Sapu Lidi" untuk membersihkan sampah duniawi dalam diri kita. Sapu Lidi itulah sarana pertobatan kita kepada Sang Maha Pencipta, Pintu Tobat Sang Maha Pencipta yang disiapkan untuk kita, agar kembali pada naskah kehidupan dunia yang sebernanya. Tapi dasar manusia, Sapu Lidi itu malah dijadikan alat permainan dan kalau bosan memaikannya, digantungkan di salah satu sudut ruang. 

Saya mafhum pertunjukan teater ini bertajuk "Menunggu Guru". Guru adalah Sang Maha Pencipta. Kita hidup di dunia hanyalah sementara. Kita lahir ke dunia untuk melewati pintu kematian: pasti mendatangi setiap kita. Setelah kematian kita akan melewati masa yang ujungnya adalah kebangkitan: kelahiran di alam abadi. 

"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? (QS Al-An'am: 32). ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun