Mohon tunggu...
Nanang Nurbuat
Nanang Nurbuat Mohon Tunggu... Freelancer - masih mengabdi pada negri

Masih menjadi orang yang ingin mencoba ini itu kayak anak kecil

Selanjutnya

Tutup

Financial

Regional Payment Connectivity, Pengalaman "Living Like Home" UMKM ASEAN

19 Juni 2023   08:30 Diperbarui: 19 Juni 2023   08:36 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Sri Mulyani Tekankan Peran Penting UMKM di ASEAN | Republika Online 

Terobosan yang diusulkan oleh Indonesia dalam konferensi G-20 di Bali November tahun lalu mengusung beberapa agenda penting, salah satunya adalah penggunaan pembayaran digital antar negara/Cross Border Payment (CBP). Menurut Gubernur Bank Indoneisa, Perry Warjiyo, selama dekade terakhir sistem pembayaran berubah signfikan seiring inovasi, teknologi, dan mulai berkembangnya perspektif pembayaran lintas negara yang efisien. 

Sebagai bentuk nyata implementasi hal tersebut, Bank Indonesia langsung menggaet beberapa bank sentral ASEAN diantaranya Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT) untuk berkomitmen menggarap ide ini. 

Kedepan kosep ini diharapkan dapat menjadi katalistor perdagangan karena meningkatkan kemudahan transaksi mata uang antar negara dan sebagai pendorong perekonomian ASEAN. Namun pertanyaannya apakah UMKM akan diuntungkan?

Jika kita perhatikan secara mendalam, kontribusi UMKM di masyarakat ASEAN sangat besar.  Dari sisi penyerapan SDM, beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, dan Laos menyerap lebih dari 80% tenaga kerja. Dari sisi ekonomi makro UMKM memberikan kontribusi rata-rata 44% total GDP ASEAN. 

Selain menyokong ekonomi secara signifikan, UMKM juga sektor yang relatif kuat menghadapi guncangan eksternal seperti krisis moneter global dibandingkan manufaktur atau jasa. UMKM juga lah salah satu penyebab yang yang membuat negara-negara ASEAN dapat tetap bertahan ditengan pandemi virus novel coronavirus disease (COVID-19). 

Terbukti di tahun 2020 pertumbuhan GDP ASEAN dapat ditahan di -3,1%, lebih baik dibandingkan eropa (-5,5%) yang berbasis pada sektor jasa dan manufaktur (data: World Economic Outlook, April 2023). 

Oleh karena itu krusial bagi ASEAN untuk memberikan focus lebih kepada UMKM atas implementasi kebijakan regional payment connectivity (RPC) sebagai target utama sehingga bisa menjadi buffer ketahanan ekonomi secara komunal.

Para Bank Sentral di ASEAN otomatis menjadi motor utama dalam menyiapkan infrastruktur finansial, regulasi, insentif, dan komitmen antar negara. Namun demikian, penulis berpendapat untuk menyukseskan RPC dalam mendorong perekonomian ASEAN, khususnya sektor UMKM, perlu disipkan ekosistem pendukung ekstra meliputi edukasi literasi keuangan digital, dukungan finansial dan teknologi, serta memperkuat kerja sama dengan swasta.

Berdasarkan data World Economic Forum (2022), 42% UMKM ASEAN tidak mampu menerima dan mengirim pembayaran secara internasional dan itu pula mempersulit mereka untuk melakukan perdagangan lintas batas (cross border trading). 

Kondisi ini juga diamini oleh Alliance of Financial Inclusion (2021) yang menyatakan bahwa literasi keuangan masih menjadi tantangan besar bagi literasi keuangan digital di ASEAN. 

Dengan adanya RPC, tentu saja akan memberikan kemudahan transaksi perdagangan, baik di dalam dan antar lintas negara. Namun demikian, Bank Sentral perlu dukungan pihak lain seperti kementerian perdagangan, Kadin, bahkan Menteri Pendidikan untuk memberikan edukasi massif di setiap lini untuk mendorong tingkat literasi keuangan digital masyarakat di ASEAN. Iklan media masa, media digital, workshops, webinars, atau pelatihan-pelatihan di sentra UMKM misalnya. 

Dalam penentuan target edukasi juga harus tepat, sentra UMKM seperti pasar tanah abang dan cipulir untuk tekstil atau kelompok nelayan di Riau/pantai selatan Jawa adalah contohnya. Harapannya masyarakat manjadi tahu, mampu dan mau memanfaatkan RPC secara optimal. 

Bayangkan saja, orang Malaysia dapat membeli baju gamis made in Indonesia yang di jual di Tanah Abang dan cukup bayar pakai QRIS tanpa perlu bayar pakai dollar / menukar ringgit ke rupiah.   

Pe er selanjutnya adalah bagaimana UMKM dapat memiliki kemampuan berdagang di kawasan ASEAN yang di support oleh RPC. Hal ini tidak lepas dengan campur tangan pemerintah dalam meningkatkan keunggulan daya saing. 

Tentunya kemudahan bertransaksi tidak serta merta menjawab permasalahan perdagangan lintas negara bagi UMKM. Keterbatasan modal dan teknologi membuat produk sulit untuk memenuhi kebutuhan dengan voleme besar atau tidak mampu bertahan dalam proses pengiriman yang lama. 

Bayangkan saja anehnya, Indonesia yang memiliki perairan yang sungguh luas dan diversifikasi produk perikanan yang beragam masih harus impor ikan dari China dan Negeri Paman Sam senilai 461 M di awal tahun 2023 saja. Tidak mungkin karena potensi perikanan Indonesia yang kurang memadai, namun teknologi pengemasan kita yang terbatas sehingga tidak dapat melayani pengiriman dalam waktu yang lama. 

Apalagi pelaku perikanan di Indonesia mayoritas adalah UMKM dengan jumlah 1,6 juta dan diestimasikan 4,6 juta lainnya tersebar dan belum terdaftar. Bayangkan jika pemerintah secara optimal memberikan inkubasi bisnis dengan menyiapkan modal dan teknologi yang tepat. 

Tidak hanya di perikanan, Indonesia dapat memanfaatkan RPC sebagai pendorong perdagangan sektor makanan dan minuman, pertanian, tekstile, dan lainnya untuk masuk kancah ASEAN.

Setelah dilakukan edukasi dan UMKM telah memiliki kemampuan bisnis yang kuat, membuka akses perdagangan menjadi kunci. Pemerintah tidak dapat menafikkan peran penyedia fintech swasta dalam kehidupan UMKM. Apalagi fintech saat ini melekat dalam marketplace/e-commerce. Kolaborasi pihak pemerintah dan swasta ini akan membuat pelaku UMKM semakin mudah dalam menjajakan dagangannya. 

Dari sisi bisnis, RPC tentu membuka peluang bagi swasta untuk berevolusi menjadi mega apps yang dapat digunakan di seluruh kawasan ASEAN. Bayangkan saja betapa senangnya para turis bisa menggunakan aplikasi transportasi online helm hijau yang diinisiasi oleh Mas Menteri Nadiem Makarim untuk bepergian di ASEAN tanpa perlu menggunakan mata uang lokal, cukup pakai saldo gopay saja. 

Tak hanya itu saja, para UMKM yang mengekspor barang di kalangan ASEAN tidak perlu repot-repot menggunakan e-wallet internasional seperti Paypal, AliPay, atau Xendit. Cukup kirim barcode QRIS, scan, bayar pakai OVO misalnya. Mudah sekali. 

Dengan kolaborasi ini, RPC dapat menyajikan pengalaman perdagangan terintegrasi borderless "Living Like Home" untuk seluruh UMKM di ASEAN. Hal ini sejalan dengan elemen inti terakhir dari visi ASEAN, yaitu kolaboratif dan tentunya akan membuat lalu lintas pergadangan antar negara ASEAN semakin meningkat.

#ASEAN #BankIndonesia #SistemPembayaran #Finance #Keuangan #RPC #CBP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun