Dalam penentuan target edukasi juga harus tepat, sentra UMKM seperti pasar tanah abang dan cipulir untuk tekstil atau kelompok nelayan di Riau/pantai selatan Jawa adalah contohnya. Harapannya masyarakat manjadi tahu, mampu dan mau memanfaatkan RPC secara optimal.Â
Bayangkan saja, orang Malaysia dapat membeli baju gamis made in Indonesia yang di jual di Tanah Abang dan cukup bayar pakai QRIS tanpa perlu bayar pakai dollar / menukar ringgit ke rupiah. Â Â
Pe er selanjutnya adalah bagaimana UMKM dapat memiliki kemampuan berdagang di kawasan ASEAN yang di support oleh RPC. Hal ini tidak lepas dengan campur tangan pemerintah dalam meningkatkan keunggulan daya saing.Â
Tentunya kemudahan bertransaksi tidak serta merta menjawab permasalahan perdagangan lintas negara bagi UMKM. Keterbatasan modal dan teknologi membuat produk sulit untuk memenuhi kebutuhan dengan voleme besar atau tidak mampu bertahan dalam proses pengiriman yang lama.Â
Bayangkan saja anehnya, Indonesia yang memiliki perairan yang sungguh luas dan diversifikasi produk perikanan yang beragam masih harus impor ikan dari China dan Negeri Paman Sam senilai 461 M di awal tahun 2023 saja. Tidak mungkin karena potensi perikanan Indonesia yang kurang memadai, namun teknologi pengemasan kita yang terbatas sehingga tidak dapat melayani pengiriman dalam waktu yang lama.Â
Apalagi pelaku perikanan di Indonesia mayoritas adalah UMKM dengan jumlah 1,6 juta dan diestimasikan 4,6 juta lainnya tersebar dan belum terdaftar. Bayangkan jika pemerintah secara optimal memberikan inkubasi bisnis dengan menyiapkan modal dan teknologi yang tepat.Â
Tidak hanya di perikanan, Indonesia dapat memanfaatkan RPC sebagai pendorong perdagangan sektor makanan dan minuman, pertanian, tekstile, dan lainnya untuk masuk kancah ASEAN.
Setelah dilakukan edukasi dan UMKM telah memiliki kemampuan bisnis yang kuat, membuka akses perdagangan menjadi kunci. Pemerintah tidak dapat menafikkan peran penyedia fintech swasta dalam kehidupan UMKM. Apalagi fintech saat ini melekat dalam marketplace/e-commerce. Kolaborasi pihak pemerintah dan swasta ini akan membuat pelaku UMKM semakin mudah dalam menjajakan dagangannya.Â
Dari sisi bisnis, RPC tentu membuka peluang bagi swasta untuk berevolusi menjadi mega apps yang dapat digunakan di seluruh kawasan ASEAN. Bayangkan saja betapa senangnya para turis bisa menggunakan aplikasi transportasi online helm hijau yang diinisiasi oleh Mas Menteri Nadiem Makarim untuk bepergian di ASEAN tanpa perlu menggunakan mata uang lokal, cukup pakai saldo gopay saja.Â
Tak hanya itu saja, para UMKM yang mengekspor barang di kalangan ASEAN tidak perlu repot-repot menggunakan e-wallet internasional seperti Paypal, AliPay, atau Xendit. Cukup kirim barcode QRIS, scan, bayar pakai OVO misalnya. Mudah sekali.Â
Dengan kolaborasi ini, RPC dapat menyajikan pengalaman perdagangan terintegrasi borderless "Living Like Home" untuk seluruh UMKM di ASEAN. Hal ini sejalan dengan elemen inti terakhir dari visi ASEAN, yaitu kolaboratif dan tentunya akan membuat lalu lintas pergadangan antar negara ASEAN semakin meningkat.