PJJ MENJADIKAN LIBURAN
MENGASYIKKAN DAN MENGHASILKAN
Oleh: Nanang M. Safa
Mengiktui workshop, diklat atau pelatihan adalah salah satu kebutuhan penting bagi guru. Bukan hanya untuk mendapatkan angka kredit (untuk syarat kenaikan pangkat), namun lebih dari itu untuk mengupdate (memperbarui) dan mengupgrade (meningkatkan) pengetahuan dan keterampilan. Semua tentu sudah maklum bahwa guru adalah sebuah profesi yang mensyaratkan untuk selalu mengikuti perkembangan waktu dan keadaan, termasuk di dalamnya perkembangan program dan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Subyek yang dihadapi guru adalah para generasi bangsa yang juga selalu berkembang mengikuti zaman.
Sebagai guru, Anda tentu sudah tidak asing lagi dengan kalimat bijak: "Didiklah anakmu sesuai zamannya". Maka tak ada alasan bagi seorang guru untuk bersikap diam apalagi menolak perubahan. Mau tidak mau, suka tidak suka, guru harus tetap mengikuti perubahan tersebut. Perubahan yang dimaksud tentu perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Salah satu cara agar guru tetap bisa eksis di tengah perubahan adalah melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) atau workshop.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, pelatihan tidak harus dilakukan dalam satu ruang kelas tatap muka (offline) namun bisa juga melalui ruang tatap maya (online). Maka menjadi sebuah inovasi ketika Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya mengadakan Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) bagi guru. Gayung bersambut. Para guru yang sedang menikmati masa rehat (liburan) pun tidak harus pontang-panting penuh kekesalan ketika mendapat panggilan (baca: kesempatan) mengikuti PJJ, sebab mereka tidak harus menginap selama sekian hari di BDK.
Antara PJD dan PJJ
Antara Pelatihan Jarak Dekat (PJD) dan Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) masing-masing tentulah ada sisi kemudahan dan kesulitannya. Dari sisi persyaratan administrasi tentu tidak banyak berbeda. Keduanya membutuhkan kelengkapan dokumen peserta semisal surat tugas atasan, sk sebagai guru, dan beberapa dokumen lain. Perbedaan paling mencolok adalah dari sisi penguasaan Teknologi Informasi (TI).
Kebetulan pada masa liburan kali ini (sesuai kalender akademik), saya juga mendapatkan kesempatan mengikuti PJJ Metodologi Pembelajaran yang diselenggarakan oleh BDK Surabaya. PJJ akan dilaksanakan selama 10 hari, mulai hari Selasa (4 Juli 2023) sampai hari Jum'at (14 Juli 2023) sebagaimana jadwal yang dikirimkan oleh Panitia. Beberapa hari sebelum PJJ dilaksanakan, saya dan para peserta lain harus mengunggah beberapa dokumen seperti surat tugas dari atasan, sk sebagai guru, dan beberapa dokumen lain melalui akun peserta di Learning Management System (LMS) BDK Surabaya.
Learning Management System (LMS) atau disebut juga Learning Management Platform (LMP) adalah program perangkat lunak berbasis web untuk manajemen, dokumentasi, pemantauan, pelaporan, administrasi, dan distribusi konten pendidikan, program pelatihan, manual teknis, video instruksional atau bahan perpustakaan digital, dan proyek pembelajaran dan pengembangan (https://uma.ac.id/berita/apa-itu-learning-management-system-40lms41). Aplikasi ini sangat cocok untuk dunia pendidikan dan dan lembaga-lembaga berbasis Sumber Daya Manusia (SDM). LMS bersifat ekonomis dan fleksibel. Ekonomis karena tidak butuh biaya mahal untuk bisa mengaksesnya. Praktis karena dapat diakses, diunduh, dan dikerjakan dari segala lokasi asalkan ada jaringan internet.
Bagi para peserta seusia saya (50 tahun ke atas) urusan unggah data pada aplikasi semacam LMS bukanlah hal sederhana. Apalagi pada satu kabupaten, guru yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti PJJ hanya 1 atau 2 orang saja. Maka tidak heran juga ketika beberapa peserta harus pontang-panting hanya untuk urusan unggah dokumen. Hal ini berlanjut juga ketika harus mengirim tagihan tugas dari para widyaiswara. Memang ada forum komunikasi melalui grup WhatsApp, namun tentu beda ketika pelatihan tatap muka atau PJD yang memungkinkan para peserta bisa bertanya pada peserta lain dan sekaligus ditunjukkan caranya. Sekali lagi, ini berhubungan erat dengan usia 50 tahun ke atas.
Tidak hanya itu, dalam hal kegiatan pelatihan, 60% mengharuskan peserta masuk ruang Zoom Meeting. Sekali lagi ini juga bukan urusan mudah. Banyak kendala yang harus dihadapi oleh para peserta dari urusan paket data, signal, listrik padam, cuaca tak mendukung, hingga urusan ketersediaan daya dukung (laptop atau smartphone). Untung saja Panitia PJJ BDK Surabaya adalah orang-orang yang sangat responsive dan ringan tangan.
Pada hari pertama PJJ kemarin, saya sempat juga mengalami troble ketika harus join di kelas kecil di Room Zoom. Mulanya lancar-lancar saja, saya bisa langsung masuk. Namun karena kendala signal (lagi-lagi menjadi alasan utama), akhirnya saya terlempar lagi dan harus join ulang. Sayangnya tulisan join zoom di layar laptop saya sudah tidak ada. Saya cari-cari juga tidak ketemu. Di sisi lain, waktu yang disediakan untuk berdiskusi juga cukup singkat. Nah, tentu saya mulai galau. Untung saja Pak Hadi Cahyono dari BDK Surabaya segera merespon kesulitan saya dan akhirnya 3 menit menjelang waktu diskusi berakhir, saya bisa join.
PJJ baru start. Delapan hari tersisa, mudah-mudahan tidak ada kendala yang membuat galau para peserta. Kami berharap, liburan kali ini tetap menjadi liburan yang mengasyikkan sekaligus menghasilkan (ilmu dan keterampilan).
"AYO KAWAN TETAP SUMANGAT!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H