HALALBIHALAL YUK!
Oleh: Nanang M. Safa
Momen Idulfitri identik dengan acara halalbihalal. Ya, Idulfitri memanglah saat paling "pantas" untuk berkumpul, saling bertamu atau berkunjung, saling bersilaturahmi, dan saling mengucapkan "selamat". Tidak seperti hari-hari biasa (bukan Idulfitri) yang ketika akan berkunjung atau bertamu saja perlu alasan "penting".
Namun ketika Anda bertamu atau menerima tamu di saat momen Idulfitri maka Anda tidak perlu alasan dan tidak akan muncul pertanyaan, "Kok tumben datang ada apa?". Atau pernyataan, "Kok tumben kemari, pasti ada perlu nich". Maka momen Idulfitri memang merupakan hari istimewa untuk saling bertamu atau berkunjung. Maka sudah sangat pas juga ketika pada momen Idulfitri banyak organisasi, lembaga, paguyuban, keluarga besar, atau apapun namanya mengadakan acara halalbihalal.
Berdasarkan penelusuran secara online, ada dua versi tentang munculnya istilah halalbihalal. Versi pertama, istilah halalbihalal muncul sekitar tahun 1935 di Solo.
Istilah ini merupakan kata-kata promosi dari seorang pedagang martabak asal India yang berjualan di seputaran Taman Sriwedari Solo pada tahun 1935. Kata-kata promosi tersebut lengkapnya berbunyi, "Martabak Malabar! Halal bin halal! Halal bin halal!" Kata-kata tersebut menjadi sangat akrab di telinga para pembeli dan akhirnya menyebar dari mulut ke mulut.
Versi kedua menyebutkan bahwa istilah halalbihalal pertama kali digunakan pada tahun 1948. Istilah ini diusulkan oleh KH. Wahab Hasbullah kepada Presiden Soekarno yang ketika itu sedang mencari solusi atas terjadinya perang dingin di kalangan para tokoh politik tanah air.
Akhirnya KH. Wahab Hasbullah mengusulkan agar diadakan acara pertemuan akbar yang diikuti oleh para tokoh politik pada momen Idufitri 1948 M yang dikemas dalam acara halalbihalal. Pada ajang tersebut mereka bisa duduk satu meja dan bisa saling menghalalkan dan memaafkan satu sama lain. Mulai saat itulah istilah halalbihalal menjadi semakin populer dan menjadi budaya di masyarakat. (detik.com).
Halalbihalal pada prinsipnya adalah berkumpul dalam satu tempat dalam kemasan kekeluargaan dengan tujuan untuk saling bermaafan. Prof Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Qur'an (1999) memaknai halalbihalal sebagai menyambung sesuatu yang tadinya putus menjadi terikat kembali yang lazim disebut silaturahmi.
Semua sudah mafhum bahwa kegiatan halalbihalal berisi beragam acara yang esensinya adalah untuk menjalin keakraban dan persaudaraan di antara para tamu yang hadir. Acara tersebut juga dibarengi dengan saling meminta maaf dan memberi maaf baik secara lisan maupun dengan berjabat tangan (musafahah).
Jika dilihat dari sisi ini, acara halalbihalal mengandung beberapa keuntungan, antara lain: