METAVERSE ANTARA MAYA DAN NYATA
Oleh: Nanang M. Safa
Anda pasti sudah tidak asing dengan film Avatar. Ya, film yang menceritakan tentang kehidupan orang-orang modern yang terhubung dengan dunia lain (maya tapi seakan nyata). Di dalamnya mereka berkolaborasi melakukan banyak hal layaknya di kehidupan nyata.
Cerita film tersebut sepertinya telah menginspirasi orang-orang kaya yang menginvestasikan kekayaannya di dunia internet. Sebut saja nama CEO Facebook, Mark Zuckerberg. Dia terobsesi untuk menciptakan Avatar dalam dunia nyata melalui facebooknya. Bahkan pada tanggal 28 Oktober 2021 yang lalu secara resmi dia telah mengubah nama perusahaannya menjadi Meta Platforms Inc. atau disingkat Meta. Ini tentu tidak main-main. Platform media sosial facebook memiliki pengguna terbesar (Zark mengklim tidak kurang dari 3 miliar pengguna di seluruh dunia). Langkah futuristik Mark ini sepertinya juga mulai diikuti banyak perusahaan besar lain di dunia.
Istilah metaverse ini sebenarnya bukanlah istilah yang benar-benar baru. Neal Stephenson telah menyebutkan istilah metaverse pada novelnya yang berjudul Snow Crash yang terbit pada tahun 1992 untuk menyebut dunia virtual 3D yang dihuni oleh avatar orang sungguhan.
Antara Maya dan Nyata
Inilah dunia manusia sekarang, antara nyata dan maya. Bisa jadi ada orang yang porsi hidupnya 50% dunia nyata dan 50% dunia maya, atau mungkin lebih. Dunia tidak bisa kita putar balik ke masa lalu. Masa lalu tinggallah impian yang cukup menjadi kenangan. Mau tidak mau manusia harus menuju ke masa depan. Dan masa depan itu adalah dunia digital yang sebentar lagi akan dibawa ke dunia metaverse.
Metaverse ibarat surga bagi orang-orang yang menggilai teknologi. Metaverse bisa memenuhi mimpi mereka tentang enaknya hidup di surga yang semua serba ada. Mereka akan terpukau dan terbuai dengan dunia metaverse tersebut. Hal ini tentu akan membuat hidupnya semakin jauh dari agama. Tanpa terasa, sedikit demi sedikit keimanan yang memang tidak terlalu tebal akan semakin terkikis. Kemudian yang tumbuh dalam dirinya adalah hidup bersenang-senang di dunia maya, bergaul dengan teman-teman virtualnya di dunia maya.
Asyik dengan beragam fasilitas 3D yang ada di metaverse. Kemudian tanpa terasa, usia telah mengantarkanya ke masa senja. Fisiknya sudah lemah digerogoti beragam penyakit. Dan tentunya sudah sangat terlambat ketika disadarinya. Hanya penyesalan yang akan didapatkannya. Lalu mati tanpa bekal yang cukup untuk hidup di dunia yang benar-benar nyata dan baqa. Inilah barangkali bentuk nyata sinyal yang ditegaskan Allah dalam Al Qur'an bahwa "dunia ini tak lebih hanyalah senda gurau dan permainan semata".
Bagaimanapun metaverse sebagai perkembangan teknologi terkini tentu ada sisi positif dan negatifnya. Metaverse dapat memberikan pengalaman berfantasi yang luar biasa. Anda bisa menjadi apa pun dan menjadi siapa pun sesuai keinginan Anda. Dalam dunia metaverse, Anda dapat menjelajah ke belahan dunia mana pun tanpa beranjak sedikit pun dari tempat duduk Anda. Memang sangat mengasyikkan.
Namun tentu karena semua hanyalah bersifat fantasi (tidak nyata) pada akhirnya Anda harus kembali ke dunia nyata Anda. Di sinilah baru muncul sisi negatifnya. Sesuatu yang memberikan kesenangan sudah pasti akan menimbulkan adiksi (kecanduan). Seseorang bisa saja menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berselancar di dunia maya. Semakin banyak temannya di dunia maya, sudah pasti akan semakin kerasan dia berada di dalamnya bersama teman-teman virtualnya.
Maka jika hal ini sampai terjadi, dia akan melupakan sisi kehidupannya di dunia nyata padahal biar bagaimanapun dia masih tetap hidup di dunia nyata. Makan minum, bekerja, dan menjalani kehidupannya di dunia nyata. Di dunia mayanya bisa saja dia menjadi raja diraja, namun di dunia nyata dia tidak banyak memiliki peran bagi orang-orang sekitarnya. Maka yang terjadi adalah tekanan batin dan depresi. Antara fantasi dan faktanya jauh panggang dari api. Akhirnya dia akan lari ke dunia mayanya. Demikian dan akan selalu demikian. Jika ini yang terjadi, maka sudah pasti akan timbul masalah besar dalam hidupnya.
Metaverse Tetaplah Semu
Teknologi diciptakan untuk memfasilitasi kehidupan manusia agar lebih mudah dan lebih indah. Namun demikian bagi sebagian orang, teknologi sudah dianggap sebagai Tuhan. Manusia dibekali akal dan kecerdasan oleh Allah SWT untuk membuat hidupnya sejahtera.
Sebagai khalifah fil ardi, manusia diberi hak penuh untuk mengolah dan mengelola alam dengan segala fasilitasnya. Akhirnya manusia-manusia cerdas berlomba-lomba menciptakan teknologi termasuk internet dengan segala kemudahannya. Metaverse adalah hasil terkini perkembangan teknologi hasil ciptaan manusia-manusia genius tersebut. Dengan kemampuannya tersebut banyak manusia melupakan Tuhannya. Na'udzubillah...
Namun bagi orang-orang yang memiliki keimanan, metaverse tidak akan membuatnya terlalu terpukau. Justru dengan munculnya metaverse yang katanya serba bisa tersebut akan membuatnya semakin berhati-hati dalam menyikapinya. Prinsipnya adalah yang semu tetaplah semu dan yang nyata tetaplah nyata.
Dunia fana ini dengan segala fasilitasnya, dengan berbagai hiruk-pikuknya hanyalah sebagai sarana menuju kepada keabadian yang nyata, tinggal menunggu waktu saja. Maka yang paling utama adalah memanfaatkan hasil teknologi untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya dengan menggunakannya sebagai sarana dakwah atau untuk jalan kebaikan yang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H