Meminjam ungkapan Georg Wilhelm Friedrich Hegel pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis. Ungkapan tersebut menandakan betapa pentingnya peran pendidikan. Diksi 'etis' membawa seperangkat proses yang begitu luas, 'etis' bukan barang jadi sekali cetak, 'etis' bukan semudah mengembalikan telapak tangan, 'etis' membutuhkan proses konsisten dan berkelanjutan. Apa yang menjadi pekerjaan pendidikan demi terciptanya 'etis' tentu tidak semata-mata hanya fokus pada mengugurkan kewajiban menyampaikan materi teori saja di dalam kelas. Begitu kompleks, bangunan demi terciptanya 'etis' mesti disusun begitu detail, rapi, dan tentunya kerjasama dari berbagai elemen yang kuat.
Kita sering sekali menyuarakan makna diksi etis pada sebuah perilaku yang buruk, misalnya ada anak yang jalan di depan orang tua tanpa menundukkan badan. Lantas ada yang menegur 'dasar tidak etis', atau misalnya ada sebuah putusan yang merugikan banyak orang, lantas kita beri gelar 'dasar pemimpin tidak etis' atau dalam suatu kesempatan kita berkata kasar di tempat umum, otomatis gelar 'tidak etis' akan kita sandang. Betapa kompleks dan luasnya aplikasi 'etis' dalam kehidupan sehari-hari. Mengacu pada sebuah norma-norma, nilai-nilai sosial yang tengah diyakini. Orang pintar teori, tetapi jika di lingkungan mereka tidak punya ungah-ungguh (sopan santun) jelas dia 'tidak etis', seorang pemimpin bintang 4 kalau dalam memutuskan putusan yang selalu merugikan banyak orang, jelas dia 'pemimpin yang tidak etis'. Â Â
Termasuk guru di sekolah, bagaimana memberdayakan sebuah budaya positif demi terciptanya manusia yang 'etis', dia harus bekerja keras tidak hanya sekadar ahli dalam teori tetapi juga ahli dalam bersosial, berkomunikasi, berkeputusan, dan lainnya. Sehingga 'etis' dalam konsep yang luas itu bisa dipahami dengan baik. Di dalam modul 3.2 Â mengenai Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin, di dalamnya perlu sebuah nilai ke-etis-an agar apa yang diputusakan benar-benar mampu berdampak positif bagi banyak orang. Â Barangkali 'etis' akan menjadi satu ukuran atas kualitas seseorang dalam kehidupannya. Selanjutnya di dalam alur koneksi antar materi, dalam modul 3.2 ini akan dipandu beberapa pertanyaan pemantik.
/1/
Bagaimana Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin ?
Di dalam filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarsa, Tut Wuri handayani mengandung makna yang begitu mendalam. Bahkan menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan, tentunya keputusan yang selalu berpihak kepada murid. Sebagai pemimpin ada beberapa Langkah 'etis' dalam mengambil keputusan seharusnya (a) memberikan teladan dan contoh akan keputusan yang bijak,menjadi teladan yang patut ditiru (Ing Ngarso Sung Tulodo), (b) mampu memberdayakan dan membangun kerukunan, menyemangati, membuat orang lain memiliki kekuatan demi memperbaiki kualitas diri mereka (Ing Madya Mangun Karsa), (c) mampu mempengaruhi dan mendorong semangat meningkatkan kualits agara selalu menjadi lebih baik (Tut Wuri Handayani).
/2/
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Guru, yang berperan sebagai pendidik sudah menjadi keharusan menjunjung nilai-nilai positif yang mampu menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sesuai dengan situasi yang dihadapi dengan mempertimbangkan 3 prinsip dalam pengambilan keputusan. Sehingga apa yang diptuskan akan memberikan dampak 'etis' terhadap banyak orang.
/3/