Mohon tunggu...
Nanang E S
Nanang E S Mohon Tunggu... Guru - Orang yang tidak pernah puas untuk belajar

Penggiat literasi yang mempunyai mimpi besar untuk menemukan makna dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Mantra Adat Kuningan, sebagai Alternatif Pendidikan Karakter

5 Desember 2022   14:55 Diperbarui: 5 Desember 2022   15:15 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

F. Analsisi Data

Analisis data dalam penelitian "Alisis Mantra Upacara Kuningan Di Desa Karangan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo" dianalisis melalui fungsi sosial dari kebudayaan adat Jawa.

Analisis data peneliti lakukan sebagai berikut; 1) melakukan wawancara dengan seorang nara sumber yang paham betul mengenai upacara kuningan sekaligus mengikuti Upacara Kuningan tersebut. 2) perlakuan langsung yaitu peneliti terjun mengikuti upacara kuningan, 3) merekam mantra yang digunakan dalam prosesi kuningan, 4) menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, 5) menganalisis setiap mantra dengan teknik narasi, yaitu narasi-narasi yang berkaitkan dengan sumber permasalahan yang diangkat dalam penelitian.


BAB IV HASIL CAPAIAN

Bab VI ini akan membahas capaian tahap akhir dari sebuah penelitian mengenai "Analisi Mantra Upacara Kuningan di Desa Karangan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo Sebagai Alternatif Pengembangan Pendidikan Karakter" yang di bagi menjadi tiga sub bagian, yaitu (1) analisis norma-norma yang terdapat dalam adat kuningan, (2) analisis nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam adat kuningan, dan (3) analisis keterkaitan adat kuningan terhadap perkembangan pendidikan karakter.

A. Norma-norma

Penggambaran norma dalam mantra kuningan adakalanya menggunakan simbol-simbol tertentu yang memberikan penilaian tentang aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang yang ramah, teratur, dan tertib. Mantra kuningan memiliki beberapa aturan (norma) yang berlaku dalam lingkup masyarakat terntentu, misal di desa Karangan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo.

Beberapa norma yang muncul dalam mantra kuningan diantaranya norma agama. Jika telisik dari pelaksanaan adat tersebut; dimana dilakukan oleh warga yang memiliki sapi (lembu). Dengan diperkuat dengan mantra

"Sedhoyo ratengan puniko sodakoh kersane ngalah anggenipun anyadakohi mbrokohi keturunane lembu gemarang wonten dinten...uku kuningan sedoyo dibrokohi, sageto njangkukng kawilujengan keturunane lembu gemarang kang Setu ampun enten alangan satupunopo angsalo slamet sedoyonoipiN" (Mantra 1 Adat           Kuningan).

Dari contoh mantra di atas dapat dilihat dari kutipan "Ayadakohi mbarokahi" (Bersodakoh; dalam bahsa Indonesia), yang diperkuat dengan "Kersanae ngalah" (kepada Allah) mengartikan pembelajaran norma agama yang perlu untuk dipahami. Adat kuningan di Desa Karangan merupakan adat yang wajib atau harus dilaksanakan di setiap Wuku Kuningan oleh mereka yang mempunyai sapi (lembu). Melalui adat kuningan memberikan bentuk ketaatan, aturan agama yang selalu mengajarkan bentuk syukur. Karena Sapi (lembu) oleh masyarakat Karangan merupakan bentuk simpanan (harta yang mahal) yang patut untuk disyukuri.

Terlepas dari mantra, jika dilihat dari kelangsungan adat tersebut yang selalu dilaksanakan di setiap Wuku Kuningan, memunculkan norma kebiasaan (hasil perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang secara bersama sehingga menjadi bentuk kebiasaan).

Sehingga jika seseorang yang memiliki sapi tidak melakukan adat tersebut, akan dianggap aneh oleh masyarakat yang lain. Namun, bukan sebagai bentuk pemaksaan yang memaksa pemilik sapi (lembu) untuk melakukan kegiatan adat tersebut. Namun, lebih kepada bentuk kesadaran kepada warga pemilik sapi (lembu) untuk selalu mengingat Sang Kuasa atas riskinya dalam bentuk Sapi (Lembu) yang harus selalu disyukurinnya. Misal dengan melakukan Kuningan.


B. Nilai-nilai

Mantra Kuningan, jika ditelisik dengan seksama merupakan bentuk sastra lisan yang masih dikembangkan di Desa Karangan. Untuk itu Mantra Kuningan mengemban tugas dan peran sebagai mediasi yang dapat memberi kegunaan/ manfaat bagi pembacanya atau pendengarnya. Tugas sebagai bentuk pembelajaran yang bermanfaat karena mantra kuningan dianggap memiliki sesuatu yang tinggi nilainnya.

Mantra Kuningan memiliki seperangkat gagasan, pemikiran, pandangan hidup, piranti moral, kaidah hidup, norma hukum dan sebagainnya. Ekspresi nilai budaya masyarakat Karangan yang terepresentasi dalam bentuk sastra lisan merupakan acuan atau pedoman serta pembelajaran jalan menjalani hidup dan kehidupan.

Dianalisis dari makna mantranya, adat kuningan memiliki muatan seperangkat nilai (1) nilai budaya, (2) nilai moral, dan (3) nilai agama. Jika ditelisik secara mendalam nila budaya dapat dilihat dari buadaya kuningan itu sendiri. Menurut narasumber Djumari (tokoh penghajat) dalam pelaksana adat kuningan, budaya kuningan merupakan kebudayan turun temurun yang sudaj jauh lama dilaksanakan oleh nenek oyang terdahulu. Tepatnya mulai kapan, tidak ada yang mengetahuinya.

Kelangsungan itulah yang kemudian membuat budaya kuningan menjadi bentuk pemikiran yang memandang budaya kuningan menjadi bentuk positif untuk tetap dilaksanakan (tidak terkecuali di era modern saat ini), kemudian menjadi bentuk kebiasaan yang dilaksanakan setiap wuku kuningan.

Kedua, ditelisik dari nilai moral. Mantra dalam adat kuningan juga mengajarkan nilai moral, bentuk kegiatan yang selalu disadari sebagai bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh pemilik sapi (lembu) sebagai bentuk syukur atas keberaa dan sapi (lembu). Ketiga nilai agama, mantra kuningan juga mengajarkan tentang nilai agama. 

Nilai-nilai tersebut dapat dipahami melalui niatan adat kuningan yang disebutkan dalam mantra. Bahwa adat kuningan dilaksanakan untuk "anyadakohi barokahi", "kawilujengan", "pangestu", sapi (lembu gemarang) agar menjadi berkah, bermanfaat, dan menjadi bentuk penghambaan syukur kepada Tuhan atas riski yang telah diberikan kepadannya.

Budaya kuningan sarat akan nilai, nilai agama yang diajarkan dalam bentuk syukur terhadap sang kuasa atas segala limpahan rahmatnya seta kemualiaannya sang kuasa sebagai pelindung atas riskinya. Nilai-nilai yang dijunjung itulah yang kemudian membuat adat kuningan tidak hanya sebagai kegiatan warisan yang harus dilaksanakan tetapi juga sebagai bentuk pembelajaran bersyukur (dengan cara tersebut) atas segala hal yang dimilikinya.

C. Keterkaitan Adat Kuningan dalam Mengembangkan Pendidikan Karakter 

Pendidikan   karakter   merupakan   bentuk   perubahan   konsep   moral (moral knonwing), sikap moral (moral relling), dan perilaku moral (moral behavior) yang awanya belum baik menjadi baik. Sederhananya pendidikan karakter sebagai salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa.

Dalam upaya mewujudkan pendidikan karakter perlu menggunakan serangkaian metode atau lingkungan tertentu yang dapat menunjang tumbuhnya karakter anak yang baik. Dari kandungan norma-norma serta nilai-nilai yang terdapat dalam adat budaya kuningan masyarakat Karangan memungkinkan untuk dijadikan pembelajaran pengembangan pendidikan karakter pada anak. Dilihat dari pembelajaran mantarnya, jika seorang anak diajarkan mengerti apa maksud yang terkandung di dalamnya. 

Maka, ia akan memetik tentang karakter pribadi yang bersosialisasi yang tinggi. Karena dengan budaya itu seorang akan saling berkomunikasi antar orang lain, dan atau menempatkan diri dalam kelompok masyarakat. Dari segi karakter religius, melalui mantra budaya kuningan akan dipetik bentuk syukur dan menghamba pada yang Kuasa atas pelindungannya. Karakter tanggung jawab, dalam mantra kuningan diajarkan tanggung jawab atas kepemilikan yang selalu dijaganya dengan baik. Karakter peduli sosial, budaya kuningan diajarkan bentuk kebersamaan yang dapatdilihat dalam kutipan mantra berikut

...angsali pangestune dateng katuran teng mriki sedhayanipun

Kata "sedhayanipun" memiliki arti kesemuannya, dengan mendoa agar dapat pangestu dari yang kuasa. Kebersamaan itulah kemudian akan memunculkan kedekatan, toleransi dan peduli sosial. Kemudian karakter peduli lingkungan, terlepas dari masntra dan melihat ambengan (alat-alat yang terdapat dalam prosesi), seperti nasi golong (bentuknya seperti gunung), nasi buceng (bentuknya seperti gunung), jenang, dan kulupan (sayur- sayuran) yang terdapat disekeliling golong, peralatan tersebut tersebut memberikan arti folosofis dengan simbol. Kesemua peralatan tersebuta diartikan sebagai bentuk titik balik dan menengok kembali tentang posisi masnusia.

Golong yang menggambarkan pegunungan merupakan bentuk refleksi yang memberikan kesadaran akan lingkungan, bahwa manusia hidup bersama alam. Gunung yang memberikannya sumber mata air, dan sayur- sayuran untuk bahan kehidupan manusia. Penggambaran simbol itulah yang kemudian juga akan menjadikan pembelajaran karater rendah hati. Karena manusia adalah mahluk yang hanya bergantung dengan sesuatu disekelilingnya. Tanpa di sekelilingnya manusia akan kesulitan untuk hidup.



BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari analisi data dengan menggunakan objek mantra adat Kuningan. Dapat disimpulkan bahwa dalam adat Kuningan di Desa Karangan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo. Terbukti mengandung nilai-nilai, norma-norma di dalamnya. Kesimpulan tersebut daimbil dari beberapa data yang peneliti lakukan dengan cara observasi, perlakuan langsung, wawancara serta kajian pustaka terkait dengan objek yang peneliti analisis.

B. Saran

Dari penelitian ini membuktikan begaimana kebudayaan yang ada di sekitar kita mengandung nilai-nilia yang bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bersama. Untuk itu, dengan ini semoga dapat menjadi wawasan baru dalam melihat dan menilai apapun yang ada di sekitar kita. Termasuk kebiasaaan, kebudayaan, maupun adat.

C. Daftar Pustaka

Ami Abdiyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia.Yogyakarta: CV Andi Offsed. Ashari. 2001. Representasi Nilai Kemanusiaan dalam Sinlirik Sastra Lisan

Makassar (Materi Pengayaan Karakter dalam Persepektif Budaya Lokal).Makassar:P3i Press.

Kasnasi & Sutejo. 2010. Kajian Prosa Kiat Menyisir Dunia Prosa. Ponorogo: P2MP SPECTRUM.

Sudikan.2001.Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Unesa Unipress Astiyanto.2003. Filsafat Jawa Menggali Butir-butir Kearifan Lokal. Jakarta: Warta Pustaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun