/1/
Tulisan itu Seperti Anak
Pada suatu kesempatan Pramudya Ananta Toer pernah mengungkapkan sesuatu mengenai tulisannya. Ungkapan itu kurang lebih demikian; "Tulisan itu seperti anak, ketika sudah terlahir dan dewasa ia akan pergi menemukan takdirnya sendiri dan membawa nama ibunya yang sudah melahirkannya". Ungkapan ini sejatinya bukan ungkapan biasa, melainkan berorientasi pada makna besar.Â
Kata kuncinya "tulisan" ketika sudah terlahir dari rahim pikiran, takdir kelahirannya selalu membawa jalan kemulyaan masing-masing. Di lain kesempatan, dalam masyarakat Jawa juga mengajarkan "okeh anak okeh rejeki"(banyak anak banyak rezeki). Keduanya selaras bermuara pada anak. Bedanya hanya pada wujud nyata sama pemataforan akan sebuah tulisan. Namun, keduannya sama-sama telah membawa rezekinya masing-masing.
Anak (nyata) membawa rezeki itu sudah biasa, terlebih bagi masyarakat Jawa, pemahaman ini sudah pakem.Artinya sudah dipercayai lama. Namun, bagaimana anak (tulisan) membawa rezekinya? Konsep demikian yang bagi masyarakat kita masih terkesan asing, terlebih bagi mereka yang tidak tahu sama sekali tentang dunia tulis.Â
Macam investasi, yang barangkali demikian rezeki itu. Tujuannya untuk memberi keuntungan di masa depan. Lalu wujudnya seperti apa investasi yang dilahirkan dari sebuah tulisan? Apakah hanya sekadar tulisan itu? Kalaupun iya, di mana wujud kebesaran dalam menjamin masa depan? Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan menjadi awan kelam jika tidak disingkap dengan cakrawala pemahaman.
/2/
Menyusuri taman Literasi
Seperti pengalaman dua hari yang lalu, tepatnya tanggal 10 Desember 2017. Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo yang tergabung dalam komunitas literasi jurusan Manajemen Pendidikan, mengadakan sebuah workshop dengan tema serupa. Lebih khusus literasi sebagai investasi pendidikan.Â
Namun tetap sejalur intinya mencari jawaban tepat atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul seperti di atas. Sebab jawaban itulah yang kemudian akan menjadi amunisi mereka untuk bergerak konsisten. Gerakan yang atas dasar bersama, tanpa paksaaan dari lembaga itu adalah satu langkah positif. Artinya mereka mulai sadar akan peran penting literasi dalam kehidupan ini.
Di pandu komunitas Literasi STKIP PGRI Ponorogo, bersama-sama menguak sisi-sisi penting dari literasi itu sendiri. Diawali oleh Sutejo, pendiri sekaligus ketua adat sekolah literasi STKIP PGRI Ponorogo peserta yang kebanyakan mahasiswa semester awal itu kemudian dituntun menemukan taman-taman literasi.Â
Taman literasi adalah taman kesadaran, taman pemahaman, taman pemaknaan dan taman jaring pengetahuan. Ketika seseorang sudah benar-benar berada dalam taman literasi, mereka akan merasakan kenyamanan, ketenagaan dan keyakinan dalam hidupnya. Taman-taman itulah yang sejatinya investasi mahal di balik literasi.
Khususnya dalam dunia pendidikan, investasi itu berupa eksplorasi ilmu yang tidak terbatas. Sebab literasi telah menyediakan ruang-ruang akademik tanpa sekat, ia bisa mengeksplor ke mana saja, kapan saja dan di mana saja. Sebab di mana-mana adalah literasi. Buah pemaknaan dari kehidupan ini. Orang di pasar butuh literasi, orang di jalan butuh literasi, orang di kantor butuh literasi, orang di toilet butuh literasi dan di mana-mana orang hakikatnya butuh literasi.Â
Bicara mengenai literasi, tentu kita tidak akan lupa mengenai tokoh-tokoh berikut. Mereka telah menaruhkan sebagian hidupnya untuk literasi. Pertama,dari Bapak reformasi kita, Bung Karno. Berbicara masalah literasi, barangkali nama beliau menjadi salah satu yang sangat diperhitungkan. Sebab anak-anaknya (tulisan) telah bercerita kepada banyak orang mengenai buah pemikirannya.Â
Hingga namanya besar tidak lain dari pengaruh anak penanya yang ia tuangkan dengan lembut. Beliau adalah tokoh penting yang telah mencatatakan dirinya menajadi kiblat literasi. Buku "Di Bawah Bendera Revolusi"salah satunya, serupa babon ilmu nasionalis, yang wajib dibaca oleh generasi negeri ini. Buah tulisannya telah berjalan menemukan takdirnya sediri, menyuarakan mengenai pemikirannya.
Kedua, Bung Hatta. Pada suatu kesempatan ia pernah dihukum. Tetapi, ia mau dihukum jika bisa tinggal bersama buku. Bung Hatta tokoh penggila literasi. Tak heran kemudian setamat kuliah di luar negeri ia pulang membawa buku sebanyak dua kontainer. Dapat bersama bayangkan betapa gilanya ia dengan buku. Dunia baca dan dunia tulis telah menjadi arteri dalam dirinya.Â
Semenjak usia 17 tahun ia sudah mengoleksi buku, ia adalah seorang bibliofil yakni seseorang yang mengkoleksi buku sekaligus memahami isi buku yang dikoleksinya. Hingga tahun 1972 tercatat Bung Hatta telah berhasil  menulis sekitar 42 buah buku. Belum tulisan-tulisan lain yang banyak tersebar di surat kabar, brosur, majalah. Pengembaran dunia buku itulah yang menjadi tonggak dalam mengembangkan diri ke arah yang baik. Hingga kemudian namanya juga masuk dalam kelompok penting sebagai kiblat literasi.
Ketiga,ada Ki Hajar Dewantara. Tokoh pendidikan yang ilmunya tidak saja dipakai di tanah kelahirannya Indonesia, tetapi juga diaplikasikan di negara-negara lain. Salah satunya Finlandia, yang kini mencatat sebagai negara paling literat sedunia. Buah pemikirannya tak luput dari pena. Ia tuangkan dalam lembaran kertas, dan maknanya sampai saat ini menjadi semacam falsafah, ajaran luhur dalam kehidupan pendidikan.
Keempat,kita bisa berkaca mengenai pribadi Pramudya Anantatoer, penulis yang sudah melahirkan puluhan anak tulisan itu barang kali dapat menjadi kiblat dunia perliterasian kita. Gerak diri dalam menuangkan tulisan adalah buah ketulusan untuk banyak orang. Mewakili kaum bawah, tulisannya selalu menjadi wakil bagi orang banyak.Â
Menyuarakan pemberontakan akan sebuah sistem yang tidak becus. Sistem yang bermuara pada keberpihakan dan ketidakadilan. Sampai benar-benar buah tulisan Pram dipandang membahayakan golongan elite, sampai ia dipenjarakan. Namun demikian, begitulah Pram ototnya sudah terlanjur kokoh dengan buah tulisan. Melalui tulisannya Pram kemudian dipandang menjadi orang yang diperhitungkan pemikirannya.
Dan masih banyak tokoh-tokoh lain yang telah menjadi sosok ibu dari tulisan-tulisan yang kini singgah dalam tempat kesuksesannya. Misal ada Sapardi Djoko Damono yang melahirkan "Hujan Bulan Juni"yang kini masih eksis naik daun menjadi anak karya yang baik. Kemudian Chairil Anwar dengan "Karawang Bekasi"juga demikian masih sangat disegani menjadi puisi nasionalis dan mengandung makna besar, dilanjutkan Ahmadun Yosi Hervanda dengan anaknya "Catatan Seorang Veteran yang Tercecer dari Arsip Negara",W.S Rendra dengan "Catatan Orang Miskin",Wiji Tukul dengan "Di Bawah Slimut Kepalsuan"dan masih banyak tokoh lainnya. Mereka telah bertawasul pada dunia sepi, memungut makna dan menyulamnya menjadi ruas-ruas tulisan yang bernas keilmuan.
/3/
Investasi dan Literasi
Jika disinkronkan dengan investasi, yang diawal menjadi pertanyaan besar. Perjalanan beberapa tokoh di atas kiranya dapat dijadikan jembatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Betapa besarnya modal yang ditawarkan oleh literasi untuk kelangsungan masa depan. Investasi tidak semata dalam bentuk finansial, tetapi juga bentuk pengalaman, pengetahuan, dan pemaknaan yang luar biasa.
Misal seperti puisi Hujan Bulan Junikarya Sapardi Djoko Damono. Karya yang pernah difilmkan itu telah menjadi investasi besar bagi Sapardi. Karyanya telah bicara mengenai namanya. Hingga dikenal sebagai penyair ulung di negeri ini. Seperti ungkapan Rene Descartes "Aku Menulis Maka Aku Ada", dan Sapardi telah membuktikan itu dengan "Hujan Bukan Juni"nya ia diketahui keberadaannya oleh banyak orang. Buah pemikirannya banyak dijadikan panutan keilmua, serta mampu menjadi alir penyadaran yang menyadarkan banyak orang. Begitu juga dengan tokoh yang lain, buah tulisannya telah berbuah manis. Â
Tulisan, seperti bahasa saya adalah reuni dengan mantan, dengan kenangan, dengan sejarah, dengan siapa saja. Reuni itulah kemudian melahirkan buah pengetahuan yang dapat dijadikan investasi kehidupan. Investasi literasi sejatinya invetasi masa depan, yang tidak saja berlaku di dunia tetapi juga di akhirat.
Singkatnya dalam istilah Agus Setiawan adalah 4 M, yakni (1) Melatih kepercayaan diri, (2) Mencerdaskan, (3) Medewasakan, dan (4) Mendapatkan imbalan. Literasi mengajarkan bagaimana seseorang agar melakukan kesadaran dari apa yang ia lakukan dalam kehidupannya, kemudian memahaminya sebagai makna luar biasa.
Investasi uang bisa hilang kapan saja, tetapi investasi literasi akan tetap abadi. Misal seperti karya-karya Bung Karno, Bung Hatta, Chairil Anwar, Wiji Tukul, dan lainnya meskipun orangnya sudah tiada, tetapi ajaran yang dituangkan dalam tulisan tetap abadi sampai saat ini.
/4/
Akhir
Di akhir, dapat bersama  maknai dengan mendalam betapa mulianya literasi dalam kehidupan ini. Serupa tonggak, yang membuat kita berjalan tegak menyusuri ruas-ruas jalan terjal kehidupan. Literasi juga serupa cahaya, yang menerangi kegelapan hidup, literasi juga serupa akar pohon kehidupan yang meneduhkan dan menyimpan mata air kehidupan, literasi serupa jalan kenikmatan, anugerah, jalan, jiwa keabadian, perang yang menyelamatkan diri, berjalan yang tidak pernah henti, pengkarakteran, akar pohon kehidupan, keluar dari dunia fana, jalan menuju kebun keindahan jiwa, taman kehidupan bermakna, cabang kehidupan dunia, pohon ranting kehiduapan alam semesta, akar kehidupan dan literasi adalah investasi mulia dalam kehidupan. Mari berliterasi, melahirkan anak-anak karya yang menjadi buah makna yang luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H