Taman literasi adalah taman kesadaran, taman pemahaman, taman pemaknaan dan taman jaring pengetahuan. Ketika seseorang sudah benar-benar berada dalam taman literasi, mereka akan merasakan kenyamanan, ketenagaan dan keyakinan dalam hidupnya. Taman-taman itulah yang sejatinya investasi mahal di balik literasi.
Khususnya dalam dunia pendidikan, investasi itu berupa eksplorasi ilmu yang tidak terbatas. Sebab literasi telah menyediakan ruang-ruang akademik tanpa sekat, ia bisa mengeksplor ke mana saja, kapan saja dan di mana saja. Sebab di mana-mana adalah literasi. Buah pemaknaan dari kehidupan ini. Orang di pasar butuh literasi, orang di jalan butuh literasi, orang di kantor butuh literasi, orang di toilet butuh literasi dan di mana-mana orang hakikatnya butuh literasi.Â
Bicara mengenai literasi, tentu kita tidak akan lupa mengenai tokoh-tokoh berikut. Mereka telah menaruhkan sebagian hidupnya untuk literasi. Pertama,dari Bapak reformasi kita, Bung Karno. Berbicara masalah literasi, barangkali nama beliau menjadi salah satu yang sangat diperhitungkan. Sebab anak-anaknya (tulisan) telah bercerita kepada banyak orang mengenai buah pemikirannya.Â
Hingga namanya besar tidak lain dari pengaruh anak penanya yang ia tuangkan dengan lembut. Beliau adalah tokoh penting yang telah mencatatakan dirinya menajadi kiblat literasi. Buku "Di Bawah Bendera Revolusi"salah satunya, serupa babon ilmu nasionalis, yang wajib dibaca oleh generasi negeri ini. Buah tulisannya telah berjalan menemukan takdirnya sediri, menyuarakan mengenai pemikirannya.
Kedua, Bung Hatta. Pada suatu kesempatan ia pernah dihukum. Tetapi, ia mau dihukum jika bisa tinggal bersama buku. Bung Hatta tokoh penggila literasi. Tak heran kemudian setamat kuliah di luar negeri ia pulang membawa buku sebanyak dua kontainer. Dapat bersama bayangkan betapa gilanya ia dengan buku. Dunia baca dan dunia tulis telah menjadi arteri dalam dirinya.Â
Semenjak usia 17 tahun ia sudah mengoleksi buku, ia adalah seorang bibliofil yakni seseorang yang mengkoleksi buku sekaligus memahami isi buku yang dikoleksinya. Hingga tahun 1972 tercatat Bung Hatta telah berhasil  menulis sekitar 42 buah buku. Belum tulisan-tulisan lain yang banyak tersebar di surat kabar, brosur, majalah. Pengembaran dunia buku itulah yang menjadi tonggak dalam mengembangkan diri ke arah yang baik. Hingga kemudian namanya juga masuk dalam kelompok penting sebagai kiblat literasi.
Ketiga,ada Ki Hajar Dewantara. Tokoh pendidikan yang ilmunya tidak saja dipakai di tanah kelahirannya Indonesia, tetapi juga diaplikasikan di negara-negara lain. Salah satunya Finlandia, yang kini mencatat sebagai negara paling literat sedunia. Buah pemikirannya tak luput dari pena. Ia tuangkan dalam lembaran kertas, dan maknanya sampai saat ini menjadi semacam falsafah, ajaran luhur dalam kehidupan pendidikan.
Keempat,kita bisa berkaca mengenai pribadi Pramudya Anantatoer, penulis yang sudah melahirkan puluhan anak tulisan itu barang kali dapat menjadi kiblat dunia perliterasian kita. Gerak diri dalam menuangkan tulisan adalah buah ketulusan untuk banyak orang. Mewakili kaum bawah, tulisannya selalu menjadi wakil bagi orang banyak.Â
Menyuarakan pemberontakan akan sebuah sistem yang tidak becus. Sistem yang bermuara pada keberpihakan dan ketidakadilan. Sampai benar-benar buah tulisan Pram dipandang membahayakan golongan elite, sampai ia dipenjarakan. Namun demikian, begitulah Pram ototnya sudah terlanjur kokoh dengan buah tulisan. Melalui tulisannya Pram kemudian dipandang menjadi orang yang diperhitungkan pemikirannya.
Dan masih banyak tokoh-tokoh lain yang telah menjadi sosok ibu dari tulisan-tulisan yang kini singgah dalam tempat kesuksesannya. Misal ada Sapardi Djoko Damono yang melahirkan "Hujan Bulan Juni"yang kini masih eksis naik daun menjadi anak karya yang baik. Kemudian Chairil Anwar dengan "Karawang Bekasi"juga demikian masih sangat disegani menjadi puisi nasionalis dan mengandung makna besar, dilanjutkan Ahmadun Yosi Hervanda dengan anaknya "Catatan Seorang Veteran yang Tercecer dari Arsip Negara",W.S Rendra dengan "Catatan Orang Miskin",Wiji Tukul dengan "Di Bawah Slimut Kepalsuan"dan masih banyak tokoh lainnya. Mereka telah bertawasul pada dunia sepi, memungut makna dan menyulamnya menjadi ruas-ruas tulisan yang bernas keilmuan.
/3/