Ponorogo---(23/08/17) Polres Ponorogo bekerjasama dengan GP Ansor mengadakan seminar mengenai balon udara. Kegiatan tersebut tidak lain untuk menindaklanjuti protes dari beberapa kalangan mengenai dampak balon yang merugikan. Seperti di Ngawi beberapa waktu yang lalu jatuh di atas Masjid, dan dikhawatirkan dapat menimbulkan kebakaran, di Wonosobo yang jatuh di kabel listrik tenaga tinggi. Sampai-sampai menimbulkan kerugian di angka ratusan juta. Di otoritas penerbangan, Jogja misalnya yang sangat terganggu dengan keberadaan balon udara. Terlebih dengan petasan, yang biasanya banyak digantungkan di balon. Tidak sedikit jatuh di atap warga dan mengakibatkan kerusakan atap.
Acara yang berlangsung di Gedung Sasana Praja Ponorogo itu dihadiri sedikitnya lima ratus peserta dari berbagai kalangan, diantaranya dari para aktivis sosial, para kepolisian, TNI, kepala desa yang daerahnya masuk dalam catatan produsen balon terbanyak, penggiat balon, penggiat media sosial, dan beberapa masyarakat umum.
Acara yang bertema "Balon Udara, Antara Tradisi dan Regulasi" tersebut tidak lain sebagai wadah untuk menyimpulkan kesepakatan bersama mengenai keberadaan balon. Pengendalian bersama agar keberadaan balon tidak mengancam keselamatan publik.
Acara tersebut langsung dihadiri oleh perwakilan Instansi penerbangan, Lanud Iswahyudi, perwakilan komando penerbangan Bandara Adisucipto, Kapolres Ponorogo, Air Nav Indonesia dan Otoritas Bandara 3 Surabaya.
Hal tersebut membuktikan keberadaan balon telah menjadi sorotan nasional. Terlebih dalam berbagai catatan Ponorogo menjadi salah satu wilayah penghasil balon terbesar di Indonesia, di susul Trenggalek, Tulungagung dan Wonosobo.
"Tentu kita harus perhatikan bersama, terlebih kehadiran balon ini tidak tanpa latar belakang. Sudah sejak abad ke 18, atau saat era Belanda pun balon ini sudah ada. Namun mengalami perkembangan sejalan perkembangan jaman" jelas Bupati Ponorogo yang diwakilkan.
Keberadaan balon ini menjadi pembahasan yang penting. Sebab di sisi lain sudah menjamur menjadi tradisi, namun di sisi lain menjadi semacam musibah bagi berbagai kalangan. Khususnya otoritas penerbangan. Sebab balon menjadi bagian benda yang membahayakan dalam penerbangan.
Terlebih melihat ukurannya, setiap tahun mengalami peningkatan. Khususnya di Ponorogo diameternya bisa mencapai dua puluh meter dan ketinggiannya bisa mencapai 70 meter.
"Apalagi balon di Ponorogo ini besarnya melebihi pesawat tempur, bisa-bisa pesawat kami yang terkerudung balon" lanjutnya, disambut ketawa para peserta.
"Kita perlu mengkaji ulang mengenai regulasi ini. Sebab sebuah aturan jika diturunkan tanpa ada kesinambungan dan kesepakatan bersama justru akan menimbulkan efek negatif, meskipun tujuannya positif," jelasnya kepada para hadirin.
Sampai-sampai ada yang mengatakan kalau tidak ada balon rasanya belum idhul fitri. Ini yang menjadi PR besar bersama.
"Secara sikologi balon sudah merasuk dalam diri masyarakat kita, butuh tangan yang humanis agar regulasi ini berjalan dengan baik. Khususnya Polres, yang diwakili polsek di setiap daerah. Perlu melakukan sosialisasi ke bawah, mengingat penggiat balon lahir dari daerah desa, bukan kota" lanjutnya mempertegas.
Meskipun dalam sesi diskusi banyak yang menyetujui regulasi tersebut. Belum tentu juga dapat mewakili masyarakat luas yang jumlahnya jauh lebih banyak. Bisa-bisa kesepakatan dalam forum tersebut justru menyulut amarah banyak orang.
Berkaca dari daerah Wonosobo, kesepakatan tersebut sudah terlahir. Intinya pemerintah setempat tidak meghapus keberadaan balon, melainkan mewadahinya, memberikan tempat untuk menerbangkan balon. Syarat dan ketentuan yang berlaku di Wonosobo diantaranya; balon diterbangkan dalam radius 5 Mil dari bandar udara, lebih dari 500 kaki dari tanah, dan mengatur jarak pandang dari tanah. Tepatnya dibuat pengendalian balon, agar balon tanpa awak itu dapat dikendalikan, dan tidak mengganggu jalur penerbangan.
Bahkan salah satu instansi penerbangan eropa, yang pesawatnya merupakan pesawat terbesar di dunia melaporkan bahwa menemukan balon di ketinggian 3000 Km. Hal semacam itu jelas perlu ada kesinambungan bersama, sebab bisa-bisa balon dapat mencoret Indonesia sebagai jalur bahaya untuk penerbangan.
Di akhir, Edi salah satu perwakilan penggiat balon dari Krebet menyampaikan setuju jika diberi wadah untuk penerbangan balon, yang jelas jangan sampai dihilangkan.
"Intinya kami setuju atas regulasi ini, yang jelas kami diberi wadah untuk melakukan penerbangan balon" ucapnya memperjelas.
Selain sebagai hiburan bersama, keberadaan balon ini jika diatur dengan baik bisa menjadi salah satu mahnet wisata.
"Kita bisa memanfaatkan balon ini menjadi sebuah destinasi wisata" jelas Safrudin, perwakilan otoritas bandara Surabaya.
Lelaki yang berpostur kecil itu memberikan sebuah solusi bagus, sama halnya ketika di Tulungaggung dan beberapa tempat yang sudah disosialisasinya mengenai keamanan penerbangan.
Bahkan Polri, TNI, pemerintah setempat, dan pemerintah Provinsi serta perwakilan otoritas bandara sepakat akan menggelontorkan dana untuk memerikan hadiah dalam sebuah vestival balon udara tanpa awak (red/nes).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H