Mohon tunggu...
Nanang Sumanang
Nanang Sumanang Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

Saya Lulusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waktu Matahari Sepenggalahan Naik; Kefanaan dan Harapan

3 September 2022   08:56 Diperbarui: 3 September 2022   09:00 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Nanang Sumanang, anggota Kasta Kesetan Kaki.

Rembulan memudar/ dan matahari diam-diam semakin terjaga/ tersenyum merona di ufuk timur cakrawala/ pesona surya menatapku/ menyapaku membelai jiwaku/ oh sang surya menghangatkan ruhaniku... ...
                                                                                               (Dhuha, Iwan Abdurachman)

Bait-bait lirik di atas adalah kutipan dari lagu "Dhuha" yang ditulis oleh Iwan Ridwan Armansjah Abdulrachman atau dikenal dengan Iwan Abdurachman. Selain penulis lagu yang dikenal dengan lirik lagu-lagunya yang sangat puitis, Abah Iwan, demikian biasa juga dipanggil, juga seorang pengembara yang senang menjelajahi alam; gunung, hutan, sungai, laut bahkan angkasa dengan kecintaannya yang sangat dalam kepada alam ciptaan Tuhan Yang Maha Indah..

Setiap lagunya merupakan refleksi hasil perenungan abah Iwan terhadap alam dan kehidupannya, juga manusia dan kemanuisaannya, sehingga baik lagu dan liriknya mempunyai pesan spiritual yang mendalam bagi para pendengarnya.

Lagu Dhuha yang ditulis pada tahun 2006, merupakan hasil perenungan panjang abah Iwan terhadap  hidup dan kehidupan ini, bahwa semuanya, pada akhirnya akan berakhir pada masanya, karena alam raya ini semua adalah fana, dan yang abadi adalah "al-Khaliq" pencipta kefanaan itu sendiri, Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam "Dhuha" tidak hanya ada kefanaan dan keterbatasan manusia, tetapi juga ada harapan yang bisa diambil dalam setiap peristiwa. Hal ini dapat digambarkan dalam surat ad-dhuha yang menginspirasi judul lagu abah Iwan di atas. Surat yang ke 93 dalam al-Qur'an, merupakan surat Makiyah, yaitu surat yang Allah turunkan di kota Mekah, sebelum baginda Rasul hijrah ke Madinah. Secara lepas berarti:

"Demi waktu dhuha (Matahari sepenggalahan naik)
Dan demi malam apabila telah sunyi
Tuhanmu tidak meninggalkan (Muhammad) dan tidak pula membenci
Dan sungguh, yang kemudian (akhir) itu lebih baik bagimu dari yang permulaan (awal)
Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karuniaNya kepadamu, sehingga kamu akan puas.
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu),
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk
dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan
Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang
Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardik(nya).
Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)
"

Ada beberapa riwayat tentang asbabun nuzul surat ini, tapi sebab utamanya adalah terhentinya wahyu Allah SWT yang turun kepada Rasulullah, setelah sekitar 10 kali beliau mendapatkan wahyu dari Allah SWT.

Terhentinya wahyu yang turun dari Allah SWT tentunya menimbulkan keresahan, dan kegelisahan di Rasulullah SAW. Beliau pergi bulak-balik ke gua Hira menantikan turunnya wahyu lagi dari Allah SWT. Bahkan dalam satu riwayat dikatakan bahwa beliau sampai sakit demam karena saking rindunya akan kedatangan wahyu Allah SWT. Dalam kondisi yang demikian, seorang wanita bernama Ummu Jamil, istri dari Abu Lahab berkata, "Wahai Muhammad, setanmu benar-benar telah meninggalkanmu" Lalu turunlah firman Allah SWT dalam surat ad-Dhuha ini untuk menjawab cemoohan orang-orang kafir pada saat itu yang menganggap Rasulullah SAW telah ditinggalkan oleh Allah SWT dalam menegakkan kebenaran.

Kesedihan dan kegelisahan hati Rasulullah SAW sangatlah dipahami, dimana dalam masa-masa yang sangat kritis, penuh dengan ancaman, tantangan, rintangan yang begitu hebat, tiba-tiba sekian lama wahyu yang menjadi penghiburan hati Rasulullah SAW tidak turun-turun. Ini  menandakan bahwa turunnya wahyu Allah SWT kepada Rasulullaah SAW merupakan hak prerogatif Allah SWT, dimana kekuasaan dan kehendakNya tidak ada yang bisa mengintervensi dan mempengaruhi. Semuanya merupakan Qudrat dan Iradat Allah SWT semata.

Secara umum isi surat ad-Dhuha ini terbagi dalam beberapa bagian:

Ayat pertama dan kedua, diawali dengan sumpahNya Allah SWT demi waktu Dhuha dan Demi waktu malam yang telah sunyi,  memberikan sinyal yang sangat kuat dan simbol-simbol kepada makhlukNya yang paling mulia, Rasulullah SAW, bahwa setiap perjuangan tidak akan pernah sia-sia. Segala kegelapan, kejahatan, kebodohan, tantangan dan rintangan, hambatan dan cibiran akan segera hilang tergantikan oleh kebenaran yang akan datang membawa sinar yang terang benderang. Kegelapan, kejahatan, kebodohan, walaupun direkayasa sehebat mungkin untuk menutupinya, pasti akan terkalahkan oleh kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.

Ayat ketiga dan selanjutnya, Allah SWT mengingatkan kembali kepada Rasulullah SAW, bahwa Allah SWT tidak akan pernah meninggalkan seseorang yang  memperjuanakan kebenaran. Segala tantangan, rintangan, halangan, cacian, ancaman dan lain sebagainya adalah riak-riak kecil dari sebuah perjuangan, janganlah itu akan mengendorkan semangat juangnya. Meminjam jargon militer adalah:Kita boleh kalah dalam pertempuran, tapi kita tidak boleh kalah dalam peperangan" atau dalam bahasa surat ad-Dhuha "Walal aakhirotu khoerul laka minal uulaa"

Ayat-ayat selanjutnya Allah SWT juga mengingatkan kita agar kita tidak bersedih dan berkecil hati dalam memperjuangakn kebenaran dan keyakinan yang hak, yaitu dengan banyak mengingat dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada kita. Terlalu banyak nikmat yang kita terima, tapi teramat sedikit kita syukuri, inilah yang membuat hati kita menjadi sedih.

Ayat ini diakhir dengan pesan yang sangat kuat yaitu kalau kita ingin menyukuri nikmat Allah dan membuat hati kita tenang dan bahagia, maka kita harus selalu bertutur kata yang sopan, lemah lembut, dan mengasihi anak-anak yatim dan orang-orang yang sedang membutuhkan bantuan.

Setelah ayat ini turun Rasulullah sangat berbahagia, dan semakin bersemangat berdakwah mengajak kepada kebenaran, apalagi setelah surat ini, disusul juga dengan surat al-Insyirah yang merupakan "booster" bagi penenang dan penyemangat hati baginda Rasulullah SAW, yang isinya hampir sama, yaitu Allah mengingatkan Rasulullah SAW lagi akan nikmat Allah yang telah diberikan, janji Allah, memotivasi Rasulullah SAW bahwa Allah SWT pernah meninggalkan hambaNya dan pasti ada kemudahan dalam setiap kesulitan.

Antara kefanaan dan harapan mempunyai hubungan yang sangat erat, keyakinan bahwa semuanya akan berakhir memberikan harapan bagi seseorang untuk bersikap optimis dalam memandang kehidupan. Bagi orang yang sedang berada di atas, maka dia tidak akan berlaku adigang, adigung, dan adiguna (sok berkuasa, sok besar, dan sok sakti mandraguna), sebaliknya bagi orang-orang yang berada di posisi di bawah, teruslah berjuang dan yakinlah bahwa Allah SWT tidak akan pernah meninggalkan kita. 

Setiap apa yang kita lakukan pasti dicatat oleh Allah SWT "inna nahnu nuhyil mauta wa naktubu maa qoddamuu wa aatsaruhum..."(QS. Yasin: 12) artinya "Sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan, dan mematikan dan Kamilah juga yang mencatat setiap apa-apa yang telah dikerjakan manusia dan akibat-akibat dari perbuatannya itu..." Tidak ada sesuatupun yang akan hilang dalam catatan Allah SWT, dan semuanya pasti akan mendapatkan balasannya. "Kalau tidak hari ini, mungkin besok. Kalau tidak besok, mungkin lusa. Kalau tidak lusa, mungkin minggu depan. Kalau tidak minggu depan, mungkin bulan depan. Kalau tidak bulan depan, mungkin tahun depan. kalau tidak di dunia, mungkin di akherat kelak...tapi pasti semuanya akan ada balasannya" Pesan Imam Syafii.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di tanah air tercinta, yang selalu hadir dalam pemberitaan media massa setiap hari, semakin meyakinkan kita bahwa pangkat, jabatan, yang kita miliki akan hilang pada saatnya nanti, tinggal bagaimana kita mempertanggung-jawabkan semua itu di hadapan pengadilan baik di dunia maupun di akherat nanti..

Pangkat dan jabatan yang tinggi bukan hadiah, tapi amanah yang harus digunakan sesuai dengan yang memberikan amanah tersebut. Janganlah jabatan dan pangkat digunakan untuk mengkhiananti pemberi amanah(rakyat) sambil menjadi pelindung musuh rakyat. Menangkapi dan merekayasa lawan-lawan kepentingannya. Memberikan label radikal, intoleran, teroris tanpa pembuktian pengadilan tentunya merupakan perbuatan yang melanggar hukum, dan akhirnya terbukti bahwa yang bersangkutan jatuh dalam kasus-kasus yang menghinakan diri sendiri, keluarga, bahkan mungkin tanah kelahirannya dan lembaga yang menaunginya.

Tetaplah bersemangat membangun negeri ini, untuk selalu menebar kebaikan agar bisa menuai kebajikan. Tantangan, rintangan, ancaman, halangan, cemoohan dari pihak-pihak yang menginginkan negeri ini jatuh dalam kehancuran, harus dihadapi dengan berani, karena Allah Tuhan YME pasti tidak akan pernah meninggalkan kita.

"Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi cakrawala, dan Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata" WS. Rendra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun