Terimalah bahwa diriku sudah tiada, namun aku tetap bersamamu.
Fisik meninggalkanmu, namun jiwa ini tak ingin pergi meninggalkanmu.
Tetap ku lindungi dirimu dan anak-anak, karena aku sangat mencintai kalian.
Jalani hidup seakan aku masih berada didekatmu.Â
Maafkan aku yang selama ini membuatmu sangat bergantung padaku.Â
Setiap manusia memiliki proses kehidupannya masing-masing.
Dengan hadirnya diriku, kamu tidak bisa memproses tugas kehidupan yang telah ditetapkan oleh takdir.
Tugasku di dunia ini sudah selesai.
Waktunya dirimu dan anak-anak berkembang layaknya kupu-kupu, karena garis Tuhan untuk anak-anak begitu besar, hanya kamu yang mampu mendidik mereka hingga mereka siap menghadapi dunia.Â
Maafkan aku yang tidak bisa mendampingimu secara lahiriah.Â
Namun, jiwaku selalu berdoa supaya Tuhan mendampingi setiap langkahmu.
Kamu lebih kuat daripada yang kamu bayangkan.
***
Ku dengar suaranya dalam tidurku. Suara yang kurindukan selama satu tahun ini.
Rindu yang tidak bisa lagi ku ekspresikan dalam sikap dan kata, karena hanya lantunan doa yang bisa ku panjatkan untuknya.Â
Berpura-pura kuat supaya Ibu tidak khawatir. Tersenyum penuh ketegaran supaya anak-anak tidak terlalu berduka setelah kepergian ayahnya yang sudah satu tahun.Â
Rasanya tidak ada tempat untuk bisa menangis, setidaknya mengekspresikan diri bahwa aku perlu waktu untuk bersedih, aku perlu waktu untuk berduka kehilangan suami yang selama ini terus menemaniku.Â
Aku harus selalu terlihat riang dan kuat di depan keluargaku.Â
Terkadang candaan yang menyayat hati ketika teman-temanku berseloroh, "cari suami lagi, Fann".Â