Ketika pemandangan itu tertera dimata saya dengan jelas, tiba-tiba ada rasa syukur yang muncul dalam diri.Â
Saya memiliki pekerjaan yang membuat saya merasa berguna dan melatih otak saya untuk terus berpikir.Â
Padahal sebelumnya, ada banyak rentetan keluhan, di mana beban pekerjaan saya terasa begitu banyak dan sepertinya tidak sesuai passion.
Saat sakit hingga belum bisa beraktivitas normal, secara psikologi saya benar-benar merasa tertekan, dan memiliki kekhawatiran akankah saya bisa kembali bekerja?Â
Saya tidak mau membebani siapapun, walaupun adik dan keluarga besar pastilah sebenarnya santai saja kalau harus merawat saya.Â
Tapi pikiran membebani orang lain saja, sangat membuat saya frustasi dan tidak enak hati. Mereka pastinya punya urusan sendiri yang harus ditangani.
Hari ketiga di ICU, saya menunjukkan kondisi yang cukup stabil, sehingga diizinkan untuk kembali ke ruang rawat inap dengan pemantauan yang sangat intensif dari adik dan para suster jaga.
Walau begitu, saya masih belum diizinkan untuk berdiri sendiri, karena keseimbangan belum stabil.
"Tidak boleh jatuh," pesan dokter kepada adik dan para suster jaga.
Sepanjang menemani saya, adik saya memberikan keleluasaan saya untuk beraktivitas, seperti membaca buku dan menyicil pekerjaan.Â
Ketika saya menunjukkan tanda kelelahan, baru ia bilang "istirahat dulu, ci".
Hari keempat, saya sudah diizinkan untuk turun dari ranjang dan berjalan sendiri ke toilet.Â
Gerakan awal sangat sulit bagi saya, kepala sakitnya bukan main, hingga sangat mual.Â