Jelas-jelas hasil korupsi tersebut lah yang membuat keuangan negara jadi kacau! Bahkan membengkak parah! 23 koruptor itu  baru yang ketahuan, bagaimana yang tidak ketahuan?
Saya tidak yakin satu koruptor hanya mengkorupsi seratus - dua ratus ribu saja.Â
Tidak menutup kemungkinan dengan banyak remisi tersebut, akan ada melahirkan lebih banyak koruptor lagi.Â
Apalagi mengingat untuk mendapatkan suatu jabatan, sudah menjadi rahasia umum, orang tersebut harus menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Tidak aneh, ketika menjabat akhirnya banyak yang beramai-ramai melakukan korupsi agar "balik modal".
Lantas apakah ketika terjadi kesulitan perekonomian secara global harus ditanggung oleh rakyat saja?
Saya rasa pantas saja kalau demo berjilid dilakukan oleh sejumlah rakyat. Namun saya rasa yang perlu didemo bukan kenaikan BBM-nya, melainkan hukuman untuk para koruptor, berikut dengan harta negara yang mestinya disita.Â
Karena hasil korupsi tersebut, bila diakumulasi pastinya bisa membuat keuangan negara bernafas sedikit.
Saya juga setuju dengan saran dari Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira dalam BBC, akan ada baiknya pemerintah membubarkan kementerian atau lembaga yang menjadi beban negara, sementara ini memangkas proyek infrastruktur yang masih dalam tahap studi kelayakan, ditambah dengan renegoisasi utang melalui Debt Service Suspension Initiative (DSSI) dalam G-20.
Dengan cara seperti itu, rasanya akan lebih adil bagi masyarakat, karena pemerintah mengusahakan yang terbaik untuk kesejahteraan perekonomian dalam negeri.
Disatu sisi saya setuju adanya demonstrasi, namun tidak perlu lah berjilid-jilid, karena rasanya sudah lagi tidak efektif.Â
Turunnya massa ke jalan hanya menimbulkan kesan negatif. Jalanan menjadi macet parah, belum lagi roda perekonomian jadi tersendat, karena harus menyesuaikan jalur alternatif.Â