Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tidak Mesti Dekat untuk Menjadi Sahabat

5 Mei 2022   18:07 Diperbarui: 5 Mei 2022   18:31 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pexels.com / Luizph

Suatu konsep persahabatan yang baru kukenal, tapi aku menyukai sensasinya. Aku tidak pernah bercerita apapun padanya, anehnya saat aku sedang nge-down, ada saja caranya yang membuatku bangkit kembali.

Bertemu dengannya saat kami masih kuliah. Usianya lebih muda dariku beberapa tahun. 

Seorang perempuan bertubuh langsing dengan penampilan yang fashionable, dan berwajah manis. Setiap ia berjalan dengan langkahnya yang anggun, semua mata, baik perempuan ataupun lelaki, sukar sekali melepas pandangan darinya. 

Walau begitu, terkadang orang ragu kalau mau berdekatan dengannya, kecuali orang tersebut memiliki pemikiran yang sangat positif atau memang mencari tantangan. 

Dibalik kemanisannya yang aduhai, wajahnya cukup jutek, cara bicaranya cukup blak-blakan, entah apakah itu pengaruh dari marga Sumatera Utara-nya. Ia tidak pernah segan mengutarakan apa yang ia pikirkan ataupun rasakan, hingga kadang terkesan nyelekit.

Aku pun lebih memilih menjaga jarak dengannya, apalagi setelah terjadi satu peristiwa (sudah lupa kejadiannya) yang memicu kami untuk membuat perang status di media sosial. Sampai salah satu temanku menegur, "eaa..perang langsung lebih enak kali, dibanding perang status, kurang berasa emosinya!".

Beberapa hari kemudian, aku dan perempuan tersebut, bernama Tina (nama samaran), duduk bersama, berbaikan.

***

Aku memiliki pengalaman yang traumatis pada motor, karena sempat kecelakaan beberapa kali. 

Padahal di rumahku bertengger sebuah sepeda motor, namun hanya adikku yang mengendarainya. Aku tidak pernah berani menyentuhnya, kecuali hanya untuk mencuci ataupun memanaskannya. 

Aku tidak pernah malu menceritakannya pada siapapun, supaya tidak dipaksa untuk mengendarainya. Begitulah aku juga menceritakannya pada Tina, saat kami duduk berdua di kantin secara tidak sengaja.

"Ci, aku aja baru bisa motor, supaya gak ngerepotin orang rumah! Kalau aku bisa, cici pasti bisa!", katanya berapi-api. 

"Yah, Tin, gue juga mau bisa motor, tapi lu gak paham sih rasa takutnya gue", dalihku.

"Kalau semua nurutin sama rasa takut, kapan bisa majunya ci?! Inget kita cewek gak boleh lemah, gak bisa terlalu andelin orang lain. Mesti mandiri!", katanya semakin berapi-api.

Dan herannya, rasa beraniku langsung tersulut mendengar ucapannya.

Padahal omongan yang Tina katakan, sebenarnya sudah sering diucapkan oleh banyak orang dengan bermacam nada dan susunan kalimat.

Tapi entah kenapa, ucapan Tina lah yang langsung membuatku menggebu, dan menyadarinya bahwa selama ini aku banyak terkungkung oleh rasa takut. 

Pulangnya, aku mengambil kunci motor. Kemudian, rasa-rasanya hampir sejam aku hanya berdiri di depan motor untuk memutuskan aku mau mencoba lagi atau tidak untuk mengendarainya. 

"Jadi cewek gak boleh lemah! Mesti mandiri!", kata-kata itu kuulang terus dalam hati, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengendarainya secara perlahan-lahan. Sangat pelan, hingga rasanya jalan kaki saja masih lebih cepat. 

Aku berlatih hampir setiap hari, mendobrak rasa takut, hingga dalam waktu dua bulan, aku sudah bisa mengendarainya tanpa rasa takut ataupun keluar keringat dingin.

Kini, kemana-mana, aku sudah berani mengendarai motor.

Aku dan Tina tidak pernah membahas tentang motor lagi. 

Tapi, selalu ada rasa terima kasihku pada kata-katanya yang membuatku bangkit dari trauma yang berkepanjangan. 

Dari trauma mengendarai motor, mulai ku buka diri untuk mencoba hal-hal yang selama ini aku takutkan.

Gagal tidak masalah, yang penting terus coba, hingga terbiasa.

***

Ada masa aku benar-benar merasa down. 

Aku bingung bagaimana mengutarakan perasaan dan pikiranku kepada orang terdekat, jadi aku lebih memilih menenggelamkan diri pada pekerjaan, buku bacaan ataupun tontonan.

Dimasa itu, baru terasa bahwa aku sudah lama menutup diri dari lingkaran pertemanan, hingga bingung bagaimana cara memulai obrolan hanya untuk sekedar tertawa, melepas beban.

Tiba-tiba Tina mengirimkan pesan, dan mengatakan, "Ci, aku bikin milk tea, ni! Cobain! Sekalian ada puding zebra juga, tar kasih review ya, ci! Cici lagi dimana? Aku kirim, ya...". 

Mendapat pesan seperti itu, membuatku terkejut, namun hati bukan main terharunya.

Sesampainya milk tea dan puding zebra di meja kantorku, terukir tulisan tangan, "bukan untuk dijual!". 

Heran, tulisan tersebut membuatku tersenyum penuh haru, sekaligus membuat air mataku ngembeng.

"Gila, padahal kita gak deket, Tin, tapi lu kayak gini, bener-bener bikin gue ngerasa punya temen." ucapku dalam hati. 

Kirimannya memang berbentuk makanan dan minuman, jauh lebih dari itu, aku sangat menghargai niatnya yang tulus, hingga menyediakan waktunya untuk membuatkan dan mengirimkannya.

Dari peristiwa ini, aku baru menyadari bahwa sahabat itu tidak sebatas saling bercerita, saling mendukung, ataupun saling mengerti.

Orang yang hadir dan memberi semangat untuk bangkit dimasa-masa kita terpuruk, tanpa harus bercerita banyak dari hati ke hati, itu juga termasuk sahabat. Setidaknya itulah arti sahabat bagiku. Benar-benar suatu hal baru, dan nyata kurasakan.

***

Kini, Tina sedang menantikan kelahiran bayinya yang pertama. Melalui sosial media, wajahnya terlihat semakin glowing. Belum lagi, suami dan keluarganya sangat sayang padanya.

Tidak aneh, karena karakternya yang sangat tulus dan begitu apa adanya. 

Ia tahu bagaimana cara menyayangi dan menghargai dirinya sendiri, hingga orang lain pun turut menghargai dirinya.

Semoga Tina dan bayinya sehat selalu, sampai hari H kelahiran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun