Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mencintai Diri dengan Merawat Eksistensi Bumi

11 Desember 2021   22:58 Diperbarui: 13 Desember 2021   16:30 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pakaian bertumpuk di lemari. (sumber: istockphoto via kompas.com)

Rasa kagum terhadap Bali, ternyata tidak mentok sampai kriteria pakaian yang boleh bebas dikenakan oleh para wanita yang berkunjung kesana, seperti yang dikemukakan oleh seorang wanita muda dalam videonya yang sempat viral kemarin ini. 

Semangat mereka dalam merawat eksistensi bumi juga sangat mengagumkan. Salah satunya, seperti Pasar-pasaran dan Uma Seminyak yang mengadakan event "Repair Day" pada tanggal 12 Desember 2021, dari pukul 10.00 WITA sampai dengan 17.00 WITA. 

Memberanikan diri ngobrol dengan Mimin di Instagram Pasar-pasaran, event tersebut diadakan bertujuan untuk mengajak teman-teman datang membawa barang kesayangan yang sudah rusak, dan akan diperbaiki oleh para ahlinya yang turut berpartisipasi. 

Dari sana, teman-teman yang hadir bisa belajar cara memperbaiki barang yang mungkin lecet sedikit, tanpa harus membeli lagi. Kita pun bisa berhemat, ditambah mengurangi jumlah sampah, yang semakin lama, semakin mengkhawatirkan karena bisa membahayakan eksistensi bumi.

Salah satu tenant yang berpartisipasi dalam event Repair Day di Bali | Hasil tangkap layar Instagram
Salah satu tenant yang berpartisipasi dalam event Repair Day di Bali | Hasil tangkap layar Instagram

Ketika bumi terus terkena polusi udara, air, tanah dan sebagainya yang ditimbulkan karena penimbunan sampah, tentunya hal ini akan berdampak pada kesehatan diri kita secara tidak langsung. 

Dalam pemahaman saya, mencintai diri berarti merawat kesehatan fisik dan mental kita. Merawat eksistensi alam di bumi ini pun turut ambil bagian dalam konsep mencintai diri. 

Mengapa begitu?

Saya ambil contoh dari pakaian dengan tren fast fashion. Dalam proses produksinya, menurut Changing Markets Foundation yang rilis pada Juni 2021, industri pakaian bertanggung jawab lebih dari 20 persen polusi air di dunia.

Polusi air ini bisa meracuni sumber air yang kita minum, meracuni makanan hewan, ketidak-seimbangan ekosistem sungai dan danau, dan sebagainya.

Tidak berhenti disana, Menurut Kepala Laboratorium Kimia Analisis Sekolah Tinggi Teknik Tekstil (STTT), Sukirman, tanah yang sudah tercemar oleh zat kimia pada pakaian, kemudian ditanami tumbuhan, yang kemudian dikonsumsi oleh manusia, bisa menyebabkan kanker pada manusia.

Ilustrasi sirkulasi pakaian yang kita beli, kemudian dibuang begitu saja | Infografis dengan Canva - dokpri
Ilustrasi sirkulasi pakaian yang kita beli, kemudian dibuang begitu saja | Infografis dengan Canva - dokpri

Izinkan saya memberikan ilustrasi sirkulasi (sesuai yang saya pahami).

Pakaian yang kita buang itu memiliki dilapisi pewarna yang mengandung zat kimia. Kalau pun kita makan zat kimia langsung, bisa jadi kita akan cepat menghadap Yang Kuasa. 

Nah, kita bayangkan kalau pakaian tersebut teronggok di tanah, kemudian ketika air hujan mengguyur, maka zat kimia pada pakaian akan ikut menyerap ke tanah. 

Dari tanah, kemudian disekitar wilayah tempat pembuangan pakaian, terdapat penanaman sayur. Daun-daun pun menyerap air yang terkandung dalam tanah yang sudah terkontaminasi oleh zat kimia pakaian. Saat panen, nahh... sayur tersebut kita konsumsi. 

Hoho, bisa dibayangkan kan, kita sebenarnya sedang makan makanan sehat, atau secara tidak langsung makan "racun".

Andaikata kita tidak memakan tumbuhannya, yang kita konsumsi adalah daging hewan. Tetap saja sebelum sang hewan, kita santap, bisa jadi memakan tumbuhan yang penyerapan sari makanannya berasal dari air tanah yang sudah terkontaminasi pewarna pakaian.

Bukankah secara tidak langsung kita telah mengonsumsi zat kimia dari pakaian?

Mungkin pilihan menu makan dan bahan bakunya yang kita gunakan, terlihat sehat. Namun kalau bahan baku makanan tercemar oleh proses penguraian sampah, bukankah kita sebenarnya mengkonsumsi "racun" secara tidak langsung?

Saya pribadi tidak menganggap sirkulasi seperti ini bisa menyehatkan tubuh kita, walau mungkin kita sudah menjaganya dengan berolahraga dan menerapkan pola makan yang sehat.

Ilustrasi sirkulasi sampah plastik | Infografis dengan Canva - dokpri
Ilustrasi sirkulasi sampah plastik | Infografis dengan Canva - dokpri

Tidak berbeda dengan sampah plastik yang memiliki sirkulasi yang bisa membahayakan kesehatan diri kita dan anak-anak nantinya.

Dari minuman atau makanan yang berkemasan plastik yang kita konsumsi, kemudian dibuang ke pantai ataupun laut. 

Hewan laut pun memakan sampah plastik yang kita buang, salah satunya ikan. Dan ikan tersebut, suatu hari, kita santap dengan nikmat. 

Walaupun daging-daging ikan sudah dibersihkan, tidak menutup kemungkinan kalau daging ikan tersebut sudah tercemar oleh sampah plastik yang kita buang.

Bukankah sirkulasi ini seperti membunuh diri kita sendiri perlahan-lahan? 

Tentu hal seperti ini, saya anggap bukan bagian dari mencintai diri, karena kesehatan fisik dan mental kita, secara tidak langsung digerus oleh pencemaran lingkungan, yang disebabkan oleh pola hidup yang konsumtif.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk merawat eksistensi bumi dengan mengontrol sampah yang kita hasilkan setiap harinya.

Salah satu caranya dengan menerapkan prinsip reduce (mengurangi sampah), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (mendaur ulang) atau repair (memperbaiki) pada barang-barang yang kita miliki, setidaknya kita bisa mengontrol adanya penumpukan sampah yang berlebihan. 

Dengan begitu ketika alam di bumi ini sehat, tentu eksistensi kehidupan kita pun terjaga, karena tercipta sirkulasi kehidupan tidak saling meracuni satu sama lain.

Tentu sirkulasi yang saya tulis hanya sebagian kecil dari dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah. Karena sampah yang dihasilkan tidak hanya timbul dari gaya hidup kita saja sebagai konsumen, tapi peran produsen barang dan instansi pemerintah juga turut menyumbangnya.

Banyak faktor pendorong, dan dampak yang ditimbulkan bila kita terus menerapkan pola hidup yang konsumtif, yang kalau saya tuliskan panjang kali lebar tentu membuat teman-teman bosan.

Namun dengan menyadari bahaya yang mengancam, setidaknya kita bisa memulai dari diri sendiri untuk merawat bumi ini sebagai rumah kita, yang nantinya bisa berdampak baik untuk kesehatan tubuh dan fisik kita sendiri, serta anak-cucu kita nanti.

Dengan begitu, kita bisa mencintai diri dengan merawat eksistensi bumi, salah satunya dengan menerapkan prinsip 3R (reduce-reuse-recycle/repair) dalam mengelola barang yang kita miliki sebelum membuangnya.

Salam sehat selalu :)

Referensi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun