"Pim" menjadi nama yang cukup tenar sebagai allert bagi kita agar berhati-hati dalam mengikuti challenge yang sedang trendy di sosial media.
Melalui akun Instagram Dita Mochtar menginformasikan bahwa temannya bisa tertipu, karena sang penipu memanggilnya dengan nama panggilan yang seharusnya hanya diketahui oleh orang terdekat saja.
Setelah menyadari dirinya telah tertipu, teman Dita Mochtar tersebut baru ingat bahwa dirinya turut berpartisipasi dalam challenge "add yours", yakni "variasi nama panggilan" yang sedang nge-trend di Instagram.
O..ow!
Tidak hanya kita mesti berhati-hati pada challenge "variasi nama panggilan" saja, menurut akun Instagram Indonesiabutuhfeminis, challenge yang berjudul "berapa jarak umur kamu dan pasangan", "boleh spill profil WA kalian", "your son/daughter name", dan "tanda tangan kamu", itu juga mengandung data pribadi, lho.
Bahkan sekedar permainan "nama usaha dari tanggal dan bulan lahir" saja, itu sudah memberikan data pribadi kita pada orang lain. Owalah, hati-hati, teman-teman!
Jangan sampai kita merasa tertantang ataupun sekedar keasyikan dalam mengikuti permainan yang terlihat seru dan lucu, malah menurunkan tingkat kewaspadaan kita dalam melindungi diri dan anggota keluarga.
Tidak hanya informasi pribadi, bahkan kalau kita meng-upload foto selfie secara konsisten, data wajah kita bisa diolah sebagai tindak kejahatan, lho.Â
Hal ini disampaikan oleh Dr. Firman Kurniawan, Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia kepada Urban Asia, kutipan kalimatnya, "bahkan kita teratur memasang foto kita, menyediakan diri untuk diolah datanya secara detail. Bahkan wajahnya bayi setiap hari difoto dengan data yang terlalu matang bisa diolah sama orang lain, apalagi  NIK, no HP, no rekening."
Apa saja sih bahayanya kalau data pribadi kita tersebar luaskan? Walau bisa jadi kita menganggap diri bukan wong terkenal, ataupun merasa toh bank atau produk perbankan lainnya sudah menyebarluaskan data pribadi kita.
# Penipuan dan perampokan
Seperti yang Pim alami, seorang kenalan berusia sekitar 20an tahun, baru saja tertipu melalui WhatsApp messenger, yang nomor ponselnya memang temannya. Â
Kenalan saya yang berinisial K, sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya sedang chatting dengan peretas, karena cara pengetikan sekaligus gaya bahasanya sangat mirip dengan yang digunakan oleh temannya selama ini.Â
Tidak menutup kemungkinan berbagi isi chatting disosial media pun bisa membuat followers kita mempelajari cara kita ngobrol dengan teman-teman.Â
Nah, kalau perampokan sendiri, di Indonesia sepertinya belum ada atau belum viral, namun kita harus tetap berhati-hati dalam menampilkan lokasi dimana tempat kita sedang berada atau bisa jadi alamat rumah.
Seperti kejadian tahun 2010, Keri McMullen meng-update status di sosial media bahwa dirinya akan menonton band bersama tunangannya. Naas, momen itu malah disambut dengan gembira oleh teman SMP-nya untuk menggasak isi rumah McMullen, di kala sang tuan rumah sedang menonton konser.Â
Bukan hanya meng-tag lokasi saja, nomor rumah, nomor plat mobil, ataupun kondisi lingkungan rumah yang secara tidak sengaja turut terpampang dalam foto selfie kita dengan keluarga juga bisa menjadi "data pribadi" yang bisa digunakan sebagai akses masuk ke dalam rumah kita.Â
Hoho.. tentu tidak mau 'kan rumah kita dimasuki "tamu tak dikenal" bawa golok pula dan segala perkakas andalannya?!
# Pemalsuan Data untuk Tindakan Ilegal
Menurut Pakar Keamanan Siber dan Cissrec, Pratama Persadha, data kependudukan yang pernah bocor dari KPU bisa jadi disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kriminalitas.
Blanko KTP kosong dijadikan KTP yang berisi data pribadi orang lain yang berhasil dikumpulkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemudian pihak tersebut memakainya untuk membuka akun rekening dengan tujuan menampung hasil kejahatan.
Seperti transaksi ilegal yang seluruh produknya terdaftar dalam pasar gelap, antara lain senjata api, obat-obatan terlarang, barang hasil curian, atau bisa juga barang yang menghindari adanya pajak.
Misalkan, data kita lah yang diolah untuk melakukan tindak kriminalitas seperti itu, hmm.. bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Kita akan terseret dalam kasus pidana, padahal kita sama sekali tidak tahu-menahu, tapi bukti transaksi menunjukkan adanya akun rekening dan KTP berdasarkan nama kita secara lengkap dan benar.
Mau menangis meraung-raung pun, sepertinya tidak akan menyelesaikannya.Â
Pastinya perlu biaya yang besar untuk menyewa pengacara kondang, agar kita tidak terjerat pada pasal-pasal pidana, dimana tindak-tanduk kriminalitasnya sama sekali tidak kita lakukan, bahkan sama sekali tidak tahu-menahu bentuk kriminalitasnya.
Tentu hal ini harus kita hindari, keuntungan sama sekali tidak didapat, kok kesialan malah ditimpakan ke kita?!
Dalam kasus telemedicine juga bisa terjadi pemalsuan data, lho, contohnya sertifikat vaksin.Â
Nomor pada sertifikat vaksin yang tertera bisa dicomot oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan menjadikan nomor tersebut menjadi miliknya. Padahal pihak tersebut belum pernah vaksin sama sekali.Â
Alhasil, jangan kaget kalau tiba-tiba kita tidak bisa mengakses ataupun mengunduh nomor sertifikat vaksin kita sendiri. Bukti bahwa kita sudah melakukan vaksinasi sudah menjadi milik orang lain.Â
Hiks... pasti nelangsa kan, sudah kita cape-cape ngantri untuk vaksin, terus sudah siap mau berpergian, ehh, ternyata tidak bisa karena data kita sudah menjadi milik orang lain.
Itu baru dua bahaya yang ketahuan, belum lagi kalau sampai ada penculikan yang mengatasnamakan diri kita, dan tindak kriminalitas lainnya yang pastinya merugikan diri kita sendiri, dan anggota keluarga.Â
Lantas, data pribadi apa saja yang mesti kita lindungi?
Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, data pribadi menyangkut :
- Riwayat dan kondisi anggota keluarga, perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan psikis juga termasuk dalam ranah privasi.
- Kondisi keuangan, aset, pendapatan dan rekening bank
- Hasil evaluasi yang sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas dan rekomendasi kemampuan seseorang, serta
- Catatan pribadi seseorang yang menyangkut kegiatan formal dan non-formal.Â
Kalau dalam konteks perbankan ataupun transaksi digital, data yang mesti kita lindungi, antara lainÂ
- User ID dan Password
- PIN ATM, kode verifikasi dan kode OTP
- Nomor kartu debit, kredit, dan CVV (3 angka dibelakang kartu)
- Data identitas diri, seperti NIK KTP, SIM, NPWP, Paspor dan sebagainya.Â
- Data informasi seperti alamat rumah, nama ibu kandung, tanggal lahir, tanggal expired kartu kredit atau debit, dan paspor.
Dan sebagai tambahan, dilansir dari Indonesia Baik, data telemedicine kita tentunya perlu kita lindungi, contoh sertifikat vaksinasi, karena didalamnya terdapat data pribadi kita.Â
Jangan sampai diri kita terserempet bahaya akibat godaan untuk eksis di sosial media.Â
Menjadi eksis, tentu sangat boleh, tapi jangan lupa untuk tetap memilah, mana yang perlu di-posting dan mana yang tidak perlu, agar nantinya tidak merugikan dan membahayakan diri kita sendiri dan orang yang kita sayangi.Â
ReferensiÂ
- Bestari, Novina Putri. 7 September 2021. Bahaya Mengancam Bila Data Pribadi Bocor di Internet. Diakses dari CNBC Indonesia tanggal 24 November 2021
- Faw/Fyk. 26 Maret 2010. Status Facebook 'Undang' Perampok Beraksi. Diakses dari Detik Inet.com tanggal 24 November 2021
- Kamus Tokopedia. Pasar Gelap. Diakses dari Tokopedia.com tanggal 24 November 2021
- Lisdya, Shelly. 23 November 2021. Bahayakah Challenge Fitur "Add Yours" Instagram? Ini Kata Ahli. Diakses dari Urban Asia.com tanggal 24 November 2021
- Wahyuningsih, Ratna. 8 Oktober 2021. Awas Marak Pencurian Data Pribadi, Begini Cara Lapor dan Menghindarinya. Diakses dari Cermati.com tanggal 24 November 2021
- Nurhanisah, Yuli. 8 bulan yang lalu. Jangan Sebar Sertifikat Vaksinasi COVID-19. Diakses dari Indonesiabaik.id tanggal 24 November 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H