Perempuan Indonesia cukup berbangga hati, setelah memperingati Hari Perempuan Internasional, kita juga memiliki Hari Kartini dan Hari Ibu yang menggaungkan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.
Kesetaraan gender di Indonesia, saya rasa sudah memiliki banyak kemajuan, baik itu dibidang profesi maupun pendidikan. Dengan usaha yang keras dan tingkat ketegaran yang tinggi, perempuan dapat menempuh pendidikan setinggi yang ia inginkan, mendapatkan jenjang karier yang ia inginkan. Walau masih banyak stigma gak perlu lah perempuan sekolah terlalu tinggi ataupun karier terlalu tinggi, nanti susah dapat jodohnya.
Stigma yang melekat sejak masa kolonial Belanda. Tapi kedudukan perempuan sekarang sudah lebih baik, mungkin R.A Kartini, Dewi Sartika, dan para pejuang emansipasi perempuan lainnya bisa turut berbangga hati. Lantaran pada masanya, perempuan hanya dianggap sebagai mesin pencetak keturunan saja.
Dimasa itu apabila perempuan bisa melahirkan anak laki-laki sebanyak-banyaknya, maka sang perempuan akan diperlakukan seperti harta berharga oleh suaminya yang berkedudukan sebagai raja ataupun bangsawan. Orangtua dan sosial pun juga akan turut memperlakukannya dengan begitu baik.
Berbanding terbalik dengan perempuan yang hanya melahirkan sedikit anak laki-laki, ia harus menerima suaminya menikah dengan perempuan lain. Perempuan yang malah dipilihkan oleh orangtua suaminya sendiri. Tidak ada yang bisa membelanya, karena hal tersebut sudah dianggap lumrah.
Banyaknya anak laki-laki mengindikasikan menaikkan status sosial dan ekonomi kepala keluarga, yang notabene berdarah bangsawan.
Yang lebih mengenaskan ketika perempuan sama sekali tidak bisa melahirkan anak. Pengalaman Bibi dari Maria Ulfah (Maria Ulfah, pendiri Biro Konsultasi Perkawinan pertama di Indonesia), sang Bibi dipulangkan oleh suaminya yang menjabat sebagai bupati.Â
Bukannya mendapat simpati ataupun hiburan, orang tua Bibi Maria Ulfah, R.A. Soewenda, malah menganggapnya sebagai produk gagal, lantaran tidak bisa melahirkan keturunan. Ironi sekali.
Kini, perempuan tidak perlu mengalami hal seperti itu lagi, apalagi perempuan dan laki-laki sudah bisa mengenyam pendidikan setara. Dalam rumah tangga pun, perempuan bisa menyuarakan pendapat dan turut serta memberikan keputusan.
Saya pribadi sangat berbangga hati terlahir sebagai perempuan dan sangat mengagumi seorang perempuan yang telah menjadi ibu rumah tangga. Menurut saya, menjadi ibu rumah tangga melahirkan pribadi yang multi talenta dan berjiwa seni yang tinggi.