Hal ini terjadi juga dalam membaca pemberitaan dari akun-akun sosial media, smartphone kita akan mengarahkan pada akun sosial media yang memiliki opini atau pemberitaan yang satu alur.Â
Hal ini saya alami ketika saya mendukung satu tokoh politik. Saya memiliki kecenderungan untuk  mencari berita atau opini yang mendukung beliau. Yang berbeda pendapat, tentu tidak pernah saya lihat.Â
Maka itu, muncullah feed pencarian yang akun sosial medianya mendukung beliau. Banyaknya akun sosial media yang muncul dengan pembelaan dan pemberitaan.
Serta adanya bukti bahwa tokoh politik yang saya dukung itu sangat baik, akhirnya secara tidak sadar pola pikir saya terbentuk untuk sepakat dengan semua yang dilakukan tokoh politik tersebut selalu benar, oposisi selalu salah.Â
Suatu hari, saya penasaran dengan berita-berita dari oposisi tokoh tersebut. Kemudian terjadilah penyeragaman konten dari akun sosial media yang berbeda-beda, ada saja salahnya tokoh politik tersebut dan ada bukti-bukti yang mendukungnya.Â
Dari yang tadinya saya kesal membacanya, dan menganggap banyak editan, hingga akhirnya saya menemukan suatu fakta bahwa selama ini sosial media telah menggiring pikiran dan kepribadian saya untuk berpihak.
Penelitian Snsp.org menyebutkan penyeragaman konten membuat kita secara tidak langsung membentuk sebuah komunitas. Orang-orang yang memiliki pendapat yang sama, pemikiran dan kesukaan yang sama akan bersatu untuk membentuk suara mayoritas, sedangkan orang-orang yang tidak sependapat akan dianggap minoritas.Â
Jadi ketika ada orang yang berseberangan pendapat, orang tersebut akan dianggap tidak baik dan dicaci.
Saya rasa hal tersebut bisa memberikan efek fanatisme dalam diri seseorang. Dan tidak menutup kemungkinan akan terbawa ke kehidupan sehari-hari, dimana kita cenderung berteman dengan orang yang sepemikiran dan sependapat saja. Ketika terjadi perbedaan pandangan, kita tidak lagi menggunakan akal sehat dalam berargumentasi, rasa untuk membela kelompoknya muncul tanpa disadari.Â
Mungkin juga emosi itu muncul karena kita sebenarnya tidak paham dengan apa yang terjadi dilapangan, kita hanya melihatnya dari secuil informasi yang beredar di sosial media yang disajikan oleh akun-akun yang ternyata memiliki opini dan pemikiran yang sama.Â
Karena banyaknya berita dan pendapat yang sama, maka kita anggap kejadian tersebut menjadi sebuah kebenaran yang mutlak.Â