Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Inspiratif Kaum Difabel yang Lebih Memiliki Semangat Luar Biasa

6 Desember 2020   23:11 Diperbarui: 28 April 2021   09:02 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Pernah, saya diajak makan dengan kedua sahabat di restoran Finger (kalau tidak salah namanya). Disana pramusajinya hampir seluruhnya tuna wicara. Untuk memesan makanan, kami harus memakai isyarat jari. Petunjuk isyarat jari sudah disediakan berupa kertas yang diletakkan diatas meja.

Para pramusajinya melayani kami dengan sangat ramah sekali, sama sekali tidak merasa canggung ataupun menampakkan wajah yang malu-malu. Disana kami merasa seperti makan direstoran pada umumnya dengan hidangan makanan yang lezat. Kami bahkan sempat lupa kalau pramusaji tersebut rata-rata tuna wicara. Mereka senang dengan sikap kami yang memperlakukan mereka secara normal. 

Setelah makan, kami sempat mengobrol dengan mereka, disana ada pramusaji juga yang bisa berbicara normal. Sehingga, ketika kami tidak memahami isyarat pramusaji, pramusaji yang bisa berbicara normal tersebut akan menerjemahkannya pada kami.

***

Ketika saya mulai mengeluhkan hidup atau muncul rasa iri bila ada teman yang memposting kehidupan sosialnya di sosial media, ingatan saya akan langsung beralih kepada pengalaman bertemu dengan kaum difabel.  

Kaum difabel acapkali dianggap pribadi yang memiliki kekurangan dalam hal fisik ataupun mental. Namun semangat mereka yang seringkali membuat saya malu melihat diri sendiri. Dari luar, saya tidak melihat mereka membatasi diri pada kekurangannya. Selama mereka memiliki panca indera yang bisa digunakan untuk berkarya dan bekerja, mereka sepertinya lebih memilih untuk berkarya dibandingkan menghabiskan waktu menangisi kekurangannya.

Pribadi mereka yang kuat dan tidak mau dianggap remeh, membuat saya seringkali segan memperlakukan mereka seperti orang yang memiliki kekurangan. 

Memang untuk hal tertentu, mereka memang terbatas, apalagi bila kita tidak tahu kalau orang yang kita temui ternyata difabel, seperti pramusaji yang saya ceritakan diatas. 

Keterbatasan mereka dalam hal fisik ataupun mental bukan berarti membuat karya mereka turut terbatas juga. Mereka memiliki semangat luar biasa untuk membuat karya yang sempurna dan bekerja dengan dedikasi, asalkan kita menghargai keberadaan dan kemampuan mereka.

Dari kaum difabel, saya belajar untuk mengintropeksi diri agar lebih baik, bukan melihat kekurangan diri dan lantas mengasihani diri sendiri atas nasib buruk yang menimpa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun