Dunia Batik mengajarkan saya betapa berharganya sebuah karya pengrajin. Pernah satu hari saya ikut workshop membuat Batik Tulis, menurut saya, cukup sulit, dan butuh kesabaran yang ekstra dari segi mendesain motif, melapisi dengan lilin hingga proses pewarnaan. Karena sudah merasakan kesulitannya, saya pun mulai suka dengan produk-produk handmade.Â
Enigma adalah salah satu brand lokal  yang produknya handmade semua, bahkan desainnya sendiri langsung datang dari owner-nya sendiri.Â
Berawal dari ketertarikan saya pada totebag motif Shibori yang saat itu desain motifnya belum terlalu pasaran. Saya membelinya dengan menitip sahabat saya, karena ia juga mau membelinya. Ketika totebagnya tiba ditangan saya, saya pun melihat kualitas totebag tersebut, bahannya katun, dan kainnya sendiri terasa sekali buatan pengrajin, bukan memakai teknik mesin. Jahitannya pun juga kuat.
Karena suka, totebag tersebut saya pakai untuk berpergian, hingga kini, saat totebag tersebut memasuki usia 2 tahun, saya masih sering memakainya.
Berikutnya, masker kain juga diproduksi oleh Enigma, tepatnya pemilihan kain dan pembuatannya dikreasikan sendiri oleh owner-nya. Saya menyukai desain masker ini karena simpel polos, dan hand stitching disatu sisinya terasa unik. Kebetulan memang model masker yang saya cari adalah kain polos, sehingga bisa dimatching-in dengan berbagai outfit yang saya pakai, tapi tidak terlalu kelihatan polos.Â
Selain itu, tidak hanya produk saja yang terbuat dari buah karya tangan, packaging-nya sendiri juga diuntai dengan jari-jemari. Saya jadi curiga jangan-jangan tulisan merknya sendiri juga ditulis tangan oleh si owner.
Sekitar dua minggu lalu, saya berkesempatan untuk melihat produk-produk Enigma secara langsung. Saat itu, Summarecon Mall Serpong mengadakan bazaar produk home living dan craft. Saat tahu Enigma ada bazaar disana melalui IG Story-nya, @enigmartextile, saya pun langsung cus kesana begitu ada kesempatan.
Di bazaar inilah saya bertemu dengan Selly, owner Enigma. Dengan sangat ramah ia menjelaskan tentang proses pembuatan produk-produk Enigma. Bahan kain Enigma ini memang dibuat langsung oleh para pengrajin yang ada di Jawa. Pemilihan warna untuk produk-produknya belakangan ini ditentukan langsung oleh Selly, dan beberapa desain motifnya pun dibuat sendiri olehnya.
Pembuatan produk sengaja dibuat dengan tangan, karena Selly merasakan ada perasaan yang tertuang ketika menciptakan sebuah produk dari tangannya langsung. Maka itu, produk kain pun ia pilih dari pengrajin langsung, karena ia tahu pengrajin akan membuat kain-kain tersebut dengan perasaan. Ada beberapa kain juga yang dicelup langsung oleh Selly, menghasilkan motif yang sesuai dengan selera kreasinya.Â
Ia merasa ketika suatu produk dibuat langsung dengan tangan dan ada rasa yang tertuang, maka akan ada nilai estetika yang terkandung didalamnya. Ia percaya produk yang diciptakan dengan rasa, maka si produk akan memancarkan cahaya dan memberikan kenyamanan dan kehangatan bagi si pemilik baru dalam menggunakan produk tersebut.
Akulturasi budaya juga Selly libatkan dalam kreasi produk-produknya. Ia menyukai budaya Jepang yang minimalis, serta menyukai budaya Indonesia yang bernuansa alami. Dengan kesukaannya pada kedua budaya tersebut, kita akan melihat produk-produk Enigma terkesan etnik, minimalis, modern, sekaligus terasa dekat dengan alam.
Pameran pun kerap dilakukan oleh Selly dibeberapa event kecil-kecilan dari tahun 2017. Dari sana, ia mendapatkan beberapa tawaran untuk menitipkannya di toko-toko yang berlokasi di Ubud, Sanur dan Seminyak, Bali. Ternyata respon dari pembeli sendiri juga sangat positif pada produk-produk kreasinya. Hal ini membuatnya bersemangat untuk selalu mengkreasikan produk Enigma melalui tangan, dan dituangkan dengan rasa.
Nah, untuk mengobati rasa penasaran, saya pun menanyakan brand Enigma  yang tercetak pada produk apakah ditulis sendiri oleh Selly, atau dibuat dari font digital. Dan ternyata benar dugaan saya, brandnya adalah karya tangannya sendiri.
Awal mulanya Selly menulis kata Enigma dengan kuas, sembari memikirkan brand Enigma ini akan dibawa kearah mana. Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, ia pun sempat mau membuat logo Enigma secara digital. Tapi setelah membandingkannya beberapa kali dan menanyakan pendapat teman-temannya, akhirnya ia memutuskan untuk tetap memakai logo Enigma yang dibuatnya dengan kuas.Â
"Supaya si Enigma totalitas dalam membuat kreasi handmade! Dari logo, packaging hingga produknya mesti handmade semua. Hehe." kata Selly dengan mata berbinar-binar.
Wah, penjelasan Selly tentang produknya benar-benar menginspirasi saya untuk melakukan sesuatu hal dengan rasa. Ketika kita melakukan aktivitas sesuai passion dan memaknainya dengan rasa, kita akan menghargai kreasi kita sendiri, sehingga orang lain pun akan turut merasakan perasaan kita melalui produk yang sudah kita kreasikan.
Sama halnya ketika kita menghargai diri dan mencintai diri kita sendiri, maka dengan otomatis orang lain pun akan turut menghargai dan menghormati diri kita.
Salam hangat :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H