Masih ingat tidak ada hacker (peretas) yang menyabotase website Telkomsel tentang tarif dan bonus kuota yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pelanggan?Â
Pihak Telkomsel sempat membela diri, namun karena peretas tersebut mendapat dukungan dari sejumlah pelanggan Telkomsel lainnya, sekarang paket HOOQ, VIU, ataupun iming-iming kuota musik dan video sudah tidak ada lagi, digantikan dengan paket kuota YouTube ataupun sosial media lainnya.
Memang sih tindakan meretas tersebut bisa terkena sanksi pidana, namun apakah "demo" tersebut  menimbulkan kerusakan fasilitas, dan mendapatkan kecaman dari banyak pihak? Apakah ada "demonstrasi" tersebut yang diakhiri dengan ditunggangi, dan malahn memakan korban jiwa?Â
Seingat saya, "demonstrasi" yang dilakukan sang peretas mendapatkan dukungan penuh dan jujur saja, ada apreasiasi secara tidak langsung bagi peretas tersebut dari berbagai pihak karena telah kreatif menyuarakan aspirasi pelanggan Telkomsel.
Saya tidak bermaksud untuk memojokkan teman-teman yang berdemonstrasi, namun perlu diingat apakah teman-teman tidak sayang dengan diri sendiri? Sudah meh merasa dirugikan dengan peraturan UU Cipta Kerja, kemudian risiko kesehatan ditanggung sendiri, belum lagi ada korban jiwa akibat tindakan anarkis oleh para penyusup.
Siapakah yang akan mengeluarkan biaya apabila Anda terkena COVID 19 ataupun maaf, sampai terluka? Tentu Anda sendiri dan keluarga yang bisa menanggung pedih dan mengeluarkan biaya.
Bukankah hal tersebut benar-benar seperti sudah jatuh, tertimpa tangga pula, yang berarti mendapatkan kemalangan yang bertubi-tubi?
Apakah suara Anda mau didengarkan oleh pemerintah ataupun para wakil rakyat? Saya rasa ketika teman-teman sedang melakukan aksi demonstrasi, para pejabat yang mengetuk palu dan menyetujui UU Cipta Kerja sedang menonton menyaksikan teman-teman yang berdemonstrasi, sambil ngopi ataupun merokok.Â
Dari tahun ke tahun, kita pastinya sudah belajar dan memiliki pengalaman bahwa memberikan aspirasi dengan turun ke jalan, selalu diakhiri dengan penyusup yang menunggangi aksi demonstrasi. Semuanya pasti berujung pada pengrusakan, belum lagi memakan korban jiwa. Sedih pasti dirasakan oleh teman-teman. Aspirasi belum tentu didengar, tapi rasa sakit sudah pasti dirasakan oleh teman-teman dan keluarga.
Apakah tidak lebih baik untuk demonstrasi berikutnya, kita lakukan dengan lebih kreatif? Misal meretas website DPR RI, atau membuat meme. Atau bisa juga memberikan aspirasi seperti para seniman senior, salah satunya Butet Kertaradjasa. Beliau mengkritik halus pemerintahan Orde Baru dengan menirukan suara Presiden Soeharto.
Bisa juga seperti penyanyi beken yang hingga kini namanya masih kita kenal, Iwan Fals. Beliau mengkritik pemerintahan dan DPR RI waktu itu melalui lagu Bento, Umar Bakri dan lagu-lagu lainnya.
Teknologi kian canggih, pendidikan sudah hampir merata, pastinya cara berpikir kita sudah lebih maju dan kreatif. Sosial media tidak hanya bisa kita gunakan untuk keeksisan pribadi, tapi kita gunakan untuk menuangkan aspirasi.
Perlu kita ingat bahwa demonstrasi turun ke jalan, hanya menimbulkan petaka bagi diri sendiri dan sesama. Belum lagi keluarga harus menanggung biaya untuk mengeluarkan teman-teman dari kantor polisi (apabila tertangkap) dan pengobatan (apabila teman-teman mengalami cedera). Akan lebih baik, ketika kita ingin memberikan aspirasi, berdemolah dengan cara yang lebih kreatif lagi, sehingga tidak menimbulkan petaka bagi diri sendiri dan teman-teman senasib lainnya.
Belum lagi, ketika aksi demonstrasi yang anarkis semakin membrutal, bukankah krisis akan melanda negeri kita sendiri? Lantas yang susah siapa lagi? Bukankah diri kita sendiri?
Mari kita tunjukkan bahwa kita sudah cerdas, dan tidak bisa "dibodohi" lagi dengan segala macam alasan "demi rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat". Â Berdemolah dengan cara yang kreatif, tapi menyelekit dihati. Jangan biarkan diri kita mengalami kemalangan berkali-kali lipat, hingga disebut apes.
Salam Demokrasi
ReferensiÂ
Nistanto, Reska K. 28 April 2017. Telkomsel Tanggapi Protes "Hacker" yang Bilang Tarif Internet Mahal. Diakses dari Kompas.com tanggal 9 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H