Kata "Terserah"-nya para tenaga medis, sepertinya tidak bisa kita artikan sebagai lain dihati, lain dimulut. Kalau boleh saya maknai. "terserah" sebagai kecewa dan sedih yang sangat mendalam hingga tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya bisa mengeluarkan kata "Terserah". Pasrah, mau ngomong juga percuma, gak bakal didengar dan dipahami juga.Â
Pasti kita akan merasakan hal yang sama, kan?Â
Coba kita bayangkan andai kita nih sudah bertaruh nyawa untuk orang lain yang sama sekali gak kita kenal, sampai menjauhkan diri dari orang-orang yang disayangi, tapi rasa-rasanya pengorbanan kita cuman dianggap main-main belaka. Digaji sih, cuman rasanya kok ya gak setimpal gitu dengan tenaga, perasaan bahkan nyawa yang dikorbankan.
Setelah usaha keras sampai kurang tidur, mesti berusaha nenangin keluarga supaya mereka gak khawatir, belum lagi harus menahan rindu supaya gak ketemu keluarga dulu, takut keluarga nanti bisa tahu-tahu kena. Malah dianggap itu bukan pengorbanan, melainkan kewajiban yang mesti kita lalui.
Kalau kita jadi mereka, bagaimana perasaannya? Kalau saya pribadi sih pasti ngerasa perih banget beneran.Â
Bukannya saya menyalahkan pemerintah, tapi kok ya pemerintah gak bantu koordinasi lebih awal sebelum mengumumkan transportasi publik diaktifkan kembali? Setidaknya dengan adanya koordinasi dengan perusahaan-perusahaan transportasi publik terlebih dahulu mengenai pengetatan aturan jaga di lapangan, jadi kan kejadian berkerumun bisa dihindari.Â
Kok setelah beritanya viral, baru ada pengetatan aturan? Itu kan namanya aturan setengah matang.
Bukan juga saya menyalahkan orang-orang yang mengantri mudik ASAP, karena saya berusaha memahami mereka mungkin memiliki pertimbangan tersendiri sampai harus memaksakan diri untuk pulang. Mereka yang berkerumun ditempat umum, mungkin jenuh dirumah, atau ingin buru-buru pulang setelah berbelanja, jadi desak-desakkan sedikit, gak masalah. Tapi, kok yaa, gak bisa apa tahan diri dulu sebentaaarrr saja.Â
Belum lagi ada saja YouTuber yang demi konten, malah menyepelekan virus korona ini. Kalau ada yang setuju dengan pemikiran YouTuber itu bagaimana? Kalau banyak orang yang akhirnya terpengaruh dan malah turut meremehkan virus ini, kemudian setelah semakin banyak yang terjangkit, lantas pertanggung jawaban mereka terhadap korban bagaimana? Paling banter, ikut berbela sungkawa, atau turut bersedih pada orang-orang yang terpapar virus korona.Â
Coba kita pikir lagi kalau kita bekerja sebagai tenaga medis.Â
Tenaga medis mesti nahan rindu keluarga berapa lama lagi? Berapa APD lagi yang mesti dipakai tenaga medis, karena sekali pakai buang, berapa duit itu yang keluar? Tentu gak sedikit. Kalau sampai kekurangan APD lagi, bagaimana solusinya? Apakah dengan meneriakkan pemerintah gak menyiapkan APD? Tenaga medis mesti kerja berapa lama lagi supaya bisa istirahat?Â
Berapa lama lagi juga tenaga medis perlu nenangin keluarga supaya gak khawatir? Padahal secara psikologis, setiap manusia perlu rehat dari pekerjaan yang rutin. Mana mungkin bisa istirahat kalau pasiennya semakin banyak?Â
Jujur saja, saya sangat berempati pada kondisi tenaga medis dan keluarganya secara mental dan fisik.Â
Demi sumpah dan tugasnya untuk melayani masyarakat, mereka rela menahan rindu tidak memeluk suami, istri, anak, dan orang tua. Demi tugasnya juga, letih lesu pun berusaha diterobos, demi supaya bisa segera kembali ke kehidupan normal, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, serta bisa hang out dengan teman-teman tanpa rasa khawatir akan menularkan penyakit.Â
Demi tugasnya juga bahkan ada tenaga medis yang terenggut nyawanya, meninggalkan keluarganya yang cuman bisa menangis ditinggalkan. Kalau tenaga medis yang meninggal itu ternyata tulang punggung keluarga, bagaimana? Apakah kita semua bisa bantu perekonomian keluarganya? Apa kita bisa kasih dukungan moril bagi keluarga tenaga medis yang telah ditinggalkan hingga rasa dukacita mereka pulih kembali? Paling banter, kita cuman bisa bilang turut berduka cita.Â
Tapi mungkin pemerintah dan masyarakat yang sangat ingin keluar rumah, lebih merasa ada hal lain yang jauh lebih diperhatikan, dibandingkan keselamatan nyawa manusia. Mungkin mereka berpikir, "tenaga medis wis memang sudah harusnya melayani masyarakat, jadi gak perlu diperhatikan kebutuhan psikologisnya."
Mungkin juga memang solusi terbaik adalah pelan-pelan masyarakat diberikan stimulasi untuk menjalani new normal, yang bisa jadi mendekati sistem herd immunity, dimana orang-orang akan mengalami kekebalan virus kalau berhadapan langsung dengan si virus. Hanya saja menurut penelitian, risikonya, akan banyak korban jiwa yang bergelimpangan. Tapi sepertinya, ada saja orang yang lebih senang menjadi kebal virus, dibandingkan menyelamatkan diri dari virus korona yang ganas ini.
Jadi perekonomian di negara ini bisa kembali normal, masalah sosial, seperti kriminalitas ataupun kemiskinan terhindarkan. Nyawa hilang pun ya risiko.Â
Sebagai penutup, kebetulan sekarang ini masa-masa umat Islam mengumpulkan ibadah, tidak terkecuali agama lain pun yang ikut bersimpati juga mengumpulkan ibadahnya dengan mengasihi dan menghormati sesama. Saya doakan semoga pengorbanan dan perihnya tenaga medis dan keluarganya menjadi pundi-pundi yang dikumpulkan sebagai amal ibadah.
Mungkin banyak yang kurang bisa menghargai usaha kerasmu, para tenaga medis. Tapi saya percaya dari apa yang pernah saya pelajari diagama, Yang Diatas gak pernah menutup mata untuk menghargai usaha keras orang-orang yang mengorbankan nyawa dan kebutuhannya demi keselamatan orang lain.
Semangat terus, Tenaga Medis. Saya beserta teman lainnya yang masih dirumah saja, senantiasa mendukung kalian ^^
Referensi
- Alam, Bachtiarudin. 18 Mei 2020. 'Indonesia Terserah' dan Lunturnya Semangat Tenaga Medis Hadapi Pandemi. Diakses dari Merdeka.com tanggal 20 Mei 2020.
- Sulaiman, M. Reza. 27 Maret 2019. Kurang Istirahat karena Sibuk Kerja, Waspada Masalah Kesehatan Mengintai. Diakses dari Suara.com tanggal 20 Mei 2020
- Wartakota. 10 Mei 2020. BREAKING NEWS : IKEA Ditutup dan Didatangi Petugas Satpol PP Kota Tangerang. Diakses dari Warkota.tribunnews.com tanggal 20 Mei 2020
- Triyasni. 10 Mei 2020. INFOGRAFIS : Heboh Penumpang Pesawat Membludak. Diakses dari Liputan6.com tanggal 20 Mei 2020
- Tim Detik.com. 18 Mei 2020. Jokowi : Ingat! Yang Kita Larang Mudik, Bukan Transportasinya. Diakses dari Detiknews.com tanggal 20 Mei 2020
- Rosana, Christy. 6 Mei 2020. Menhub : Mulai Besok, Seluruh Moda Transportasi Dibuka Kembali. Diakses dari Tempo.co tanggal 20 Mei 2020
- BBC Indonesia. 19 Mei 2020. New normal : Tudingan 'herd immunity' hingga 'mengorbankan nyawa demi bisnis' di balik protokol cegah Covid 19. Diakses dari BBC.com tanggal 20 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H