Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Upgrade Rasa Cinta dengan Gaya Hidup Minimalis

19 Februari 2020   15:48 Diperbarui: 19 Februari 2020   15:49 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencintai diri sendiri dan lingkungan hidup | Foto IDN Times

Rasa cinta tidak melulu pada pasangan dan anak, tapi bisa ke diri sendiri dan lingkungan.

Saya rasa yang kurang dari kita saat ini adalah benar-benar mencintai diri sendiri dan lingkungan sekitar kita. Karena kalau cinta pada pasangan, tentu biasanya pol-polan, apalagi kalau awal pacaran atau menikah, wah, prinsip apapun ku lakukan untukmu pasti terjadi. Rasa cinta pada anak pun biasanya pasti dilakukan dengan sepenuh hati, tapi terkadang sebagai orang tua, kita lupa untuk memperhatikan kesehatan dan masa depan kita sendiri.

Dalam tulisan ini, saya ingin menulis lebih lanjut tentang gaya hidup minimalis, yang pada akhirnya membuat rasa cinta saya terhadap diri sendiri dan lingkungan lebih meningkat.

# Cinta pada diri sendiri

Dulu saya menganggap saya sudah sangat mencintai diri sendiri, namun belakangan saya baru sadar, bahwa ternyata saya belum mencintai diri saya, melainkan memanjakan rasa ego untuk diakui saja.

Saya berdandan dan berpakaian rapi untuk dinilai cantik, saya membeli tas ataupun fashion yang sedang tren supaya dianggap gaul, dan menahan diri untuk tidak mengungkapkan ketidaksetujuan supaya menghindari konflik, tapi habis itu stres sendiri. Hehe.

Ketika saya menjalankan hidup minimalis, saya didorong untuk hanya mengoleksi barang yang benar-benar saya suka saja, termasuk pakaian. Yang saya sisakan dilemari adalah model yang saya sukai dan nyaman dipakai. Pada akhirnya hal tersebut membawa saya untuk berpakaian sesuai dengan selera saya sendiri. Lambat laun, minat saya terhadap tren fashion semakin berkurang. Yang penting saya berpenampilan rapi dan sesuai dengan kondisi, itu sudah cukup.

Nah, dari cara berpakaian tersebut, mulai mempengaruhi cara saya dalam mengemukakan pendapat. Saya tidak lagi malu-malu menyatakan ketidaksetujuan, yang penting dikemukakan secara sopan, semua akan baik-baik saja, saya tidak akan dibenci atau dihindari hanya karena berbeda pendapat. 

Tidak itu saja, kegiatan memilah-milah barang, mana yang perlu saya pakai, simpan sementara dan buang ataupun jual, ternyata berpengaruh pada cara saya menghadapi suatu hal yang kurang saya setujui. Saya memilah mana yang perlu saya kemukakan, dan mana yang tidak perlu saya kemukakan. Ketika ada keputusan rekan kerja yang bisa merugikan saya nantinya, maka saya akan segera kemukakan secara baik-baik, tidak peduli akan terjadi konflik atau tidak. Namun, kalau saya rasa kerugian dari keputusan rekan kerja masih bisa saya handle, maka saya tidak akan mengkonfrontasikan.

Dari kegiatan memilah barang dan mengoleksi barang yang kita sukai saja, ternyata mampu membawa perubahan dalam diri saya. Saya menjadi merasa nyaman dengan diri saya sendiri, dan tidak lagi melakukan sesuatu karena ingin "diakui" oleh orang lain, melainkan, saya mau lakukan sesuatu karena saya ingin.

Dengan saya berpakaian sesuai dengan selera sendiri, saya pun mulai berani untuk mencoba hal-hal baru, karena sudah ada rasa percaya diri yang timbul, seperti menulis ataupun ikut lomba menulis. Walaupun belum pernah memenangkan lomba, tapi kemajuan saya setahap demi setahap dalam belajar menulis sangat saya nikmati. Saya tidak lagi mudah tersinggung ketika ada orang yang mengkritik pekerjaan saya, juga tidak lagi cepat down karena merasa memiliki kekurangan.

Selain itu, dari kegiatan memilah barang pun, saya juga mendapatkan pelajaran, yakni memilah omongan orang yang perlu saya pikirkan dan tidak perlu dipikirkan, hal apa yang perlu saya khawatirkan, dan hal apa yang saya biarkan melaju begitu saja, walaupun perih, tapi saya anggap sebagai proses belajar dalam hidup. 

Pada akhirnya, saya merasa kalau rasa cinta pada diri saya yang sebenarnya mulai tumbuh. Saya melakukan sesuatu karena suka, dan tidak memberikan rasa stres ke diri saya sendiri dengan memilah omongan apa yang perlu ditanggapi dan kejadian apa yang perlu dikhawatirkan.

# Cinta Lingkungan Hidup

Rasa cinta ini timbul karena tanaman mampu memberikan hawa sejuk dan merilekskan pikiran pada saya. Bahkan para YouTuber minimalis pun seringkali muncul dengan tayangan banyak tanamannya, membuat mata yang melihat adem. 

Gaya hidup minimalis ini, yang saya rasakan sendiri, mengetuk diri saya untuk peduli lingkungan. Benda-benda yang saya koleksi dan benar-benar pakai pada akhirnya semakin sedikit saja jumlahnya, bukan karena adu sedikit dengan para minimalis lain, melainkan yang saya gunakan itu benar-benar memang yang saya perlu saja. 

Dari mengoleksi barang yang saya perlu saja dan benar-benar saya sukai bentuk, serta warnanya, menumbuhkan rasa syukur dalam diri saya. Biasa manusia, kalau punya sedikit pasti disayang-sayang. Punya banyak biasanya dibuang-buang. Hehe. Anda begitu tidak?

Nah, rasa syukurlah yang akhirnya saya mulai memperhatikan lingkungan hidup. 

Saya mulai membuka diri memperhatikan hal lain diluar dari diri  karena saya tidak lagi disibukkan dengan pikiran harus punya A B C agar merasa bahagia dengan memiliki  barang-barang yang belum tentu saya benar-benar perlukan. Dari sinilah saya baru paham mengapa para YouTuber minimalis, background-nya harus banyak tanaman, atau terlihat mereka peduli sekali pada tanaman. 

Saya mulai memperhatikan banyaknya penimbunan sampah yang dihasilkan oleh salah satunya saya sendiri, tanpa bisa mengolahnya lagi. Dampak dari banyaknya sampah, dan penggunaan sumber daya alam dengan tidak bijaksana sudah kita rasakan bersama-sama, yakni banjir, sekalinya panas, hawanya seperti lengket banget, kekurangan air bersih dan polusi udara. Tidak itu saja, yang saya perhatikan, saya, keluarga dan teman-teman dikantor mudah terjangkit penyakit, yang bisa jadi karena pola hidup yang kurang sehat, makanan dan udara.

Ketidak-seimbangan diri kita dan alam, bisa membawa bencana bagi diri kita sendiri. Mungkin kita bisa katakan bahwa bencana terjadi tidak lepas dari ujian Tuhan. Tapi kalau kita tarik ke belakang lagi, bisa jadi tidak, karena ulah kita sendiri lah yang tidak menjaga keseimbangan alam sekitar yang membuat kita seringkali terkena bencana.

Untuk itu, saya pun terdorong untuk turut mengurangi penimbunan sampah, kalau ada yang bisa saya akali tanpa perlu ada sampah, maka saya akan menggunakannya. Kalau tidak bisa dihindari, ya wis, mau ga mau timbul sampah. Hehe.

Gaya hidup minimalis ini, saya rasa, bukanlah suatu tren gaya hidup, akan tetapi gaya hidup yang memberikan kita manfaat, yakni mencintai diri sendiri secara tulus dan turut mencintai lingkungan hidup. Jadi, jangan hanya pasangan dan anak yang perlu diperhatikan dan disayang, diri sendiri dan lingkungan hidup juga perlu dimanja, dicintai dan disayang. 

Salam :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun