Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Samakah Tidak Munafik dengan Luapan Emosi Berupa Kata-kata Kasar?

20 Januari 2020   11:23 Diperbarui: 20 Januari 2020   12:03 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : IslamSantun.com

Kalau yang saya baca di IDN Times, bisa jadi tidak terkendalinya emosi itu yang diluapkan dengan rentetan kata-kata kasar menandakan rusaknya sistem limbik dalam otak (sistem otak yang bertanggung jawab atas respon perilaku dan emosional seseorang). Seringnya berkata-kata kasar pun, dalam New York Times, dijelaskan orang yang melakukan hal tersebut akan dinilai, maaf, tidak berkelas.

Setahu saya, tidak berkelas ini biasanya merujuk pada orang yang kurang mendapatkan pendidikan karakter dan tidak mengenal budaya. Kalau dikaitkan dengan budaya bangsa kita, kita kan sudah diberi cap oleh dunia, bahwa orang Indonesia sangat ramah dan memiliki sopan santun yang tinggi, artinya kelas peradaban budaya kita sudah tinggi sebenarnya. 

Dengan begitu, saya mendapatkan kesimpulan, ternyata tidak munafik bukan berarti harus mengekspresikan emosinya dengan kata-kata kasar dan seperti tidak terkendali. Karena tidak munafik sendiri lebih fokus pada pikiran, ucapan dan perbuatan yang menjadi satu. Sedangkan, meluapkan emosi dengan kata-kata kasar secara tidak terkendali, mencirikan kerusakan pada sistem limbik pada otak, dan lebih merujuk kepada orang yang tidak berbudaya.

Dalam Fimela.com, juga disebutkan bahwa akibat dari seseorang yang tidak bisa menahan emosinya dengan berkata-kata kasar, yakni guratan emosinya akan terlihat (wah, hati-hati bisa menambah garis-garis keriput), kemudian reputasi kita hancur, dan yang pasti menjadi bahan gosipan. Tidak mau kan itu terjadi pada diri kita?

Jadi supaya tidak cap munafik, akan lebih baik kita fokus saja dengan diri kita yang pikiran, ucapan dan tindakan sejalan, seperti janji ditepati, menjaga kepercayaan orang lain, dan masih banyak lagi. Kalau sedang berseteru dengan orang lain, akan lebih baik kita tenangkan diri dulu, kemudian mencari waktu untuk menyampaikan langsung ketidaksukaan kita pada orang lain secara baik-baik, supaya tidak timbul masalah baru, yang akhirnya membuat kita cape hati sendiri.

Kalau orang tersebut tidak bisa dibilangin juga, ya berarti kan tidak mau berteman, ya let him/her go saja. Masih banyak hal yang mesti kita urusi kok dibandingkan sibuk dengan orang-orang yang membuat kesehatan mental dan sistem limbik pada saraf otak kita terganggu.

Dengan begitu, sepertinya saya dapat menyimpulkan kalau tidak munafik tidak sama dengan meluapkan emosi dengan kata-kata kasar yang tidak terkendali. 

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun