Sewaktu kecil, kalau masa-masa Natal, saya seringkali melihat program TV yang menayangkan Misa di Gereja Katolik yang membawa unsur Jawa, bahasa yang mengiringinya pun bahasa Jawa.Â
Saya tidak memahaminya, namun senang melihatnya. Terkadang gerakan menyembah kedua telapak tangan disatukan dan diletakkan pada kening, juga sering saya ikuti.Â
Bunyi gamelan yang mengiringi puji-pujian kepada Tuhan memberikan kedamaian di hati.
Saat ke Yogyakarta kemarin, ibu saya mengajak ke Gereja Ganjuran untuk melihatnya. Kata beliau suasana disana sangat tenang dan adem. Saya pun mendatanginya, siapa tahu saya juga bisa melihat langsung Misa dari luar secara live.Â
Kemudian didalamnya ada pendopo yang memiliki banner "Anti Intoleransi dan Menjaga Toleransi Antar Umat Beragama", pesan damainya tidak sekadar di banner saja.Â
Akan tetapi saya lihat ada beberapa orang yang beragama Islam (terlihat dari pakaiannya), memang duduk di pendopo tersebut dan ada juga yang menemani keluarganya berdoa.
Menurut kuncen yang saya temui di Makam Raja Mataram di Kotagede, beliau (beragama Islam) juga seringkali ke Gereja Ganjuran saat menemani mertuanya yang beragama Nasrani untuk berdoa.Â
Hal serupa juga disampaikan oleh orang setempat yang saya ajak ngobrol, di sekitar Gereja, rata-rata penduduknya beragama Islam dan tidak ada yang mempermasalahkan perbedaan agama.Â
Indah sekali ya ketika antar umat beragama saling menghargai dan bertoleransi. Benar-benar merepresentasikan semboyan negara Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Saya benar-benar menikmati kedamaian hati ketika menginjakkan kaki disana, selain itu, saya juga menikmati keindahan desain bangunan Gereja, yang sama sekali tidak meninggalkan budaya aslinya, Jawa.