Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ziarah Pemakaman Raja Mataram di Kotagede yang Memberikan Pelajaran

5 Desember 2019   14:50 Diperbarui: 5 Desember 2019   15:11 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu pendopo yang fotonya ada Ki Ageng Pemanahan (sebelah kiri) dan Ki Panembahan Senopati (sebelah kanan) | Dokpri

Nah, paling ujung sebelah kiri, ada pemakaman Ki Ageng Pemanahan, ayah dari Ki Panembahan Senopati (Sultan Mataram yang pertama). Didepan pemakaman beliau ada makam Panembahan Senopati, dan didepannya lagi ada makam Panembahan Hanyakrawati (Sultan Mataram yang kedua). Pemakaman beliau-beliau ini dideretkan menjadi satu baris, dan masing-masing pemakaman diberi kelambu. 

Konon ada cerita, Ki Ageng Pemanahan ini bersahabat dengan Ki Ageng Giring. Ki Ageng Giring saat itu bersemedi dan memiliki wangsit untuk meminum buah kelapa yang tumbuh di satu pohon kelapa, yang selama pertumbuhannya belum pernah pohon tersebut tumbuh buahnya, baru kali itu berbuah, itupun hanya satu. 

Air dan buah kelapanya harus diminum sampai habis, tidak boleh ditunda. Dengan begitu, melalui Ki Ageng Giring nantinya akan memiliki keturunan raja-raja Mataram. 

Karena belum haus sama sekali, Ki Ageng Giring baru mengambil buahnya dan meletakkannya di meja, kemudian beliau mandi. Saat beliau mandi, Ki Ageng Pemanahan pas sekali datang dan sedang kehausan, maka diminumlah air kelapa tersebut sampai habis tak bersisa. Setelah mandi, Ki Ageng Giring melihat air kelapanya habis langsung lemas, dan beliau menyadari kalau sudah takdirnya Ki Ageng Pemanahan lah yang akan memiliki keturunan raja-raja Mataram. 

Menurut cerita, Ki Ageng Giring memohon kepada sahabatnya itu agar nanti setelah Ki Ageng Pemanahan memiliki keturunan yang menjadi raja, kemudian bergantian dengan keturunan Ki Ageng Giring. Ki Ageng Pemanahan menolak enam kali, baru kemudian setuju setelah permintaan ketujuh. Dengan begitu, kekuasaan keturunan raja Ki Ageng Pemanahan akan berganti pada keturunan Ki Ageng Giring setelah keturunan ketujuh. 

Selain pemakaman tersebut, ada makam Joko Tingkir juga di sebelah kanan, namun hanya tanahnya saja yang ada di pemakamannya, karena rumah tersebut bukanlah pemakaman aslinya, melainkan dipindahkan. Kemudian ada makam penjaga hutan yang menunggu kedatangan calon Raja Mataram, berdasarkan amanah dari Sunan Kalijaga. Cuman nama penjaga hutannya saya lupa. Makamnya ditaruh disana sebagai penghormatan atas jasanya menjalankan amanah dari Sunan Kalijaga untuk menjaga wilayah cikal bakal Kerajaan Mataram Islam. 

Ada juga makam ibu Panembahan Senopati, Nyai Sabinah, yang merupakan cucu Sunan Giri. Dimakamkan disana, karena dari rahimnya, beliau telah menurunkan keturunan para raja Mataram Islam. 

Disana juga ada pemakaman Sultan Hamengkubuwono II, beliau ingin dimakamkan dekat dengan leluhurnya. Dibandingkan dengan usia Sultan Hamengkubuwono I dan III, Sultan Hamengkubuwono II berusia paling panjang dan memiliki 80 anak yang ketika besar ditugaskan untuk menduduki perbatasan wilayah kekuasaan untuk menjaga ketentraman wilayah.

Dalam rumah tersebut juga ada tiang besar yang dipagar, tiang tersebut dijaga sebagai kenangan tempat Sultan Hamengkubuwono III bertapa untuk mendapatkan wangsit agar wilayah Kerajaan Mataram tenteram. Dan pada tempat pertapaan itulah, Sultan Hamengkubuwono mendapatkan wangsit dan mendulang kemenangan.

Ada makam lainnya yang merupakan keluarga kerajaan, seperti istri raja, selir, anak-anak, dan para patih, serta abdi yang telah berjasa bagi kerajaan. Ada beberapa makam juga yang dirumahkan, tapi ukuran rumahnya tidak sebesar rumah pemakaman Panembahan Senopati, mungkin karena tidak muat lagi di sana, maka diletakkan diarea yang berbeda.

Selanjutnya, sang kuncen menceritakan tentang bangunan Pemakaman Raja ini sudah berusia ratusan tahun lamanya, kurang lebih 400 tahun dan masih kokoh, sama sekali tidak ada retak. Cara menempelkan batu ke batu dengan menggunakan putih telur. Kuncennya juga meminta saya untuk memegang temboknya yang terbuat dari batu. "Keker, kan?!", kata sang kuncen dengan begitu bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun