Belakangan ramai pernyataan Ibu Sukmawati yang membandingkan Nabi Muhammad dan Presiden pertama Soekarno.Â
Awalnya saya tidak terlalu tertarik, karena ujung-ujungnya Ibu Sukmawati ini pasti akan dilaporkan atas tuduhan penistaan agama. Eh, benar saja dugaan saya. Dilaporkan! Hehe.. Bahkan di bawah kolom komentar YouTube yang saya tonton sudah banyak hujatan untuk Ibu Sukmawati ini.
Saya pun semakin malas membaca sampai ke bawah, karena sudah bisa menebaknya, apa saja yang akan dikatakan para netizen.Â
Di sini saya bukan membahas tentang Islamnya atau membenarkan pidato Ibu Sukmawati. Tapi saya ingin membahas tentang pemahaman konteks pada apa yang ditayangkan. Dan saya rasa ini sangat berpengaruh untuk masa depan bangsa kita, yang mudah "tersenggol" karena sepotong konteks, bukan dilihat dari inti pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah konteks. Nantinya, kita bisa dipastikan menjadi bangsa yang mudah "dipanas-panasi" dan diprovokasi karena sedikit isu yang menyentuh prinsip hidup, kemudian malah berujung pada pembinasaan saudara sebangsa.Â
Ini hanya kekhawatiran saya, mengingat sejarah di mana negara kita bisa dijajah karena tidak ada rasa persatuan, dan kepercayaan satu sama lain, padahal saudara sebangsa, sehingga mudah dibangkitkan rasa curiganya satu sama lain dengan hanya sedikit provokasi saja.
Pertanyaan yang dilontarkan Ibu Sukmawati sangat sederhana, "Siapa pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia abad ke 20? Soekarno atau Nabi Muhammad?"Â
Kenapa Ibu Sukma malah membandingkan ayahnya dengan Nabi Muhammad? Pertama, beliau berpidato dalam rangka acara "Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme", dan kedua, target audiensnya adalah anak-anak muda, di mana tokoh pahlawan yang paling dikenal perjuangannya untuk mendapatkan kemerdekaan adalah Soekarno, sebagai presiden pertama Indonesia. Dan Nabi Muhammad sebagai Nabi yang dikagumi dan diteladani oleh umat Islam.
Dengan contoh tersebut, bisa saya pahami sebagai orang yang pernah belajar komunikasi, ketika kita berpidato, tentu kita harus membuat audiens atau para peserta paham apa yang ingin kita sampaikan, dan mengambil nama tokoh yang melekat atau dikenal oleh target peserta kita.
Topik yang dibahas adalah Berantas Radikalisme dan Terorisme, berarti topik ini membahas untuk Indonesia yang bersatu tanpa melihat perbedaan agama, apalagi banyaknya sekarang yang melakukan bom bunuh diri yang memakan korban jiwa, dengan alasan mati syahid.Â
Tokoh pahlawan yang paling melekat untuk generasi muda adalah Soekarno. Nabi yang paling melekat dalam agama Islam adalah Nabi Muhammad. Mengapa harus Nabi Muhammad, kenapa bukan Tuhan Yesus, Buddha dan sebagainya?Â
Karena Islam di Indonesia adalah agama yang mayoritas dan banyak oknum yang memanfaatkan kemayoritasan agama ini untuk melakukan kejahatan, dengan mengambil simpati para pemuda yang polos dan benar mau belajar agama. Akhirnya, para pemuda ini bisa terhasut dan tercuci otaknya, sehingga malah berakibat melakukan tindakan yang menyimpang karena salah ajaran, dan membetulkan setiap tindakan mereka yang menyimpang atas  nama agama.
Ini bukan sentimen saya terhadap satu agama, tapi mari kita lihat fakta, seberapa banyak orang yang sudah dikorbankan atas nama agama, padahal untuk kepentingan pribadi atau golongan saja.Â
Contoh nyata, politik identitas waktu lalu saat Pilkada di Indonesia, dimana banyak orang yang akhirnya tidak memilih gubernurnya karena hati nurani, tapi karena takut dosa. Kemudian, pada abad kegelapan di Eropa, adanya penjualan surat pengampunan dosa, dikarenakan atas  nama agama dan keinginan untuk terjamin adanya tempat di Surga saat nanti berpulang, banyak orang meyakini dan beramai-ramai membeli surat tersebut, padahal hasil penjualannya untuk isi kantong pribadi.Â
Lalu dua negara yang berseteru, Israel dan Palestina. Banyak orang yang salah paham dan mempercayai bahwa penindasan Israel terhadap Palestina semata karena agama, padahal aslinya itu adalah perang politik agar bisa menguasai Jalur Gaza, di mana tempat itu, katanya, mengandung minyak. Tentu negara yang bisa menguasai suatu wilayah yang mengandung minyak, bisa menjadi makmur, kan? Namun karena Israel terkenal dengan agama Jewish, dan yang menjaga Jalur Gaza di Palestina adalah Hamas, organisasi Islam, maka berita yang santer  terdengar adalah perang agama.Â
Kembali ke konteks perkataan Ibu Sukmawati yang membandingkan Soekarno dengan Nabi Muhammad.
Apabila kita mendengarnya dari awal sampai akhir perkataan Ibu Sukmawati, kita akan memahami maksud Ibu Sukmawati yang sebenarnya. Radikalisme dan terorisme tentu biasanya dilakukan oleh oknum-oknum yang memanfaatkan agama sebagai dalil kejahatannya, seperti kata KH Cholil Nafis, dimana yang melakukan radikalisme dan terorisme adalah oknum, dan bukan Islamnya.Â
Tapi tidak menutup kemungkinan para oknum ini menggunakan agama yang mayoritas di Indonesia dan berhasil menghasut para pemuda yang sedang mencari pedoman pada agamanya, karena kesalahpahaman pengertian dan pengaruh yang begitu kuat, malah menyesatkan pikiran anak-anak muda yang seharusnya sangat berpotensi untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia yang sarat akan keanekaragaman.
Setahu saya Islam, sangat mengutamakan kebijaksanaan dan kecerdasan, maka itu, organisasi yang berasaskan agama pertama kali di Indonesia adalah Syarikat Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi, dimana tujuannya untuk menentang penjajahan. Kemudian ada MIAI, Masyumi, Muhammadiyah, Â Nadhlatul Ulama (NU), dan masih banyak lagi.Â
Nah, dua organisasi diantaranya, seperti Muhammdiyah dan NU memiliki salah satu visi yang sama, yakni pendidikan yang baik untuk masyarakat Indonesia agar tidak lagi tersiksa karena penjajahan akibat keterbelakangan pendidikan, dimana keterbelakangan tersebut bisa mengakibatkan masyarakat Indonesia akan mudah diprovokasi dan dibodohi, yang akhirnya malah membuat perang saudara, dan yang menguasai negara kita malahan orang pendatang yang biasa kita sebut sebagai penjajah.
Tidak kedua organisasi ini saja, tentu organisasi lain yang berasaskan agama Islam, tentu juga memiliki tujuan yang pastinya untuk kemajuan dan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Untuk saya pribadi, ini menggambarkan penganut agama Islam sejatinya banyak orang yang kritis, Â terdidik, dan berwawasan, serta mengedepankan nasionalisme bangsanya.Â
Dengan keempat hal tersebut, tentu pemeluk agama Islam seharusnya tidak akan mudah terhasut ataupun mudah "tersenggol" akibat sepenggal kalimat yang terdengar menohok, tapi melihat konteks dari keseluruhan pembicaraan seseorang.Â
Tingginya pendidikan dan wawasan mengarahkan kita menjadi orang yang bisa mencerna dan memahami informasi dengan baik, dan tentu biasanya kita akan memahami lebih dulu dari awal sampai akhir pembicaraan, baru bisa menyimpulkan. Orang yang berpendidikan dan berwawasan, seperti para pendiri dan anggota organisasi Islam umumnya, tentu tidak mudah percaya begitu saja pada sepenggal kalimat, tapi mereka akan telaah dulu seluruh informasinya, baru melakukan penyimpulan.Â
Agama yang menjadi pedoman dasar hidup kita, menjadikan pemeluk agama Islam lebih sabar dan bijaksana dalam menilai sesuatu hal, apalagi yang bersinggungan dengan prinsip agamanya. Sehingga menjadikan para pemeluk agama Islam lebih bijaksana menentukan seseorang telah menista agama atau sedang menghimbau para pemuda untuk tidak mempercayai oknum yang mengatasnamakan agama.Â
Tentu ini sangat baik bagi generasi kita berikutnya yang memeluk agama Islam atau agama lainnya untuk lebih kritis lagi sehingga membuat para oknum yang ingin mengatasnamakan agama untuk memuluskan segala kejahatannya yang bisa memporak-porandakan bangsa sendiri.Â
Maka, akan ada baiknya bagi orang-orang yang lebih mengerti tentang agama, terdidik dan berwawasan seperti pemuka agama pada umumnya, membantu meluruskan apa yang ingin disampaikan Ibu Sukmawati, apakah beliau benar menghina atau menghimbau para pemuda agar tidak mudah terseret oleh pengaruh oknum yang mengatasnamakan agama. Sehingga kita menjadi bangsa yang tidak mudah "tersenggol" dan sakit hati karena sepotong kalimat, melainkan lebih kritis dalam menyerap dan mencerna suatu informasi.Â
Apabila memang menghina, wajib dihukum. Apabila tidak, maka akan ada baiknya dibantu untuk menjelaskan pada orang-orang yang salah paham, agar kita semua menjadi bangsa  yang terdidik, dan berwawasan, dan tidak mudah terprovokasi karena emosi akibat sepotong kalimat yang keseluruhan konteksnya belum dipahami.Â
Jadi, akankah lebih baik membaca konteks pembicaraan Ibu Sukmawati dulu, baru berkomentar? Dengan begitu menunjukkan kita adalah masyarakat yang memiliki pedoman agama yang kuat, terdidik dan berwawasan.
Salam
Referensi
- Saputra, Andrian. 19 November 2019. MUI Belum Bersikap soal Mediasi Sukmawati dengan Umat Islam. Diakses dari Republika.com tanggal 19 November 2019
- Â R, Mei Amelia. 17 November 2019. Dianggap Menista Agama, Sukmawati Juga Dilaporkan FPMB ke Bareskim. Diakses dari Detiknews.com tanggal 19 November 2019
- Retno, Devita. 12 Sejarah Organisasi Islam di Indonesia pada Zaman Kemerdekaan. Diakses dari Sejarahlengkap.com tanggal 19 November 2019.
- Tay, Stefanus. 19 Desember 2018. Penjualan Surat Pengampunan Dosa di Abad Pertengahan. Diakses dari Katolisasi.org tanggal 19 November 2019.
- Detikcom. 16 November 2019. Ini Pidato Sukmawati Bandingkan Nabi Muhammad dengan Sukarno. Diakses dari Youtube Detikcom tanggal 19 November 2019
- Wikipedia. Natural Gas in The Gaza Strip. Diakses dari Wikipedia tanggal 19 November 2019
- Wikipedia. Hamas. Diakses dari Wikipedia tanggal 19 November 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H