Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Candunya Kompasiana Berefek Melimpah

8 November 2019   14:08 Diperbarui: 8 November 2019   14:23 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2019 menjadi tahun keberuntungan bagi saya. Mei 2019 menjadi hari jadi saya masuk Kompasiana.

6 bulan saya disini, terlalu merendahkan kalau saya bilang saya hanya memiliki sedikit perkembangan, sebaliknya perkembangan saya sangat berlimpah dalam hal wawasan, cara berpikir dan self development. 

Namun untuk tulisan sendiri, tentu saya masih harus banyak belajar lagi dari teman-teman kompasianer dan penulis lainnya. Tapi kalau boleh sombong, tulisan saya sepertinya mengalami perbaikan dibandingkan awal saya menulis. Hehe

Hal pertama yang paling membuat diri saya terkagum-kagum dengan efek dari menulis di Kompasiana adalah rasa ingin tahu saya semakin tinggi.

Kalau boleh jujur, saya tipe orang yang tidak suka membaca, kecuali buku atau bacaan tersebut sangatlah menarik perhatian saya. Jadi saya paham sebenarnya kalau generasi sekarang tidak suka membaca. Hehe... 

Tapi semenjak menulis, saya mesti banyak membaca berbagai sumber sebagai referensi menulis. Hal ini dikarenakan hampir semua tulisan para kompasianer selalu memasukkan data, fakta dan referensi sebagai sumber tulisan, baru kemudian memberikan analisis ataupun opini. 

Hal tersebut memberikan trigger bagi saya, agar saya bisa masuk dalam lingkup pergaulan Kompasiana. Dalam pikiran saya, bagaimana saya bisa berteman dengan para kompasianer lain, bila tulisan saya isinya hanya pandangan pribadi tanpa referensi. 

Apalagi setelah saya membaca artikel Opa Tjiptadinata Effendi dan Mas Hadi Santoso yang kurang lebih isinya seperti menusuk relung hati saya, "tulislah yang bermanfaat untuk pembaca, Kompasiana bukan tempat untuk curhat."

Inti dari kalimat yang saya baca tersebut membuat saya selalu mengevaluasi perkembangan tulisan saya, apakah sudah bermanfaat dan apakah referensi yang saya masukkan sudah cukup? Hal ini membuat saya tertantang, dan ternyata secara tidak sadar saya jadi banyak membaca, dan banyak pengetahuan baru yang saya peroleh.

Kalau menurut hipotesa Saphir and Whorf, menulis melatih kita dalam berlogika bahasa, karena kita banyak mencari pengetahuan dan referensi didalamnya.

Dan ternyata hipotesa itu benar saya rasakan, karena sepertinya logika saya dalam berbahasa sudah mulai membaik dibanding sebelumnya. Tapi jangan Anda bandingkan dengan tulisan Anda ya, pasti berbeda jauh. Hehe. Saya membandingkannya dengan tulisan saya sebelum-sebelumnya, yang sarat akan sok tahu dan dangkal.

Hampir setiap hari, membaca tulisan teman-teman kompasianer menjadi rutinitas saya kala sedang ada waktu luang. Selain untuk mempelajari cara menulis yang baik, dan tetap keep contact dengan teman-teman kompasianer, membaca tulisan teman-teman seperti membuka pikiran saya, terutama dalam hal berpolitik. 

Satu peristiwa bisa ada banyak opini dan analisis dari para kompasianer, kalau menurut saya, hal tersebut sangatlah menarik. Saya jadi lebih menghargai perbedaan pendapat dan pilihan. 

Dan hal tersebut tanpa saya sadari membuat diskusi saya dan suami menjadi lebih menarik. Ini adalah efek kedua dari menulis di Kompasiana.

Cerita sedikit, suami saya sudah mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Komunikasi, sedangkan saya baru bergelar Strata 1. Ia juga dulu merupakan seorang penulis lepas berbagai surat kabar, dan pernah menulis beberapa buku dengan penulis lainnya. Sedangkan saya hanya menulis berkisar buku harian saja. Hehe. Perbedaan kami sangat jomplang sekali. Eh, dipikir-pikir bingung juga kenapa dia mau sama saya ya? Hehehe.

Baru bulan lalu kalau tidak salah, suami mengatakan ia sekarang senang berdiskusi dengan saya, karena cara pandang saya tidak lagi kekeuh di satu sisi, tapi sudah mulai melihat permasalahan dari berbagai sisi. 

Kemudian, ia juga mengatakan sekarang kalau ngobrol dengan saya tentang hal-hal yang berbau science ataupun teori, ia jauh lebih bersemangat dibandingkan sebelumnya, kalau dulu saya terlihat mendengarkan, tapi sama sekali tidak tertarik. 

Maka itu ia benar-benar sangat mendukung saya untuk terus menulis, bahkan ia selalu menyediakan waktunya untuk memberikan penilaian pada tulisan saya yang sudah dimuat di Kompasiana, serta memberikan masukkan kira-kira apa saja yang mesti saya perbaiki dalam tulisan berikutnya.

Efek berikutnya adalah saya baru paham bagaimana senangnya memiliki passion. 

Saya tidak tahu apakah ini benar passion atau tidak, tapi saya benar-benar merasa bahagia sekali ketika menulis, bahkan terkadang suka lupa waktu kalau sudah menulis. 

Eh, tahu-tahu sudah jam sekian, tapi kalau sudah menayangkan hasil tulisan saya dan kemudian ada feedback dari teman-teman kompasianer, wuiih, bahagia sekali rasanya. Apalagi kalau masuk kategori "Pilihan", terkadang "Artikel Utama", bagaikan melayang seperti burung terbang.

Sebelumnya, saya sama sekali tidak tahu passion saya apa, sampai dulu saya berprinsip saya akan melakukan pekerjaan apapun didepan mata dengan totalitas dan dedikasi. Titik. Saking tidak ada passion-nya.  

Berbeda dengan adik saya, sedari SD sudah tahu passion-nya adalah menulis dan mengajar. Bahkan dia pernah mendapatkan juara pertama lomba Jurnalistik Kompas.

Menulis kini menjadi rutinitas yang sangat saya senangi, bahkan seperti candu. Kalau sehari tidak menulis, rasanya ada yang kurang.

Topik-topik yang dipilih oleh Kompasiana juga memberikan ketertarikan sendiri bagi saya untuk menuliskan analisa, opini serta pengalaman saya. Namun tidak semua tulisan saya tayangkan, karena ada beberapa hal yang tidak saya kuasai dan referensi tulisan masih sangat amat kurang. Kalau saya memaksa menayangkannya, bisa-bisa teman-teman Kompasianer sama sekali segen membaca tulisan saya lagi nantinya. Hehe.

Efek berikutnya, saya jadi hobi mengevaluasi hasil karya tulisan saya.

Bukan saya gila pengakuan, akan tetapi dengan adanya feedback dan gelar "Pilihan", serta "Artikel Utama", membuat saya bisa mengevaluasi tulisan saya, apakah sudah cukup baik atau masih kurang, kalau kurang, bagian mana yang masih kurang? Dengan begitu saya belajar lagi supaya lebih baik. 

Seperti Mas Yon Bayu, Mba Hennie dan Mas Baskoro Endrawan, yang berbaik hati memberikan saran ataupun revisi ketika tulisan saya ada yang kurang teliti atau pendapat saya masih yang hanya melihat dari satu sisi. Serta ada Bang Reinhart Hutabarat yang juga memberikan pandangan berbeda dari opini yang saya tulis.

Padahal saat itu tulisan saya ada yang sudah menjadi "Pilihan" dan ada juga yang "Artikel Utama", tapi saya sangat berterima kasih, karena dengan tersematnya "gelar" seperti itu, tulisan saya ditayangkan dan membuat banyak teman kompasianer yang melihat dan membaca, kemudian memberitahu kurangnya saya dimana. 

Kalau sampai tidak mendapatkan kedua "gelar" tersebut, saya pasti bakal santronin suami saya tuh, apa yang membuat tulisan saya kok tidak dapat gelar tersebut. Hehe.

Sedih sih kalau tidak dapat gelar, tapi tetap, saya memakai prinsip yang ditulis oleh Mas Johanis Malingkas dan Mas Ropingi, serta Mang Bolang, mau tulisan saya dapat gelar atau tidak, menulis jalan terus, jangan menyerah. 

Dan itu membuat saya menjadi pantang menyerah ketika tidak dapat gelar, tetap semangat memberikan yang terbaik dari diri saya. Kalau kata suami, "kalau gampang menyerah dan kecewa, kapan belajarnya?".

Dari sana saya semakin menyadari, Kompasiana bukan hanya wadah untuk sekedar menuangkan opini, analisis ataupun pengalaman, akan tetapi Kompasiana memberikan wadah bagi para penulis untuk berbagi ilmu. Kalau penulis seperti saya, sepertinya lebih banyak saya yang diberi ilmu. Hehe. 

Jadi bagi saya, artikel yang menjadi "Pilihan" dan "Artikel Utama" tidak masalah apabila ada kesalahan, maka itu ada kolom komentar dimana, teman Kompasianer lain yang bisa langsung memberikan pendapat, "Oh, kurang disini nih", "Seharusnya begini", dan sebagainya. 

Menurut pendapat saya pribadi ya, Kompasiana secara tidak langsung mengajak kita, para pembaca, untuk bersikap kritis, dan memiliki keinginan untuk berempati pada teman lainnya dengan memberikan komentar agar kualitas tulisan semakin bagus.

Penilaian dan komentar positif yang diberikan oleh teman kompasianer lain, seperti Mba Wistari, Mas Fery W, Mas Ozy, Mas Zaldi Chan, Mas Irwan Rinaldi, Opa Tjiptadinata Effendi, Oma Roseline Tjiptadinata, Mba Lusi, dan teman kompasianer lain yang tidak bisa saya sebut satu-per satu, benar-benar memberikan rasa kepercayaan diri bagi saya.

"Oh, tulisan saya menarik toh", "ada yang setuju dengan opini dan analisa saya", "oh, artikel saya dinilai bermanfaat", dan seterusnya. Dan hal tersebut seperti rewards besar bagi saya untuk mengetahui seberapa baik tulisan yang sudah saya sajikan untuk pembaca, dan sudah seberapa baik tulisan saya sampai bisa mendapatkan gelar "Pilihan" dan "Artikel Utama".  Poin pun juga sering saya perhatikan, saya sudah punya berapa poin nih. 

Saya menjadi terpacu untuk berkarya lebih baik terus. 

K-Rewards memberikan sensasi tersendiri untuk saya. Saya jadi memiliki target, dan wawasan saya lebih luas. Karena setiap bulannya, K-Rewards memiliki penetapan aturan, misal yang dilombakan bulan Mei adalah kategori gaya hidup, bulan September adalah kategori video, bulan Oktober adalah artikel utama dan sebagainya.

Ada beberapa hal yang sebenarnya tidak saya kuasai, dan apalagi untuk yang "Artikel Utama", ah, susah kali pasti, dapat K-Rewards Rp 20.000 saja mungkin sudah berterima kasih. Hehe. 

Karena sangat banyak tulisan teman kompasianer lain yang jauh lebih berbobot dan unik, serta bermanfaat, yang membuat orang lain sangat tertarik membacanya.

 Tapi melihat banyak teman kompasianer yang ikutan, saya pun bersemangat untuk ikut serta. Rasanya "Bodo amet deh, tulisan ga bagus, kalau ga coba, gimana bisa tahu tulisan saya sudah ada peningkatan atau belum?!", selain itu saya juga ikutan K-Rewards sekaligus ingin tahu seberapa banyak ya pembaca saya diluar Kompasiana. Saya pun menjadi lebih banyak membaca referensi, dan berusaha yang terbaik dalam menuangkan pengetahuan yang saya baca dalam bentuk tulisan.

Teringat ketika pertama kali mendapatkan K-Rewards, saya kaget setengah mati. Disana saya baru tahu, "Oh, dengan banyak belajar dan baca, saya bisa toh", dari sanalah rasa percaya diri saya semakin terpupuk. Saking bahagianya, saya langsung mentraktir suami makan. Hehe. Walau dapatnya K-Rewardsnya masih sedikit, tapi saya merasa ada pencapaian untuk diri saya pribadi. Inilah efek dari menulis Kompasiana berikutnya.

Dari sana saya mulai mencoba banyak kategori tulisan, dan tanpa saya sadari pula saya menjadi orang yang suka bereksperimen dengan hal baru, dan lebih kreatif. 

Hal tersebut sangat terasa pada pekerjaan dan usaha sampingan saya. Bila saya mendapatkan informasi A, saya pun langsung bereksperimen. Saya tidak lagi menjadi orang yang takut gagal, akan tetapi saya menjadi pribadi yang kalau gagal ya cari cara lain supaya berhasil.

Saya pun kini bersemangat ikut Blog Competition, walau belum pernah menang, tapi itu tidak menjadikan semangat saya surut. Jalan terus, sampai menang. Kalau tidak menang-menang, ya belajar terus saja. Hehe.

Saya terkadang merenung, andai saya tidak daftar di Kompasiana dan memberanikan diri, adakah diri saya yang sekarang? 

Wawasan saya semakin bertambah, lebih bersemangat untuk mendapatkan pengetahuan baru, pantang menyerah, tidak lagi menjadi orang yang senang pada zona nyaman, mau menampung ide-ide baru dan bereksperimen, bersemangat untuk memberikan yang terbaik dari diri saya, dan yang tidak kalah penting, saya merasa saya memiliki teman-teman yang berkualitas, tidak sekedar HAHA HIHI sesaat. 

Bahkan candaan yang seringkali saya baca di kolom komentar pada masing-masing artikel Kompasiana, membuat saya merasa terkoneksi dengan Anda, walaupun hanya didunia maya.

Saya rasa saya tidak akan bosan menulis disini, karena banyak hal yang saya dapatkan. Inilah candunya Kompasiana. Sekalinya menulis, rasanya tidak mau berhenti, mudah-mudahan candunya Kompasiana akan terus berefek sampai akhir hayat saya nanti. 

Dan tentunya saya sangat memerlukan kehadiran teman-teman Kompasianer yang bisa membuat saya terus bersemangat dalam menggali ilmu dan meningkatkan kualitas diri dan tulisan.

Sebagai penutup, saya ucapkan Selamat Ulang Tahun yang ke-11, Kompasiana ! Sukses selalu, dan teruslah berinovasi, agar kami, para kompasianer selalu terkoneksi satu sama lain seperti keluarga, saling mendukung, saling mengoreksi, sambil terus menikmati efek-efek positif dari inovasi Kompasiana ^^

Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun