Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyetop Percaya Hoaks Dimulai dari Pola Pendidikan Anak

15 Oktober 2019   00:22 Diperbarui: 15 Oktober 2019   00:37 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun ada beberapa pelajaran yang diajarkan oleh satu guru saat saya SMA, sampai sekarang masih ngelotok parah. Beliau tidak pernah menyuruh kami menghafal sama sekali, bahkan kalau ulangan pun pasti soalnya selalu meminta kami untuk menjawab dengan analisis. Awal-awal, saya bingung harus menulis apa, jadinya saya jawab seadanya saja. Begitu pula dengan teman saya yang lain.

Akhirnya kami dibiasakan untuk selalu menganalisis dan memahami setiap informasi pelajaran yang beliau terangkan. Ulangan tentu masih disuruh menganalisis, dan setiap hasil analisis tidak pernah dikatakan benar atau salah, sang guru selalu mengajak kami berdiskusi tentang apa yang kami analisis, dan beliau pun juga memberitahu hasil analisisnya. 

Bila ada dari kami yang tidak paham, kami didorong untuk berani bertanya sampai kami benar-benar paham pada apa yang kami pelajari. Pulang sekolah pun, beliau akan selalu menyediakan waktu untuk meladeni pertanyaan kami, bila kami tidak puas dengan jawaban yang diberikan.

Tugas dari sang guru sederhana, baca berita, judulnya beliau yang tentukan. Setelah membaca berita, kami harus menempelkan potongan berita tersebut pada kertas dan merangkum apa yang telah kami baca. Pada hari pengumpulan tugas, kami akan kembali diajak berdiskusi.

Selain itu, pelajaran beliau pasti ada sesi debat. Kami harus mempertahankan hasil analisis kami dengan mengemukakan hal-hal yang logis, kami tidak diperkenankan untuk debat ngotot atau nyeleneh dan bercanda saat debat berlangsung, kami hanya boleh memberikan alasan logis dan fakta konkret yang mendukung pendapat dari hasil analisis kami.  

Karena pelajarannya selalu menganalisis, hampir tidak pernah saya dan teman-teman belajar di rumah. Tapi saat guru menerangkan, kami pasti konsentrasi apa yang beliau katakan. Lucunya, justru semua pelajaran yang beliau ajarkan malah yang paling mengelotok di kepala. Setelah ulangan, materi yang kami pelajari tidak hilang begitu saja seperti dihembus angin langsung terbang.

Dari sana pun akhirnya saya dan teman-teman terlatih untuk menganalisis dan berpikir kritis, walau tidak kritis-kritis amat, tapi setidaknya melatih kami untuk menyaring informasi yang kami terima, kemudian mencari fakta pendukungnya, baru kemudian memutuskan informasi ini penting atau tidak untuk kami serap. 

Satu guru yang mengajarkan kami untuk menganalisis, berpikir kritis dan memahami apa yang kami pelajari saja, sudah mampu membuat ratusan siswa untuk terlatih menyaring informasi. 

Bagaimana kalau seluruh guru beserta para orang tua juga menerapkan hal yang sama? Mendorong anak untuk memahami apa yang mereka pelajari dan berpikir kritis terhadap apa yang mereka pelajari, dan tidak lagi mengukur cerdasnya seorang anak hanya berdasarkan nilai semata.  

Tentu anak-anak, termasuk kita, akan lebih mengutamakan logika dan fakta ketika menerima suatu informasi, dan tidak mudah terbawa emosi ketika hoax-hoax bertebaran yang sangat menggugah emosi jiwa dengan kata-kata yang terlihat logis.  Dengan begitu, anak-anak kita nantinya tidak mudah termakan dengan berita hoax yang disebarkan oleh para buzzer politik yang kontennya selalu berdalih demi NKRI, padahal menjadi pemicu perang saudara.

Mari kita stop hoax dengan memberikan pola pendidikan yang membuat anak-anak kita benar-benar memahami segala informasi yang mereka dapatkan, dan membiasakan mereka untuk berpikir kritis dan tidak cepat termakan emosi terhadap suatu informasi yang diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun