"Yang minta siapa, yang bersihin siapa." keluh Melati ketika menceritakannya pada saya.
Beberapa bulan kemudian, Melati hamil muda. Saat keluar dari dapur, dia kaget sekali ada seorang kakek sudah ada dalam rumah. Wajahnya sangat tirus, ujung matanya lancip seperti kucing, rambutnya jabrik berwarna putih, dan memakai cincin batu besar-besar disepuluh jarinya. Badannya sangat tinggi sekali katanya.
Tidak ada rasa curiga ataupun ingin teriak ketika melihatnya. Melati hanya kaget, bagaimana kakek ini bisa masuk. Kakek pun datang menghampiri, kemudian mempersilahkan Melati duduk di ruang tamu. Ketika mendengar cerita itu, saya jadi tertawa, karena tamu yang mempersilahkan tuan rumahnya duduk.
"Neng, suka cincin ga?", tanya si kakek langsung. Melati yang memang suka cincin batu pun menganggukkan kepala. Kakek pun melanjutkan, "Pilih satu, neng, nanti hidup neng pasti lebih enak.".
Melati pun memperhatikan batu-batu yang dipakai sang kakek. Ia diam saja melihatnya, katanya batu-batu itu besar sekali, tidak mungkin bisa dia pakai, andai mau pakai juga bentuknya juga sudah jelek. Melati pun meminta maaf ke kakek karena tidak bisa memilih.
"Yakin neng ga mau? Saya kasih gratis, neng.", bujuk si kakek. Melati tetap tidak tertarik melihat batu-batu tersebut. "Kasih ke orang yang lebih membutuhkan aja, Opa, saya juga jarang pakai cincin batu.", kata Melati.
Kakek pun tidak mendesak Melati, tapi tiba-tiba berkata "Neng, saya ikut neng, ya. Saya suka yang bersih". Melati kaget dengan pernyataan itu, ia berpikir "mau ngapain ikut tinggal dirumah ini? emang ga punya keluarga?", tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya, Melati menjawab dengan sopan kalau suaminya pasti marah kalau si kakek ikut tinggal disini.
Kakek hanya terkekeh, dan kemudian pamit. Sebelum pamit, sang kakek mengatakan, "Hati-hati ya neng sama suami dan mertua. Jaga anak-anak kamu yang bener." Kemudian si kakek pun pulang melalui pintu rumah.Â
Sepulangnya dari pertapaan, Melati menceritakannya pada Ahmad. Ahmad marah-marah lagi karena Melati tidak mau mengambil cincinnya. Padahal cincinnya tersebut memang Ahmad minta melalui pertapaan, harusnya diambil saja, karena mereka nanti bisa kaya raya. Melati merasa sebal sekali, ia bilang kalau memang suaminya minta, harusnya minta jinnya yang datang ke suami, mana ia tahu kalau jinnya malah mendatanginya.Â
---
Tahun demi tahun berlalu, perekonomian hidup rumah tangga Melati dan Ahmad bagai roller coaster. Sekalinya kaya, sangat berkelimpahan. Tapi tidak dalam hitungan setahun, pasti langsung  jatuh miskin, istilahnya sebutir beras pun tidak ada. Dikarenakan jinnya selalu ingin 'ikut' Melati. Bila Melati tidak mau, jin yang ada di cincin bisa menghilang begitu saja.