Ditengah panas teriknya usai upacara, kami pun tampil sambil berusaha bersemangat. Kami sangat grogi sekali kala itu.Â
Guru agama kami tiba-tiba menghampiri dan mengatakan kalau kami tampil dengan bagus, ujian praktek seni minimal 8. Memang tipe anak yang mudah disuap, kami pun senang sekali, dan tampil dengan sangat ceria dan bersemangat.Â
Kepala sekolah, guru yang hadir dan murid-murid disana ikut tertawa dan menyanyi lagu-lagu daerah yang kami nyanyikan. Tentu hal ini berkat teman-teman saya yang sangat berbakat musik dan bimbingan, serta dukungan dari guru kesenian dan guru-guru lainnya.Â
Sejak saat itu, lagu daerah yang diaransemen selalu dijadikan bahan ujian. Kami baru sadar bahwa lagu daerah yang kami anggap kuno dan, maaf, kampungan, kalau bisa diaransemen dan disesuaikan dengan zaman, lagu daerah kita tidak kalah menarik dengan lagu-lagu dari negara asing.Â
Mungkin ada baiknya, dimulai dari sekolah dulu, guru-guru kesenian misalnya, menggalakkan untuk membuat kreativitas pada lagu daerah. Apalagi generasi sekarang ini semakin senang pada sesuatu yang berbau kreativitas. Lagu daerah adalah sebuah seni, dan tentu bisa dikreativitaskan. Dengan begitu, generasi sekarang juga akan sadar seperti generasi kami dulu, bahwa lagu daerah itu sangat menarik.
Seperti video yang pernah viral, dimana The Resonanz, salah satu kelompok paduan suara menyanyikan lagu daerah Papua, "Yamko Rambe Yamko", dan berhasil menyabet juara dunia di Italia. Kelompok tersebut dinyanyikan oleh anak-anak sekitar umur 9-17 tahun. Karena kreativitas mengaransemen lagu tersebut, dan dinyanyikan dengan kebanggaan pada budaya negara yang begitu totalitas, membuat lagu daerah semakin menarik didengar.Â
Mari mengaransemen lagu daerah :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H