Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sulitkah untuk Menghargai Keanekaragaman?

20 Agustus 2019   14:47 Diperbarui: 21 Agustus 2019   13:52 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi tidak semua kerajaan saling membasmi, ada juga antar kerajaan yang saling bekerja sama, bahkan mengikat diri sebagai saudara untuk ketenangan hidup dan kemakmuran masyarakatnya. Agama dan budaya yang berbeda tidak mereka hiraukan, sepanjang masyarakat hidup tenang dan damai.

Sampai akhirnya, negara asing masuk ke Indonesia, Portugis. Awal datang hanya untuk membeli rempah-rempah, lama-kelamaan kerakusannya membawa mereka untuk melakukan perpecahan antar kerajaan yang saling bekerja sama. Karena tidak pernah tertanam rasa persaudaraan yang dalam, dan mungkin terlalu banyak intrik di kepala para pemimpin kerajaan, akhirnya bisa terpecah belah.

Melihat kesuksesan bangsa Portugis, mulai banyak negara lain yang datang berkunjung dengan senyuman serigala untuk mengeruk seluruh sumber daya alam Indonesia melalui taktik memecah belah mereka. Belanda yang paling sukses memecah belah kerajaan-kerajaan besar di Indonesia, sampai dibuat kita, orang Indonesia, para empunya negara ini, derajatnya lebih rendah dari mereka. 

Kesuksesan para bangsa asing ini dalam memecah belah, karena adanya pengkhianatan beberapa orang setempat dengan iming-iming harta dan kekuasaan, ditambah dengan memang tidak adanya rasa persaudaraan dan percaya satu sama lain antar kerajaan di wilayah Indonesia. Para pemimpin kerajaan lebih senang mengandalkan diri pada bangsa asing, yang terlihat baik, padahal macam serigala berbulu domba.

Dimulai dari organisasi Budi Utomo, diikuti dengan berdirinya organisasi lainnya yang menyatukan orang-orang Indonesia untuk melawan penjajah. Namun tetap saja, penjajahlah yang menang, karena organisasi-organisasi tersebut masih menghimpun golongan tertentu saja, misalkan organisasi yang kumpulannya orang Jawa saja, atau agama Islam saja, atau cendekiawan saja. Belum sepenuhnya bersatu. 

Tahun 1928, sudah dimulai adanya rasa persatuan, yakni dibentuknya kongres pemuda kedua yang mengumandangkan Sumpah Pemuda, yang dihadiri oleh organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi dan Jong Celebes, serta beberapa pemuda Tionghoa. Kemudian ditutup dengan lagu Indonesia Raya  yang dimainkan dengan biola oleh WR. Supratman. 

Jadi, Sumpah Pemuda bukan dikumandangkan hanya oleh orang Arab dan keturunannya sebagaimana yang dipidatokan oleh salah satu pejabat demi mendapatkan kedudukan. Semua pemuda yang tergabung dalam organisasi di Indonesia ikut berpartisipasi.

Mulai saat itu banyak kongres yang dihadiri oleh orang Indonesia, mereka tidak lagi melihat kamu suku apa, ras apa, agama apa. Yang ada dalam hati dan pikiran mereka, secara garis besar adalah "Kami mau bebas dari penjajahan, Kami mau Merdeka. Kami Satu Bangsa, Satu Bahasa dan Satu Tanah Air. Tidak ada tempat bagi penjajah di negara Indonesia". 

Bergulirnya waktu semangat merdeka semakin berkobar, apalagi sejak Jepang datang ala Superhero disaat yang tepat, namun sangat disayangkan, kehadiran Jepang malah membuat rakyat Indonesia semakin tertindas dan menderita. Banyak orang yang mati dan para wanita diperkosa demi kekuasaan dan kepuasan ego mereka sendiri. Apakah para tentara Jepang saat itu menanyakan orang Indonesia dari suku apa, ras apa, agama apa, ketika mau dibunuh? Apakah para tentara Jepang menanyakan para wanitanya etnis dan agama apa ketika mau diperkosa?

Pokok e orang Indonesia, hantam bae...!

Semua orang yang merasa bagian dari bangsa Indonesia bersatu, melawan para penjajah dengan berbagai cara, menghimpun organisasi, berorasi, bergerilya, baku hantam sampai titik darah penghabisan, hanya untuk negara kita merdeka, demi rakyat kita bebas dari penderitaan dan perbudakan para penjajah. Ketika berperang dan bergerilya membela hak asasi negaranya, tidak ada yang saling membedakan agama ataupun rasnya. Semua bersatu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun