Sedangkan bila saya merasa tidak bisa menanggung risikonya, saya tidak akan memberikan pinjaman, walaupun orang tersebut sangat kasihan keadaannya.Â
Bukan saya bermaksud menyarankan untuk tidak memiliki rasa manusiawi. Namun kalau nantinya kita merasa susah sendiri, kemudian akhirnya mengungkit uang yang kita pinjamkan kepada orang yang jelas-jelas sedang kesusahan, bukankah sama saja itu seperti tidak manusiawi?Â
Karena pasti ada kata-kata kita yang menyakiti terlontar dari mulut karena merasa dirugikan, belum lagi bisa jadi kita malah curhat ke orang lain mengenai rasa kesal karena si debitur tidak mau membayar, bahkan bisa jadi kita bisa dicap sebagai orang yang tidak mau mengerti keadaan. Akhirnya malah menjadi permasalahan yang melebar ke mana-mana, yang malah akhirnya semakin merusak keadaan.
Hal selanjutnya yang saya lakukan, bila saya sudah meminjamkannya sebesar nominal yang saya mampu. Maka, saya akan menanamkan pola pikir bahwa saya telah beramal.
Uangnya balik, ya, syukur dan memang rezeki kita. Tidak balik, yaa, anggap saja amal, sehingga akan ada berkah lagi untuk diri kita.Â
Saya pernah mendengar seorang kreditur yang mengatakan "Gapapa ambil aja uang gue, anggap sial gue dibawa sama dia!" namun setelah saya melihat pihak debiturnya, memang kondisi ekonominya sangat tidak memungkinkan baginya untuk mengembalikan pinjaman tersebut.Â
Bukankah kalimat tersebut berarti kita menambah "kesialan" baginya kalau sampai kita menyumpahinya? Padahal awalnya niat kita adalah membantu dengan memberikan pinjaman.
Walau sebenarnya tidak salah krediturnya sampai mengucapkan hal seperti itu, karena debiturnya selalu menghindar ketika ditagih sesuai waktu perjanjian dan tidak ada penjelasan sama sekali mengenai keterlambatannya membayar.
Akan terasa berbeda ketika kita berpikir bahwa uang kita pinjamkan itu adalah suatu amalan. Kita tidak akan terlalu banyak mengungkit dan lebih bisa mengerti keadaan sang debitur.
Kita bisa menganggap bahwa kita sedang membantu sesama yang membutuhkan, mungkin zakat dan amalan yang kita berikan masih kurang, sehingga perlu beramal lagi kepada orang lain melalui pinjaman. Sehingga niat baik yang memang kita berikan, menjadi suatu ketulusan, bukan akhirnya malah memperburuk keadaan.