Sedangkan bila cicilannya tidak dikenakan suku bunga, maka silahkan saja kita mencicilnya dengan kartu kredit. Tapi perlu dipertimbangkan lagi, apakah kita benar membutuhkannya, atau hanya sekadar "lapar mata" karena ingin gengsi. Jangan karena gengsi malah membawa kita jadi sengsara.
Kemudian, bila barang yang kita beli itu bersifat produktif, artinya akan kembali mendatangkan uang untuk kita, istilahnya bisa balik modal, maka oke silahkan saja mencicil asal suku bunganya tetap terjangkau.Â
Kurang lebih seperti itu, cara saya menikmati hidup dengan cara berkredit ria. Memang agak ribet, tapi setidaknya menghindarkan saya dari pembayaran cicilan hutang, yang bila tidak segera dilunasi akan bunga-berbunga, dan akhirnya membuat kita kelimpungan sendiri karena utang.
Saya juga selalu mengingatkan diri saya, agar saya harus menjaga reputasi untuk tetap bisa membayar seluruh utang saya dengan baik, dan tanpa denda. Karena apabila suatu hari nanti, saya butuh pinjaman, nama saya di Bank masih bagus, dan tidak kesulitan mendapatkan pinjaman, karena rekam jejak saya dalam pembayaran kartu kredit masih bagus.Â
Jadi berutanglah, asalkan dihitung terlebih dahulu, apakah dibulan berikutnya kita benar bisa membayarnya atau malah membuat kita kelimpungan sendiri. Memang agak ribet, tapi setidaknya menghindarkan kita dari reputasi yang buruk akibat utang, atau malah hidup dengan gali tutup lubang, dan hal ini tidak akan berkesudahan. Atau lebih parahnya, saking kepepetnya, malah kita terayu untuk melakukan korupsi, demi melunasi utang.
Istilahnya demi memaksakan kebutuhan yang belum tentu kita perlukan, malah kita terjerat hukum dan terjerumus dosa. Jangan sampai hal ini terjadi. Lebih baik pusing diawal, dengan berbagai perhitungan keuangan dengan baik, daripada sengsara diakhir.
Semoga bermanfaat :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H