Pertama, dalam hal baris-berbaris. Awalnya sulit sekali bagi saya membuat anak-anak ini berbaris lurus. Mereka masih mau agak masuk sedikit saja dan tidak lari kemana-mana sudah bagus. Kemudian, saya diarahkan oleh koordinator saya selaku pembimbing, untuk mengajak mereka bermain ular tangga. Kemudian, siapa yang bisa berbaris dengan sangat rapi selama permainan, bisa masuk kelas.
Dengan cara seperti ini, anak-anak dengan mudah menurut dan merasa senang sekali berbaris dengan rapi. Dalam waktu 3 hari, mereka paham bahwa sebelum masuk kelas, mereka harus berbaris terlebih dahulu dengan rapi.
Kedua, dalam hal memakai alat. Dalam Montessori ini banyak sekali bentuk alat-alat. Alat yang paling dasar untuk dipelajari adalah teko yang berisi air dan cangkir, yang ditaruh pada nampan kecil.
Anak harus bisa membawa nampan tersebut dengan rapi, dan air tidak tumpah kemana-mana. Kemudian  ketika air dipindahkan dari teko ke cangkir, teko harus dipegang dengan benar, air tidak boleh tumpah, dan dikembalikan ke nampan seperti semula. Hal tersebut akan dilatih terus, sampai anak bisa menuangkannya dengan benar dan airnya tidak tumpah kemana-mana.
Kalau sampai tumpah, dan anak seperti takjub melihat air yang tumpah, guru harus bisa menjelaskannya, karena disanalah sang anak sedang bereksplorasi dan daya otaknya mulai bekerja, dengan bertanya "mengapa airnya bisa tumpah?", "Kalau tumpah kok bentuknya seperti itu?", "Kenapa bisa dipindahkan dengan mudah?", dan banyak pertanyaan lainnya.
Dari hal sederhana seperti itu, motorik anak dilatih dalam hal memegang benda, dilatih keseimbangannya, dan dilatih imajinasinya dengan melihat perpindahan air. Saya tidak menyangka, hanya dengan tuang-menuang seperti itu, banyak manfaat dan hal yang dipelajari untuk sang anak.
Apabila anak melihat hal tersebut biasa saja, bukanlah sesuatu yang ajaib dengan menumpahkan air, bukan berarti anak tersebut tidak kritis. Melainkan, rasa ketertarikannya bukan dibidang itu, tetapi dibidang lain.
Setelah memakai alat tersebut, anak diwajibkan untuk meletakkan kembali alatnya dengan rapi seperti semula. Guru tidak boleh membantu, hanya boleh mengarahkan. Hal tersebut mengajarkan pada anak, setelah menggunakan barang, ia harus mengembalikannya ke tempat semula, dengan rapi.
Dan ini melatih kemandirian dan kedisiplinan mereka dalam hal memakai barang. Ini dibentuk sebagai fondasi karakter mereka nantinya.
Kemudian, saat makan bersama. Anak diwajibkan untuk mengambil makanan dan minumannya sendiri. Duduk ketika makan, dan harus menyuapi makanannya sendiri. Guru sama sekali tidak boleh membantu. Kalau ada anak yang berlarian ketika jam makan, maka guru akan menasihatinya, apabila susah dinasihati, ia akan tetap terus diruang makan, sampai ia menghabiskan makanannya sendiri. Itu berlaku walau jam makan sudah selesai.
Kalau ada makanan atau minuman yang tumpah, anak harus membersihkannya sendiri dengan lap yang sudah disediakan. Dengan begitu anak paham, mereka harus makan dan minum dengan rapi dan bersih. Juga memiliki rasa empati kepada orang yang akan membersihkannya nanti. Dengan begitu, mereka menjaga diri agar tidak menumpahkan makanan dan minumannya, karena mereka merasa susah untuk membersihkannya kembali.